4. Awalan hidup baru
Eloise bersedekap, memajukan bibirnya beberapa centi, matanya melirik sinis sosok yang sedang melayang.
Kini Eloise sedang duduk bersila di lantai, dengan dress berwarna biru laut dan sedikit polesan make up. Hantu Vien yang menyuruh nya berdandan seperti ini, kalau tidak di turuti kuping nya bisa copot mendengar ocehan tidak bermutu dari Hantu Vien.
"Apakah aku harus melihat mu berputar putar seperti itu hah?!" Kalau di dalam kartun mungkin Eloise akan memunculkan tanduk serta hidung nya akan mengeluarkan asap.
"Aku ingin keluar, cuaca di luar sangat bagus" Eloise berucap lesu.
Hantu Vien mendekat, muka nya terlihat kesal.
"Yasudah keluar sana, aku ingin berjalan jalan juga"
Eloise menyerngit bingung
"Tapi kan kau melayang, tidak bisa berjalan"
Hantu Vien lebih memilih untuk menghilang dari pandangan Eloise. Dia frustasi menghadapi anak polos yang nyerempet bodoh ini.
Sedangkan, Eloise menghembuskan nafas kesal. Dirinya berjalan menuju pintu, membuka pelan pintu, mengintip di sedikit celahnya, memastikan.
Eloise berdecak kagum, pemandangan yang ia lihat mungkin bisa membuat matanya sakit saking silau nya. Bagaimana tidak, lorong yang ia lihat di dominasi dengan warna dan benda berwarna emas, menggores ginjal nya.
Membuka lebar pintu kamar, Eloise berjalan anggun-yang di buat buat- sambil memamerkan senyum cerah nya. Begini ya rasanya menjadi kaya, upss,, mungkin ini bisa di sebut sultan kalau di dunia aslinya.
Penampilan Eloise saat ini sangat cantik. Ia akui, visual Vien Tara memang sangat wah.
Kalau di dunia nya, visual Vien Tara bisa di sebut Unreal.
Eloise melangkahkan kaki nya pelan saat menuruni tangga berkarpet lembut, tangannya bergetar memegang pegangan tangga yang lagi lagi membuat ginjal nya insecure.
Matanya menelusuri atap, hingga tembok yang di hiasi lukisan lukisan cantik.
Eloise terlalu mengagumi sampai tidak sadar sudah mencapai tangga terakhir.
"Nona Vien, ada yang bisa saya bantu"
Sesosok wanita tua tiba tiba di berdiri depannya.
Eloise melotot kaget, berkedip pelan.
Orang didepannya memakai baju berwarna maroon, seperti nya berumur 50 ke atas dan seorang wanita.
Eloise berpikir keras, siapa kemungkinan orang didepannya ini.
"Nona? Nona Vien?!" Wanita didepannya berseru tepat di depannya, lalu menunduk meminta maaf.
" Iya, kau? Siapa?" Eloise memutuskan untuk bertanya saja, biar lah dia disangka lupa ingatan. Lagipula dia memang tidak ingat, karena dia bukan Vien Tara.
Wanita di depannya tidak terkejut, justru malah menatap nya dengan tatapan sendu. Eloise menelan ludah nya, gugup.
"Bibi tau akan seperti ini, nona Vien lebih baik duduk dulu" wanita tua itu menggiring nya duduk di sofa, yang sangat lembut. Tanpa sadar Eloise berbinar, dia mungkin dulu bisa di bilang kaya, tapi dia tidak pernah mau membuang uang demi membeli sofa lembut yang sangat mahal.
Eloise berdehem pelan lalu dengan canggung menatap wanita tua tadi. Dia merasa jadi sangat norak berada di dunia ini.
"Nona dinyatakan mengalami trauma yang membuat nona kehilangan ingatan, dokter belum tau sampai kapan nona kehilangan ingatan. Tapi, kemungkinan besar ingatan nona hilang permanen" wanita tadi tersenyum sendu
"Oh iya, nama bibi adalah Irma, Nona sering memanggil saya bibi Irma, saya pengasuh nona sejak kecil" lanjut nya.
Eloise mengerjapkan matanya, beroh ria.
"Salam kenal bi Irma" ucap Eloise dengan senyum canggung, diam diam menghembuskan nafas pelan. Ternyata tidak perlu mengarang banyak hal, Vien Tara memang sudah di nyatakan amnesia.
"Nona ada keperluan apa? Kok cantik sekali sekarang" bi Irma menatap Eloise dengan berbinar.
Eloise tersedak, mengigit bibir bawahnya.
"Aku, aku ingin keluar, cuaca nya sangat cerah" Eloise tersenyum lebar.
"Apakah perlu di temani?"
Eloise menggeleng, dia keluar bukan hanya untuk jalan jalan. Jadi, tidak mungkin ditemani.
"Tidak perlu, tidak apa apa, aku bisa sendiri" Eloise menjawab dengan terburu buru.
Bi Irma terdiam, Eloise sudah harap harap cemas, semoga aja wanita tua didepannya bisa mengerti.
"Kalau begitu, Bibi akan siapkan bekal ya untuk nona, tunggu sebentar yaa"
Eloise ingin protes, dia hanya ingin keluar, bukan piknik apalagi pergi sekolah, apa tetap harus membawa bekal?.
Namun, Eloise tetap duduk menunggu.
Dengan iseng dia menusuk nusuk sofa dengan telunjuk, lembut. Eloise ingin sekali membawa kabur sofa ini ke dunia nya untuk di jual. Mungkin, harga sofa ini, cukup untuk membiayai hidup nya sebulan tanpa bekerja.
Eloise beralih ke meja di depannya, ada beberapa camilan, kalau dilihat camilan nya sama dengan camilan di dunia nya.