"Sebuah kebanggaan bagi kami untuk mempunya murid-murid yang cerdas seperti kalian," suara kepala sekolah menggema di seluruh penjuru aula. "Murid yang tahu kemana dia akan melangkah, dan..."
"Oh, ayolah, tolong jangan terlalu melebih-lebihkan, lagipula yang Anda anggap pintar hanyalah para anak-anak donatur sekolah yang Anda anggap...aw, Freya!" Katya memekik cukup keras saat kakinya diinjak oleh Freya. Cukup keras untuk membuat satu barisan menoleh kepadanya, beruntungnya kepala sekolah tidak mendengar pekikan Katya (atau mungkin tidak menggubrisnya).
"Katya, sebaiknya kau dengarkan dulu kepala sekolah, baru—" perkataan Adrian terpotong saat Katya segera berdiri dan mengambil skateboard yang terletak di samping kursinya.
"Duduk manis di kursi dan mendengar ocehan wanita itu? Maaf sekali, tapi itu bukan sikapku."
Sebelum Katya sempat memegang gagang pintu aula dan pergi keluar, Kepala Sekolah sudah menyadari apa yang sedang dilakukan Katya.
"Katya Devilous Shaman?" suara kepala sekolah sampai di telinga Katya. Seluruh murid juga memandang ke arahnya.
"Sial."
"Katya, lebih baik kau kembali ke tempat dudukmu, sayang."
Katya mendengus. "Maaf, tapi apakah harus? Anda bilang di grup kelas jika tidak ingin ikut kami boleh pergi."
"Tapi kamu sudah disini, Katya, mungkin 15 menit lagi akan selesai," jawab Kepala Sekolah.
"Mendengarkan omongan wanita tua yang berbohong dan membuat orang tuaku menjadi tidak peduli kepadaku? Oh, jangan membuat saya tertawa. Lebih baik urusi saja murid-murid pintar Anda yang selalu Anda bangga-banggakan setiap saat. Beruntung sekali besok saya akan lulus."
Katya melenggang keluar dari aula. Freya dan Adrian pun akhirnya juga mengikuti kemana sahabat mereka pergi. Memang sudah sejak setahun yang lalu Katya membenci sekolah, dia sebenarnya tidak oernah berbuat onar, tapi, kepala sekolah yang entah kerasukan iblis jenis mana tiba-tiba mempermalukan keluarga Katya atas hal yang tidak pernah dilakukannya.
"Katya!" Adrian berteriak.
"Kenapa kalian mengikutiku? Seharusnya kalian tetap tinggal disana dan mendengarkan nasihat dari kepala sekolah yang baik hati," Katya menekankan ketika dia mengucap kata nasihat. Saat mereka sudah tiba di halaman sekolah, Katya menaiki skateboard-nya dan pergi keluar dari sekolah.
Kedua sahabatnya tidak mau kalah. Mereka dengan tergesa-gesa mengambil skateboard mereka masing-masing yang terletak di depan gerbang sekolah dan menyusul Katya yang terlihat jengkel.
"Katya, aku tahu kau marah. Tapi kejadian itu sudah setahun yang lalu," Freya mencoba untuk menenangkan Katya yang terlihat sedanh berapi-api.
"Iya, Katya. Sepertinya ini saatnya untuk kau berhenti marah kepada Kepala Sekolah, beliau adalah wanita yang sangat baik dan—"
Katya menimpuk Adrian dengan tasnya. "Kejadian itu memang sudah setahun yang lalu. Tapi penyihir itu sama sekali tidak mau meluruskan apa yang dikatakannya! Dengar ya, orang tuaku sama sekali tidak suka jika anaknya bermasalah dalam soal sekolah atau apalah yang relevan dengan hal itu. Mereka mendengar aku menghilangkan buku pelajaran saja aku sudah murka bukan main, apalagi waktu itu kepala sekolah bilang bahwa aku merusakkan beberapa piala dan bertengkar dengan guru. Oh, tolong, waktu itu aku hanya meninggikan suara, camkan baik-baik, meninggikan suara, dan Miss Jevva sama sekali tidak mengerti, kepala sekolah itu hanya mendengar saat aku meninggikan suara padahal sejak awal Miss Yura yang mulai mengolok-olokku," Katya tambah jengkel ketika kedua sahabatnya terlihat menenangkan dengan cara menyepelekan masalah Katya dengan Miss Jevva (alias kepala sekolah). Freya dan Adrian hanya bisa terdiam dan menggaruk kepala mereka sendiri. Sudah tugas mereka untuk menenangkan Katya saat dia sedang tidak bisa lagi membendung amarahnya. Setiap saat, hanya mereka yang bisa menenangkan Katya, walau mereka sebenarnyabtidak tahu apakah Katya masih menahan amarahnya saat dia diam seribu bahasa di depan Freya dan Adrian.
"Orang tuaku sudah tidak mau mendengarkanku. Hanya kakak yang masih mau percaya kepadaku," gumamannya cukup keras sehingga sepertinya dapat didengar oleh sekitar lima orang yang berada di dekat mereka.
Katya kembali menaiki skateboardnya. Freya dan Adrian juga mengikutinya lagi. Kedua sahabatnya sudah tahu jelas kemana Katya akan pergi. Taman, tempat biasanya mereka bermain skateboard. Fi taman itu biasanya terdapat para anggota Klub Skateboard yang sedang berkumpul. Tetapi, Katya, Freya, dan Adrian sendiri tidak tertarik untuk bergabung. Asal kalian tahu, Klub Skateboard itu dipenuhi oleh para gadis-gadis kurang kerjaan yang suka mencari perhatian (dan mereka tidak bisa bermain skatebord sama sekali).
Hanya taman itu yang sering mereka gunakan untuk berkumpul. Mereka sering melihat matahari terbenam disana sebelum mereka bertiga memutuslan untuk pulang ke rumah.
"Sepertinya, aku menyukai Rian," ucap Freya tiba-tiba. Katya dan Adrian menoleh ke Freya yang berada di tengah-tengah mereka berdua. Katya dan Adrian sama-sama bingung kemana sebenarnya arah pembicaraan mereka kali ini.
"Katya, apakah ada seseorang yang kamu suka?" Keheranan Katya semakin bertambah, ada apa sebenarnya dengan anak ini?
"Sepertinya tidak ada," jawab Katya dengan ringan.
"Katya, lebih baik kau katakan saja jika kau menyukai seseorang di antara kita," Freya entah kepalanya terkena petir Zeus atau Thor tiba-tiba menjadi sangat penasaran dengan hal seperti ini.
Katya tertawa, "Maksudmu, kau menyuruhku berterus terang jika aku menyukaimu?"
Freya menjadi salah tingkah, "Bukan begitu maksudku, tapi, jika kau menyukai Adrian—"
Katya menyemburkan minuman yang sedang diteguknya. Membuat Katya terbatuk. "Maaf, Freya. Tapi—"
Katya tidak sanggup menahan tawa karena pernyataan bodoh dari Freya itu. Adrian juga lama-kelamaan ikut tertawa.
Frey, dengar, jika aku bilang aku menyukai Adrian maka itu bukan aku, paham?"
"Tapi, kalian—"
"Oh, ayolah, Freya, kau ini juga tidak biasanya membahas hal seperti ini. Tersambar petir apa kau?" Katya meraih skateboardnya. Lalu menuju lintasan.
Sinar matahari mulai meredup, pertanda bahwa ia akan segera tumbang di ufuk barat. Hari berlalu dengan sangat cepatnya. Entahlah, mungkin baru kemarin rasanya Katya dan kedua temannya bertemu di atap sekolah. Sekarang, bisa saja ini pertemuan terakhir mereka sebelum lulus.
"Hei, bagaimana kalau kapan-kapan kita pergi keluar negeri? Mungkin ke Prancis atau Inggris? Tenang saja, semuanya aku yang bayar," sedari dulu, Freya memang sudah dikenal sebagai anak konglomerat yang tingkat ke-konglomerat-an-nya sudah di atas konglomerat-konglomerat yang lainnya (ya, mungkin kalian bingung dengan penjelasan ini, tapi begitulah).
Katya memberhentikan laju skateboardnya. "Itu ide yang bagus, seharusnya Kak Rhino mengizinkanku."
"Rhino kakakmu?" tanya Freya
Sekali lagi, Katya merasa bahwa itu pertanyaan yang bodoh, "Siapa lagi? Kalau bukan kakakku, biat apa aku meminta izin kepadanya? Dasar."
Saat ini, matahari sudah benar-benar tenggelam. Freya dan Adrian memutuskan untuk pulang. Sedangkan Katya sendiri yang biasanya pulang bersama kedua sahabatnya memutusman untuk tinggal sedikit lebih lama.
Detik berganti menit, menit berganti jam, waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Sudah larut untuk melanjutkan bermain skateboard, lagipula, taman juga sudah sepi. Hanya bulan yang menemani Katya, hanya bulan.
Tapi, Katya menyadari bahwa semuanya terlalu sepi, seperti ada yang janggal. Tidak mungkin jalan raya sesepi itu, tidak ada sama sekali kendaraan yang melintas. Bahkan, lampu-lampu rumah yang berada di dekat taman padam total. Yang bisa Katya rasalan hanyalah rumput yang dia pijak. Cahaya bulan menerangi dan mengikuti kemana dia pergi, cahaya bulan tersebut membentuk sebuah lingkaran cahaya, seakan mencoba untuk melindunginya dari bahaya malam yang misterius.
Kecemasan mulai menggelayuti Katya, merasuk ke dalam dirinya. Dia berniat untuk berlari pulang. Katya keluar dari lingkaran bulan, dan itu sebuah kesalahan fatal (sebenarnya). Tiba-tiba, gemuruh badai terdengar menggelegar di atas langit. Petir terlihat menyambar.
Katya sama sekali tidak paham apa yang telah terjadi, yang jelas, Katya paham bahwa ini adalah suatu masalah yang berbahaya. Tapi, badai tersebut seperti mengejar Katya.
Kenapa hari ini sepi sekali, astaga, ucap Katya dalam hati. Dia menggertakkan giginya kuat-kuat, mencoba berlari lebih cepat daripada sebelumnya.
DAR! Petir sekali lagi menyambar, membuat pekak telinga Katya. Yang lebih parahnya lagi, Katya tersambar petir tersebut.
Dan, semuanya menjadi gelap.
"Katya Devilous Shaman. Apakah kau siap menemukan siapa sebenarnya jati dirimu?" []