Sudah hampir sepuluh menit yang lalu Fabio berbaring di atas kasurnya. Tidak melakukan apa-apa, tapi tampak gelisah. Dalam setiap lima detik sekali ia akan mengubah posisinya.
Sprei kasurnya sampai terlihat berantakan karena tubuhnya yang tak mau diam. Matanya beralih dari TV yang menyala tanpa volume suara ke jam dinding di dinding kabin sebelah kirinya.
Waktu seolah berjalan begitu cepat ia rasa, tapi dirinya tidak menginginkan itu. Otaknya tiba-tiba fokus pada satu suara yang memecah keheningan di kabinnya. Suara ketukan pintu itu berhasil membuatnya bangkit dari kasur dan bergegas membuka pintu.
Ekspresi Fabio tampak menyesal setelah menyadari ia tersenyum singkat pada orang yang berada di hadapan kamarnya, seketika raut wajahnya kembali ia pasang datar. Lalu menatap heran sesuatu yang berdiri di samping Anton.
Sebelum ia sempat bertanya, Anton bertanya lebih dulu, "Apa kau mengizinkan aku dan Liza masuk sebentar untuk mengucapkan kata-kata perpisahan, karena tiga puluh menit lagi kami akan pergi." Sorot mata Anton, sulit Fabio artikan.
Liza yang merupakan Darla itu tampak mengenakan pakaian yang umum dikenakan wanita timur tengah, gamis syar'i dan nikab yang menutupi seluruh wajah kecuali mata dan sedikit dahinya. Dengan warna keseluruhan hitam.
Fabio membuka pintunya lebar, walau tanpa mulut, ia mempersilahkan Anton dan Liza masuk dengan gestur tubuhnya.
"Kenapa Jessica mengenakan pakaian seperti itu?" Fabio tak dapat menahan diri untuk tidak bertanya.
"Sebenarnya ini untuk latihanmu besok, tapi karena besok aku sudah tidak ada di sini lagi, jadi malam ini saja. Aku sudah berencana dari awal, tujuan kapal ini akan membawamu ke Arab Saudi, jadi tampilan Liza aku samakan dengan wanita di sana, supaya ketika kau tak sengaja bertemu mereka di sana ku harap kau tidak akan kaget," jelas Anton sambil mengangkat tubuh Liza.
Darla yang bertopeng tubuh Liza menahan diri dengan keras untuk mempertahankan posenya agar tidak berubah. Cadar yang ia kenakan sangat membantu dirinya yang tak bisa mempertahankan hanya satu ekspresi. Namun ia sangat berhati-hati pada matanya agar tak berkedip saat Fabio menatapnya.
"Aku tidak butuh lagi latihan itu malam ini, dan seterusnya. Lupakan saja, sekarang apa yang ingin kau katakan padaku? Masalah gajimu, sudah kutransfer semua ke rekeningmu dan kutambahkan bonusnya."
Mendengar perihal gaji, membuat Darla memicingkan matanya, ia ingin kesal pada Anton dan menuntut Fabio sekarang, sebab ia memiliki nasib yang berbeda dalam hal gaji dengan Anton. Jika ia bukan Liza saat ini, ia sudah pasti akan menagih gajinya yang sudah bekerja di kapal selama tujuh hari.
"Bukan aku, tapi Liza yang ingin menyampaikan sesuatu padamu," kata Anton.
Wajah Fabio terlihat muak atau lebih menunjukkan kejenuhan atas ucapan tak masuk akal dari Anton. Bola matanya refleks berputar. Liza yang tak lebih dari patung itu tak dapat Fabio lupakan. Lalu apa yang akan disampaikan benda tak bernyawa itu padanya?
Anton mengeluarkan secarik kertas di kantong jaket kulit hitamnya. Lalu membuka lipatan kertas itu, "Khmm..." Ia mengetes suara sambil memperhatikan sekilas ekspresi mantan bos-nya.
Anton masih berdiri di samping Liza, dan Fabio berdiri gelisah di hadapan mereka.
"Ini katanya," Anton menyentuhkan genggaman tangan kanannya ke mulut.
"Dear Fabio, aku senang bisa mengenal orang sepertimu, walau pertemuan kita tak lama. Aku senang bisa berinteraksi denganmu dan berharap aku sedikit membantumu. Sebenarnya aku masih ingin berteman denganmu, mengobrol lebih banyak bersamamu, tapi Anton bersikeras ingin membawaku pergi. Jadi aku tak bisa berbuat apa-apa, kecuali kau berniat menahanku, mungkin akan ada keajaiban dari Anton." Anton mengusap hidung mancungnya, lalu melirik Fabio sekilas.
"Aku terlalu berharap ya? Ya sudah, kalau begitu aku akan menyampaikan hal lain saja tentang tuanku, tentang pria yang sedang membacakan surat ku ini padamu. Aku meminta maaf mewakilkan dirinya, dia memang salah telah berbohong padamu, tapi aku yakin dia menyesalinya, sebab kau perlu tahu bahwa alasan dia berbohong hanya untuk membantu gadis bernama Darla yang kau takuti itu. Oh iya, aku harus mengatakan ini, aku senang kau tidak takut padaku, kurasa aku satu-satunya wanita yang tidak kau takuti di bumi. Benar kan? Kau tidak perlu menjawab, aku sudah tahu jawabanmu. Kembali ke Anton, dan gadis yang ia tolong itu."
Di balik mata terangnya, Darla sesekali memperhatikan ekspresi Fabio yang tedh ketika mendengar Anton membacakan kalimat yang ia rangkai.
"Gadis bernama Darla itu telah mengalami kesialan semenjak berada di kapal yang tak menerima wanita ini, ia mendapati beberapa huruf pada namanya hilang dan berubah, sehingga namanya terkesan menjadi nama laki-laki, Darlo Altan. Ku akui nama itu cukup keren, tapi menjadi bencana untuk Darla, ia terpaksa menceritakan kondisi keluarganya pada Anton agar mendapat belas kasihan, karena Anton merupakan pria baik dan suka menolong, juga penyabar, ia pun bersedia membantu wanita itu dan membiarkannya bekerja di kapalmu tanpa sepengetahuanmu, wanita itu merupakan tulang punggung keluarganya, hanya ia satu-satunya harapan untuk orang tuanya yang sedang sakit-sakitan di rumah, karena gaji bekerja di kapal cukup menggiurkan, ia rela demi apapun agar bisa bekerja di kapal ini. Jangan tanya aku, dari mana aku tahu semua ini, karena walau aku terlihat diam, aku sering memperhatikan orang-orang terutama kalian bertiga, jadi sekali lagi aku mohon padamu untuk memaafkan Anton dan juga gadis itu ya. Salam hangat, Jessica Monalisa."
Anton melipat surat itu kembali seperti semula setelah selesai membacakan seluruh isinya di hadapan Fabio. Surat itu ia simpan kembali ke dalam kantong.
Menyadari Fabio yang masih diam, Anton meletakkan kedua tangannya di pinggang Liza. Ia sudah siap membawa Liza pergi.
"Kalau tidak ada yang perlu kau tanggapi, kami berdua pamit, doakan saya agar bisa sukses seperti dirimu, Fabio." Kata perpisahan yang Anton ucapkan terdengar menyakitkan di gendang telinga Fabio.
Darla yang sangat berharap tanggapan dari Fabio sangat kecewa. Ia greget ingin menunjukkan dirinya, tapi teringat yang dikatakan Anton bahwa Fabio takut melihat wanita, sehingga ia menahan dirinya. __Please cegah Anton pergi, Fabio__
"Tunggu!"
Anton yang sudah membawa Liza hampir sampai ke pintu berhenti dan menurunkan Liza. Sementara Darla tersenyum dibalik cadar hitam.
"Tinggalkan Jessica di kamarku, dan kau boleh pergi," ucap Fabio dengan serius.
Jantung Darla tiba-tiba bedegup kencang, serasa dipompa lebih cepat. Ia refleks mencengkram pergelangan tangan Anton dengan kencang.
Anton tertegun, entah kenapa ia merasa tidak rela jika Liza yang saat ini adalah Darla diambil oleh Fabio.
Entah itu Liza atau Darla yang tak ia relakan menjadi milik Fabio, yang jelas saat ini perasaannya dikacaukan oleh pikiran dan egonya sendiri.
"Maaf, walau ini hanya benda mati, tapi aku tak bisa memberikannya padamu," sahut Anton.