Bab. 29
Setelah mereka lelah bermain mereka pergi menuju restoran untuk makan dan mengisi perut mereka yang kosong saat jam menunjukkan pukul sepuluh malam mereka pulang dengan perasaan senang.
Aleta dan Elvano berjalan menuju rumah mereka dalam diam dengan tangan yang saling menggenggam. Aleta menatap tangan yang saling menggenggam dengan sedikit kesurupan dimatanya selain itu dia memiliki emosi yang sedikit rumit dihatinya karena sebelumnya saat pertama kali dia dilahirkan kembali dia penuh dengan kebencian dan menganggap dirinya tidak akan mencintai seseorang lagi setelah Algibran membuatnya mati dengan konyol.
Tapi, Aleta mengangkat matanya dan melirik Elvano yang memiliki senyum tipis diwajahnya lalu menghela nafasnya. Kali ini dia benar-benar sedikit menyukai Elvano yang dingin tapi sifat sebenarnya masih kekanak-kanakan Aleta menghela nafasnya lagi dengan rumit karena dia mulai sedikit menyukai Elvano dia akan mencoba terbaik untuk membalas cinta yang tidak terbendung dari Elvano meskipun dia merasa sedikit tidak pantas karena tidak bisa membalas cinta yang setimpal hanya karena dia Aleta yang dikehidupan sebelumnya hatinya babak belur hanya bisa menyukainya Elvano perlahan dan selangkah demi selangkah.
Elvano yang mendengar orang yang disebelahnya telah menghela nafas dua kali membuatnya penasaran dan menundukkan kepalanya untuk melirik Aleta yang memandangnya lalu menghela nafas lagi yang membuat Elvano bertanya dengan bingung.
"Ada apa?"
"... Tidak ada."
"Benarkah..?"
Elvano menatap Aleta dengan curiga dan menatapnya dengan tatapan menyelidik. Aleta melihat Elvano yang menatapnya dengan curiga merasa tidak senang yang membuat matanya menyipit dan menarik kerah Elvano dan berbisik ditelinganya dengan suara lembut dia mengungkapkan perasaan yang ada dihatinya setelah itu Aleta melepaskan tangannya dari kerah Elvano dan berjalan dengan cepat untuk menyembunyikan rasa malu dihatinya dan meninggalkan Elvano yang membeku tidak bergerak.
Elvano yang masih merasakan nafas Aleta yang dia hembuskan saat berbicara masih terasa ditelinganya yang membuat telinganya mati rasa lalu menyebar keseluruhan tubuhnya dan membuat leher, wajah dan telinganya dengan cepat memerah seolah akan meneteskan darah.
Kurasa aku sedikit menyukaimu..
Menyukaimu..
Suara Aleta terngiang-ngiang ditelinganya membuat Elvano sedikit pusing dan melayang lalu dia menutupi wajahnya dengan tangannya karena dia bisa merasakan panas yang membakar diwajahnya. Elvano mengabaikan kata 'sedikit' yang Aleta ucapkan karena dia tahu bahwa bahkan jika hanya sedikit saja dalam perasaan Aleta padanya berarti dia sudah menang.
Bahkan Elvano bisa merasakan jika perilaku sebelumnya yang Aleta lakukan hanya karena toleransinya, dia tidak tahu apa yang dilakukannya sebelumnya hingga membuat Aleta bisa menoleransinya tapi dia tidak pernah ingin tahu apa yang telah dia lakukan sebelumnya yang dia inginkan sekarang adalah Aleta yang menatapnya, menyukainya dan mencintainya yang sekarang bukan dia yang dulu, dia tidak pernah ingin mengakui bahwa dia cemburu pada dirinya sendiri.
Setelah tersadar Elvano menatap Aleta yang telah menjauh dan dengan cepat menyusulnya dengan senyum lebar diwajahnya.
"Quenby~"
"Quenby~"
Aleta yang mencoba menenangkan dirinya merasakan panas di pipinya kembali saat Elvano memanggilnya dan siapapun yang mendengarnya tidak akan sulit untuk mendengar kegembiraan dalam suaranya.
"Berhenti berbicara."
Suara Aleta yang pelan seperti bisikan ditelinga Elvano dia hanya terus menerus memanggil Aleta dengan gembira.
"Quenby~"
"... Berhenti."
"..."
Akhirnya berhenti, meskipun Aleta merasa sedikit malu dia menarik kembali tangannya yang menekan bibir Elvano yang terus menerus memanggil namanya.
"Jangan bicara, oke?"
"Hehehe~"
Elvano menganggukkan kepalanya dan memeluk Aleta dengan erat dengan senyum manis diwajahnya lalu melepaskan pelukannya sebelum Aleta mencoba melepaskan diri dari pelukannya.
"Sangat senang...?"
Aleta menatap rumit pada Elvano dan bersandar pada dinding rumahnya ah tidak ini rumah mereka dan bertanya dengan keraguan dalam suaranya.
"Hmm!"
Elvano menganggukkan kepalanya dengan bersemangat. Aleta mengerjapkan matanya untuk menutupi sedikit kebingungan dimatanya tapi dia tidak menanyakan mengapa Elvano merasa sangat senang meskipun dia hanya mengatakan bahwa dia hanya sedikit menyukainya.
"... Ayo masuk."
Aleta membalikkan badannya dan masuk ke rumahnya, merasakan suasana dan aroma familiar yang dia lihat dan cium membuatnya merasakan kelelahan yang melandanya yang membuatnya mengambil langkah cepat untuk mandi dan tidur di tempat tidurnya yang lembut.
Melihat Aleta yang melupakannya lagi membuat Elvano mencerutkan bibirnya tapi dia dengan cepat menghapus ketidaksenangan dihatinya dan pergi menuju kamarnya untuk mandi.
Lima belas menit kemudian...
Elvano berjalan keluar dari kamar mandi dengan piyama hitam ditubuhnya dan handuk yang ada ditangannya terus menerus menggosok rambut basah yang ada dikepalanya. Sambil menyenandungkan lagu Elvano mengambil bantal yang ada di tempat tidur dan berjalan menuju kamar Aleta dengan suasana hati yang baik dan bersemangat.
Tapi saat dia mendorong pintu kamar Aleta, Elvano menatap pintu yang tetap ditempatnya dan tidak terbuka dengan wajah tercengang.
Terkunci?!
"..."
Elvano menarik napas dalam-dalam dan berjalan menuju kamarnya untuk mengambil kunci duplikat kamar Aleta yang dia sembunyikan secara diam-diam sebelumnya lalu berjalan kembali menuju kamar Aleta dan memasukkan kunci tersebut dan membuka pintu kamar Aleta dengan pelan.
Menatap Aleta yang tertidur pulas Elvano yang memegang bantal ditangannya berjalan menuju tempat tidur Aleta setelah meletakkan bantalnya, Elvano menarik selimut untuk menutupi tubuhnya lalu memeluk Aleta dari belakangnya dengan puas.
Pagi berikutnya.
Membuka matanya dengan pelan Elvano mengerjapkan matanya lalu menurunkan matanya untuk melihat Aleta yang ada dipelukannya selama beberapa detik lalu melepaskan tangannya dari pinggang Aleta, Elvano bangun dan mengambil bantalnya untuk kembali ke kamarnya.
Mengusap bantal yang ada dibawahnya Aleta mengerjapkan matanya dengan sedikit kebingungan setelah mengumpulkan nyawanya aleta bangun dan berjalan menuju kamar mandi. Beberapa menit kemudian Aleta mengambil tas sekolahnya dan berjalan keluar dari kamarnya.
Elvano yang keluar dari dapur menatap Aleta yang sedang berjalan menuruni tangga lalu berbicara sambil tersenyum dimatanya.
"Makan."
"Ya."
Aleta menatap Elvano yang memakai seragam yang tanpa kerutan ditubuhnya lalu melirik makanan yang ada ditangannya dengan cepat menuruni tangga dengan bersemangat setelah mengingat rasa makanan yang dibuat oleh Elvano sangat luar biasa.
Melihat mata kuning Aleta yang cerah, Elvano tersenyum senang dan meletakkan makanan yang ada ditangannya dimeja makan setelah mereka sarapan mereka bersiap-siap untuk berangkat kesekolah.
Aleta mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Elvano karena saat ini mereka selalu ditatap dari gerbang sekolah yang membuat Aleta merasa cemas dan malu.
Elvano selalu mengabaikan tatapan yang akan dilontarkan disekitarnya tapi melihat Aleta yang merasa malu dia melepaskan genggamannya dan menghela nafas sedikit menyesal karena Aleta yang merasa risih oleh tatapan yang ada disekitarnya karena mereka saling berpegangan tangan tapi jika terlihat oleh guru juga sedikit tidak menyenangkan jadi karena alasan ini dia dengan mudah melepaskan tangannya dari Aleta.
Menghela nafas lega Aleta menatap sekelilingnya dengan tatapan galak yang membuat orang-orang yang menatapnya memalingkan wajahnya tapi yang tidak Aleta sadari adalah orang-orang yang menatapnya merasakan panah di hati mereka karena saat Aleta memberikan tatapan galak membuat kontras lucu dari sikap dingin yang biasa Aleta pancarkan dan membuat wajah beberapa anak laki-laki menjadi sedikit merah dan melirik beberapa kali pada Aleta yang tidak menyadarinya.
Apa mereka tidak menyadari kami adalah pasangan?!
Wajah Elvano menjadi gelap dan memberikan tatapan dingin pada anak laki-laki yang menatap Aleta-nya dengan tatapan yang kamu tahu itu. Beberapa anak laki-laki yang menatap Aleta merasakan tatapan dingin yang membuatnya kedinginan lalu mereka melihat Elvano yang memiliki wajah gelap dan mata yang dingin dan suram bagaikan ular yang sedang menatap mangsanya yang membuat mereka bergidik ketakutan dan berlari dengan cepat.
Elvano mencerutkan bibirnya dan menarik tangan Aleta menuju kelas mereka tapi ditengah jalan Elvano berhenti secara tiba-tiba yang membuat Aleta yang tidak siap menabrak punggung Elvano dengan keras.
"Uhh.."
Elvano berbalik setelah mendengar erangan kesakitan dan menatap Aleta yang sedang menutupi hidungnya dan matanya yang memerah dengan sedikit panik dan rasa bersalah.
"Maaf..."
Aleta memelototi Elvano lalu melambaikan tangannya dan menjawab Elvano dengan suara yang sedikit bergetar karena rasa sakit yang ada di hidungnya.
"Tidak apa-apa..."
Setelah menggosok hidungnya dan tidak merasakan rasa sakit di hidungnya Aleta menatap Elvano dengan ragu dan bertanya dengan bingung.
"Kenapa berhenti?"
"Aku tidak tahu dimana kelas ku..." Mata Elvano sedikit berkeliaran karena malu.
"..."
Setelah beberapa detik hening, Aleta tertawa dan menarik tangan Elvano dan berjalan menuju ruang kelas mereka tapi karena kelas mereka yang bersebelahan dia tidak perlu lagi mengantar Elvano, jadi situasi Elvano yang memimpin Aleta didepan kini berada dibelakang dan mengikuti Aleta yang memimpin jalan didepannya yang matanya selalu menatap kuncir kuda yang bergoyang di kepala Aleta.
"Disini. Lalu aku pergi."
"Kemana?" Elvano mengerut keningnya dengan bingung.
"Kelasku ada disebelah."
Aleta menepuk kepala Elvano dengan pelan dan berjalan pergi menuju kelasnya Elvano menurunkan pandangan lalu membuka pintu kelas 2-2.
"Kak Vano sini!"
Elvano menganggukkan kepalanya dan berjalan menuju meja yang ditunjuk oleh Gallendra. Udara yang ada dikelas sedikit mandek karena kedatangan Elvano tapi setelah mereka menatap Elvano disudut mata mereka, mereka dengan cepat menyibukkan kegiatan mereka sendiri.
"Aku dengar Nicholas akan kembali ke Indonesia."
"Benarkah?" Dylan menatap Arfian dengan tatapan bertanya
"Aku tidak tahu." Arfian menggelengkan kepalanya karena dia benar-benar tidak tahu apakah kepulangan Nicholas ke Indonesia itu benar atau tidak.
"Dia akan kembali."
Saat mereka sedang berbicara tentang Nicholas Algibran berbicara dengan sinis saat berbicara tentang Nicholas.
"..."
Elvano yang mendengar nama Nicholas ditelinganya membuat tubuhnya menjadi kaku dan tidak bisa mengendalikan tangannya yang mengepal dengan erat hingga kukunya menembus telapak tangan hingga berdarah.
"Apa yang salah Kak?"
"... Tidak ada."
Suara Elvano menjadi sedikit serak tapi dia tetap mengabaikan perasaan tidak nyaman yang ada dihatinya dan bertanya seolah-olah dia tidak tahu siapa Nicholas.
"Siapa Nicholas?"
"Sepupu jauh Aleta."
Algibran mengangkat kelopak matanya dan melirik Elvano dengan sedikit senyum licik dalam suaranya.
"Oh."
"Apa kamu tidak penasaran?"
"..."
"Sepupu jauh Aleta yang selalu mendekat dengan Aleta bahkan saat aku kecil dia pernah mengancam ku untuk menjauh dari Aleta tapi pada akhirnya dia dipukul oleh Aleta saat itu."
Algibran berkata sambil mencibir setelah itu dia tertawa mengingat ingatan saat kecil dulu sambil melirik Elvano dengan tatapan provokasi yang tersamarkan di matanya yang tertekuk karena tawa.
Pulpen yang selalu berputar ditangan Elvano berhenti lalu memalingkannya kepalanya dan menatap Algibran dengan tenang. Wajah Elvano yang terlalu tenang membuat Algibran merasa sangat tidak nyaman karena dia merasa Elvano tidak mengambil hati apa yang dia katakan karena apa yang dia Artika dalam perkataannya secara samar adalah 'Nicholas menyukai Aleta' dan dia akan memiliki saingan dalam cinta.
"Apa?"
"Sebaiknya kamu menjaga kekasihmu dengan baik dan jangan membiarkannya berkeliaran diantara para pria yang menarik."
Elvano menyunggingkan senyum dingin diwajahnya lalu memalingkan kepalanya untuk menatap buku yang ada dimeja nya dan mengabaikan wajah Algibran yang menjadi biru dan putih lalu menjadi hitam.
"Elvano! Apa yang kamu lakukan pada Adele?!"
Algibran menggertak giginya dan menatap marah pada Elvano yang sedang menundukkan kepalanya. Elvano mengedipkan matanya dan merentangkan tangannya dengan polos dan menatap Algibran dengan senyum diwajahnya tapi tidak ada senyuman dimatanya.
"Aku tidak~"
"Kamu––!"
Kata-kata Algibran berhenti setelah Pak Rendra masuk kelas dengan wajah cemberut. Algibran merasa tidak senang karena perkataannya terpotong tapi dia menatap Elvano dan berkata dengan dingin.
"Aku pasti akan memperlihatkan wajahmu yang sebenarnya pada Aleta!"
Setelah mengatakan itu Algibran memalingkan wajahnya dengan wajah gelap. Kini wajah Elvano yang menjadi dingin dan menatap Algibran dengan suram lalu dengan cepat dia tersenyum cerah dan mengabaikan ancaman Algibran padanya lalu berbisik yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua.
"Hehehe~ Apakah dia akan mempercayaimu?"
Mendengar perkataan Elvano membuat Algibran membeku lalu menoleh pada Elvano dengan tatapan tabjuk dimatanya karena dia tahu apa yang dikatakan Elvano membuatnya sadar bahwa Aleta mungkin tidak akan pernah mempercayainya lagi.
"Hehehe~"
Melihat Algibran yang diam mematung membuat Elvano tersenyum lebar dan tertawa yang memperlihatkan taring tajam yang sedikit bersinar karena cahaya yang terpantul dari matahari yang menyinari ruang kelas yang sedikit dingin yang membuatnya terlihat seperti vampir yang licik, penuh perhitungan, dan berperut gelap yang selalu bersembunyi dalam kegelapan mulai memperlihatkan taringnya untuk mengakhiri permainan yang dia buat.
Wajah Algibran menjadi pucat meskipun dia adalah pemeran utama pria didunia ini yang akan mempesona dunia dimasa depan tapi usianya baru saja menginjak 17 tahun bukan tandingan Elvano yang telah mengalami reinkarnasi berkali-kali dan telah bertarung dengan rubah tua dan licik dari pusat perbelanjaan, apalagi dia telah mengalami pembunuhan, perhitungan, penghinaan, dan siksaan dari orang-orang disekitarnya jadi meskipun dia hanya memiliki sedikit ingatannya dia tidak akan kehilangan ketajaman dan kekejaman yang telah mendarah daging dalam dirinya.
"Apa yang kalian bisikan disana?!"
Pak Rendra berteriak dengan keras dan menatap Elvano dan Algibran yang sedang berbisik-bisik dengan marah. Elvano menarik kembali tubuhnya yang sedang mencondongkan kearah Algibran dan menatap dan menjawab Pak Rendra dengan tenang.
"Tidak ada."
"..."
Algibran menundukkan kepalanya dan tidak menjawab pertanyaan Pak Rendra yang membuatnya menaikan suara dan berkata dengan marah.
"Keluar dari kelas!"
Elvano berjalan keluar dengan santai diikuti oleh Algibran yang masih menundukkan kepalanya dengan diam. Setelah melihat keduanya pergi Pak Rendra yang sedang dalam suasana hati yang buruk menceramahi muridnya dengan keras dan berlama-lama meskipun itu bukan untuk memarahi muridnya yang baik.
"Huh! Kalian yang masuk kesini hanya dengan kekuatan keluarga tidak bisa sewenang-wenang melakukan sesuatu diluar jam pelajaran, cobalah belajar dengan giat! Yang hanya masuk kesekolah ini dengan otak hanya sedikit jadi jadilah pintar jangan meremehkan orang-orang tanpa otak!"
Semua orang : "..."
Semua orang yang ada dikelas merasa sedikit malu, meskipun hanya beberapa saja yang masuk dengan kekuatan keluarga tetap saja mereka merasa tidak nyaman, marah dan malu karena apa yang dikatakan Pak Rendra terdapat sedikit kebenaran karena keluarga mereka yang punya uang dan berkuasa, perilaku mereka menjadi buruk yang membuat mereka berperilaku sewenang-wenang dan tidak pernah mencoba memandang peraturan yang dibuat oleh sekolah apalagi mereka terkadang meremehkan dengan apa yang disebut dengan peraturan sekolah.
Gallendra dan teman-temannya hanya bisa menundukkan kepalanya karena takut terkena amarah Pak Rendra yang sedang dalam suasana hati yang buruk.
Gallendra yang telah mendengar percakapan antara Algibran dan Elvano merasa sangat rumit karena dalam mimpi itu Nicholas tidak akan pulang ke Indonesia dengan bebas hanya bisa tersembunyi disudut gelap jadi dia merasa sedikit panik tanpa alasan karena ini sangat berbeda dengan yang ada dalam mimpi itu.
Apakah itu efek kupu-kupu?
Tapi ini adalah kenyataan bukan mimpi..
Sebaiknya aku tidak terlalu tergantung pada mimpi tentang suatu kejadian yang akan datang..
Gallendra menghela nafas panjang dan mencoba mengikuti arus apapun yang terjadi didepannya dengan tenang dan rasional.
....
Elvano menyenandungkan lagu dalam suasana hati yang baik karena bisa membuat pria yang menatap Aleta-nya dengan emosi rumit yang tidak dia mengerti kemarin dalam suasana hati yang buruk dengan wajah merah dan putih.
Algibran yang mengikuti Elvano menatap bagian belakang kepalanya dengan tatapan tajam meskipun wajahnya selalu berubah warna menjadi merah dan putih setelah memikirkan percakapan mereka belum lama ini.
Jadi situasi saat ini adalah seorang pria muda yang memiliki wajah gelap masih dengan teguh mengikuti pria muda dengan rambut pirang yang lebih tinggi darinya dan dalam suasana hati yang baik dengan mata dingin dan tajam.
Tapi situasi tidak bertahan lama karena sebuah suara memecahkan suasana buntu yang terjadi karena Algibran yang terlalu lama menatap dengan tajam dan mengikuti Elvano dengan keras kepala.
"Gibran?"
Algibran berhenti mengikuti Elvano dan memalingkan kepalanya untuk menatap seseorang yang memanggilnya.
Wajah tampan dan cerah, mata hijau, batang hidung yang tinggi, bibir tipis yang tersenyum, rambut coklat dan kulit putih dengan tinggi 185 cm kini menatap Algibran dengan sedikit kejutan diwajahnya.
Algibran menatap Nicholas dengan rasa jijik diwajahnya dan berbicara dengan dingin.
"Kamu kembali."
"Ya, apa kamu merasa tidak senang?"
Nichola masih memiliki senyum diwajahnya dan menjawab Algibran sambil bercanda.
"Sungguh lebih baik kamu mati."
"..."
Nicholas berhenti berbicara lalu menurunkan matanya untuk menutupi jejak ketakutan dan sedih yang ada dimatanya. Melihat Nicholas yang tidak menjawab membuat dan hanya terdiam mematung membuat Algibran merasa aneh dan bertanya dengan ragu.
"Kenapa?"
"... Tidak ada."
Nicholas menggelengkan kepalanya dan menatap punggung pria yang telah menjauh dari pandangannya dengan perasaan familiar.
"Siapa dia?"
Algibran mengikuti pandangan Nicholas tapi melihat tidak ada seorangpun di depannya membuat Algibran menatap sekeliling karena dia tidak melihat Elvano jadi mungkin yang ditanya oleh Nichola adalah Elvano.
"Elvano."
"Siapa..?"
Nicholas merasa telinganya agak bermasalah karena kenapa dia merasa nama yang Algibran sebutkan adalah orang gila itu, dan bertanya pada Algibran dengan hati-hati dalam suaranya yang tidak Nicholas sadari.
"Apa?"
"Elvano Xavier Dirgantara."
"..."
Meskipun Nicholas sedikit mempersiapkan dirinya dari mendengar jawaban terburuk dari mulut Algibran tetap saja setelah mendengar nama Elvano membuat kepalanya berdengung dan perasaan sesak di dadanya karena ketakutan yang berlebihan terus menghampirinya.
Nama Elvano sangatlah terkenal didunia entah itu karena julukan yang positif adalah 'anak jenius', 'pria yang hebat', 'orang terkaya didunia termuda', 'pria berkarisma', ataupun 'pria muda yang luar biasa' ada juga julukan yang negatif seperti 'pria gila', 'sisa-sisa dari keluarga yang hancur', 'anak yang ditinggalkan', 'tiran', dll membuat siapapun akan kagum dan takut, yang membuat mereka kagum adalah karena dia jenius dan luar biasa sedangkan yang membuat mereka takut adalah karena Elvano adalah tiran yang sangat gila.
Sensasi yang luar biasa yang pernah membuat dunia gempar adalah karena kejadian Kent Ivander Reuel. Pria gila dan juga pada saat waktu itu dia juga adalah pria termuda dalam daftar orang terkaya didunia mati dengan sangat tragis, hanya beberapa orang yang tahu siapa yang membunuh pria gila itu yaitu Elvano yang saat itu masih berumur lima belas tahun apalagi dengan metode yang sangat kejam.
Beberapa orang yang terlibat dengan lingkaran pertemanan Kent tapi masih hidup dan menendang karena bersembunyi, hidup dalam ketakutan akan bayang-bayang jika Elvano akan datang pada mereka dan membunuhnya dengan sangat kejam karena mereka juga tahu sesuatu tentang Elvano yang pernah menjadi bahan percobaan Kent yang gila.
Dia juga mengetahui kejadian ini setelah dia sepenuhnya mengambil kekuatan keluarganya saat dia berumur 23 tahun saat dia menyelidiki kenapa Elvano mencoba membunuh mereka.
Dan meskipun Nicholas telah berhasil membunuh Elvano dengan mati bersamanya dikehidupan sebelumnya membuatnya masih merasakan perasaan tubuh tercabik-cabik dan meledak menjadi daging berserakan karena ledakan bom membuat wajahnya menjadi pucat tapi yang membuatnya sakit adalah dia benar-benar terlahir kembali saat dia berumur tujuh belas tahun.
Tapi yang dia ingat adalah Elvano tidak akan ada di Indonesia jadi kenapa dia ada disini?
Nicholas berhenti memikirkan ini dan mencoba menyusul elvano yang telah pergi menjauh tapi saat dia akan menyusul Elvano tiba-tiba diberhentikan oleh Algibran.
"???"
"Kemana?"
Algibran mengerutkan keningnya melihat Nicholas yang terlalu memperhatikan tempat dimana Elvano pergi.
"Aku akan pergi untuk melihat."
"... Oke."
Algibran mengangkat kelopak matanya dan menatap Nicholas dengan mata yang dalam dan menyingkir dari jalan yang menghalangi jalan Nicholas. Nicholas menatap Algibran masih dengan senyum diwajahnya dan berkata dengan ringan.
"Terimakasih."
"Pergi."
Nicholas pergi dengan cepat untuk mencoba menyusul Elvano yang telah pergi jauh dan tidak melihat senyum aneh diwajah Algibran saat Nicholas berbalik.
"Gila."
Algibran mengangkat sudut mulutnya tapi dia mengikuti tidak jauh dari Nicholas karena dia ingin tahu apa yang ingin dilakukan oleh Nicholas pada Elvano.
....
[Seseorang mengikuti mu.]
Aku tahu.
[Lalu...]
Tidak apa-apa.
[Apa yang akan kamu lakukan?]
...
[...]
Elvano menundukkan kepalanya dan menendang batu yang ada dijalan dengan bosan.
[Sudah kukatakan sebelumnya, hidupmu sekarang terlalu membosankan.]
Heh
[Sungguh, bukankah hidup lebih menyenangkan jika semuanya kacau.]
[Diam!]
[Apa yang kamu katakan?!]
[Membosankan.]
[Hidup tenang dan damai sudah cukup bagus bukan Vano?]
Aku tidak tahu.
"Xavier..?"
Elvano mengangkat kepalanya dan melihat Aleta yang sedang memegang banyak buku ditangannya dan menatapnya.
"By.."
Berjalan menghampiri Aleta dengan cepat Elvano mengambil buku yang ada ditangan Aleta. Aleta mengedipkan matanya dan menatap Elvano yang sedang menundukkan kepalanya untuk mengambil buku yang ada ditangannya lalu bertanya.
"Xavier, apa kamu sedang dalam suasana hati yang buruk?"
Gerakan Elvano berhenti lalu menatap Aleta dengan kosong meskipun hatinya terasa penuh saat bersama Aleta tetap saja dia merasa kosong bahkan merasa sangat bosan dengan semua yang ada didunia ini.
Mungkin karena perasaan kosong dan bosan dihatinya dia selalu membuat dunia kacau saat dia masih menjadi Alvaro dan disibukkan oleh berbagai pekerjaan yang ada tapi sekarang dia hanya bisa mengingat sedikit hal dan hidup dalam damai hingga perasaan itu membesar dihatinya.
Aleta tidak pernah berfikir bahwa Elvano akan memiliki tatapan seperti itu dimatanya yang membuatnya sedikit panik karena mata yang selalu bersinar dengan cahaya dingin dan berkabut kini meredup dan hampa seolah-olah setelah menyingkirkan kabut yang ada dimatanya hanya memperlihatkan kedalamannya yang sepi, kosong, gelap, redup dan kebosanan.
"Apa yang terjadi?"
Aleta memegang tangan Elvano dengan erat dan bertanya dengan gugup. Sebelum Elvano akan menggelengkan kepalanya Aleta memegang kepala Elvano agar menatapnya.
"Katakan sesuatu, oke?"
"..."
Menatap mata kuning Aleta yang bersinar terang dengan cahaya jernih dan dingin membuat Elvano tidak bisa mengatakan sesuatu tentang betapa bosannya dia dengan semua yang ada disekitarnya.
Suasana buntu diantara Elvano dan Aleta dipecahkan oleh suara Nicholas yang terkejut.
"Itu benar-benar kamu!"
Elvano berdiri didepan Aleta dan menatap Nicholas yang memiliki wajah terkejut dan luar biasa dimatanya. Tapi setelah beberapa detik memandang mereka mengetahui keadaan masing-masing yang membuat Nicholas yang selalu cemas jika sesuatu terjadi padanya yang telah mencapai paronia dikehidupan sebelumnya hingga selalu menyimpan senjata tajam atau api di dekatnya menarik pistol yang tersembunyi dalam jaketnya dan dengan tangan gemetar dia menodongkan pistol yang ada ditangannya ke kepala Elvano.
Tubuh Elvano bergetar hebat karena pria didepannya adalah orang yang telah membunuhnya dengan berbagai cara dibeberapa kehidupannya yang membuatnya ingin mencekik dan melubangi pria ini sampai mati karena marah.
Algibran yang bersembunyi di kejauhan merasa jantungnya akan berhenti berdetak karena dia tidak menyangka bahwa Nicholas dan Elvano akan saling mengenal dan Nicholas akan menarik senjata dan menodongkannya kepada Elvano, tidak menunggu Algibran dan Aleta bereaksi dengan apa yang dia lakukan Nicholas tetap melanjutkan keraguan yang ada dihatinya pada Elvano.
"Bagaimana kamu ada di Indonesia? Bukankah seharusnya kamu masih menghilang? Bagaimana bisa??!"
Elvano merasa mulutnya sedikit kering saat Nicholas menodongkan pistol kearahnya meskipun dia tidak takut, kemarahan karena selalu mati ditangannya membuat jantungnya berdetak kencang karena dia masih bisa merasakan bagaimana dia mati dengan berbagai cara olehnya yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman dan sesak lalu Elvano membuka mulutnya dan berkata dengan suara kering.
"Ini kamu."
"Ini aku. Bagaimana kamu bisa ada disini?"
"Lalu bagaimana kamu ada disini?"
"..."
Nicholas menutup mulutnya dan menatap Elvano dengan kemarahan dan ketakutan diwajahnya.
"Hehehe~ aku tidak pernah menyangka itu kamu yang akan kembali."
Algibran dan Aleta tidak tahu apa yang dimaksud Elvano dengan 'itu kamu yang akan kembali' tapi Nicholas tahu apa yang dia katakan karena dia adalah Nicholas dimasa depan yang berumur 25 tahun yang telah membunuh Elvano bukan anak laki-laki yang hanya bisa tersenyum dengan pisau dibalik senyumnya dan tidak pernah takut dengan apapun dan masih dengan bersemangat mencoba hal yang baru.
"Aku..."
Aleta yang baru tersadar berdiri didepan Elvano dan menatap Nicholas dengan marah.
"Apa yang kamu lakukan?!"
"Aleta?!"
Nicholas tidak melihat Aleta yang selalu berada dibelakang punggung Elvano kini menatap dengan mata terbelalak Aleta menatap Nicholas dan berkata dengan dingin.
"Nicholas kenapa kamu kembali?"
"Sepupu..."
"Jangan panggil aku dengan sebutan itu."
Wajah Aleta menunjukan ekspresi jijik diwajahnya dan menatap Nicholas dengan mata jijik yang membuat Nicholas merasakan ada yang salah dengan Aleta, sepupunya.
Meskipun dikehidupan sebelumnya Aleta tidak menyukainya, dia tidak kan pernah memandangnya dengan mata jijik dan dingin yang membuat Nicholas merasa kedinginan karena dia memikirkan sesuatu yang dia lakukan dikehidupan sebelumnya dengan wajah jelek.
Dia datang kesini untuk menebus kesalahannya pada sepupunya tapi melihatnya seperti ini dia tahu bahwa itu tidak akan mudah dilakukan.
Memikirkan ini wajah Nicholas menegang bahkan tangannya yang memegang pistol diturunkan dan menatap Aleta dengan rasa bersalah dimatanya.
"Sepupu aku datang kesini untukmu..."
"Diam!"
Wajah Elvano menjadi sangat gelap dia tidak tahu kapan dia telah menyimpan buku yang ada ditangannya dan memeluk Aleta-nya dengan sangat erat karena suasana hatinya yang buruk kini dia mengeluarkan temperamennya yang sebenarnya yang sangat dingin dan gila saat ini yang membuat Aleta yang berada dipelukan Elvano sedikit bergetar tapi dia mengabaikannya dan tetap terus memeluk Aleta dengan erat.
"Menjauhlah dari Aleta, dia milikku."
Mata Elvano yang menatap Nicholas dengan tatapan yang sangat suram dan cahaya yang sangat ganas seperti binatang buas yang akan keluar dari kandangnya akan mencabik-cabik orang yang ada didepannya.
Algibran kini mencoba bersembunyi dengan tenang agar tidak ditemukan dengan tubuh yang sedikit bergetar karena temperamen Elvano kini sangat menakutkan.
Untungnya aku tidak terlalu memprovokasi Elvano sampai seperti ini...
Sebelum Algibran menghela nafas lega suara Nichola yang terkejut dan heran membuatnya tercekik.
"Tidak mungkin!"
Nicholas memandang Aleta dengan bersemangat dan mengabaikan wajah Elvano yang gelap dan Algibran yang wajahnya menjadi biru dan putih.
"Sepupu bukankah kamu sangat mencintai Algibran?! Bagaimana kamu bisa bersama pria ini?! Apa kamu diancam olehnya?! Sepupu katakan sesuatu!"
Aleta yang sedikit lambat dengan suasana yang ada disekitarnya kini menyadari ada ada sesuatu yang salah dan mulai merasakan firasat buruk dihatinya saat Nicholas mengatakan itu dengan suara keras dan tidak percaya yang membuat tubuh Elvano bergetar hebat dan bahkan dia merasakan bahwa detak jantung Elvano berdetak setengah lambat.
Ah! Ah! Ah!
Habis aku! Habis aku!
Elvano yang hanya sedikit memulihkan ingatannya tidak pernah tahu akan hal ini!
Aku harus bagaimana?!
"Nicholas diam!"
Aleta berharap dia bisa menutup mulut Nicholas dengan erat dan tidak mengeluarkan suara apapun.
"Sepupu..."
"Diam! Diam! Diam!"
Aleta yang tidak bisa melepaskan diri dari pelukan Elvano berteriak keras pada Nicholas yang akan mengatakan sesuatu lagi.
"Pergi!"
"Tapi..."
"Persetan! Aku bilang pergi!"
Tubuh Nicholas tersentak kaget saat Aleta mengatakan kata-kata kutukan dan harus pergi dengan perasaan enggan dan tidak mau. Algibran yang telah bersembunyi dan mengurangi perasaan keberadaannya telah berlari sangat jauh saat Aleta memarahi Nicholas dengan kejutan yang tidak bisa hilang dimatanya.
Napas Elvano yang berat dan kasar terdengar ditelinga Aleta dengan sangat jelas karena hanya tinggal mereka berdua yang ada disini setelah Nicholas pergi.
"Xavier..."
Suara Aleta yang bergetar membuat mata Elvano meredup setelah itu matanya menjadi gelap karena dia mendengar sedikit ketakutan dalam suara Aleta yang bergetar.
"Dengarkan aku..."
"Apa yang harus aku dengarkan, hah?"
Suara Elvano menjadi sangat dingin.
"Haruskah aku mendengar bahwa kamu adalah tunangan seseorang atau... Kamu sangat mencintai Algibran..? Ya? Atau kamu akan mengatakan bahwa kamu bukan lagi tunangan Algibran dan tidak mencintainya lagi? Aleta katakan, apakah itu yang akan kamu katakan?"
"..."
Elvano yang tidak mendengar Aleta yang berbicara membuat keadaan maniak yang telah lama hilang kembali menyerangnya dan dengan gila-gilaan mencoba untuk mengacaukan kesadarannya.
"Hehehe~"
"Hehehe~"
"Hehehe~"
"Xavier tenang!"
Aleta mencoba melepaskan dirinya dari pelukan Elvano yang terlalu erat seperti penjara yang tidak bisa melarikan diri dan berteriak pada Elvano untuk menenangkannya yang keadaannya saat ini tidak benar.
"Huh! Apakah kamu takut padaku?"
Elvano menahan keadaan tiraninya untuk memberikan kesempatan kepada Aleta dengan melepaskan pelukannya karena dia ingin tahu wajah seperti apa yang akan Aleta ekspresikan.
"Aku tidak!"
Aleta yang telah membebaskan dirinya dari pelukan Elvano menggelengkan kepalanya dan menatap Elvano dengan keras kepala dengan matanya yang jernih.
"Heh."
Mencibir pada Aleta yang mengatakan dia tidak takut tapi wajahnya yang pucat mengkhianatinya dengan apa yang dia katakan.
Dia takut.
Kesadaran ini membuat Elvano merasa sangat marah, Elvano menggertak giginya dengan keras dan berjalan menuju Aleta dengan penuh tekanan yang membuat Aleta mundur selangkah demi selangkah karena tekanan dari Elvano tapi punggungnya menabrak dinding yang ada dibelakangnya yang membuatnya tidak bisa mundur saat Elvano yang berjalan kearahnya dengan penuh tekanan.
Mengulurkan tangannya untuk menahan Aleta diantara dinding dan dirinya Elvano menundukkan kepala dan berkata dengan dingin.
"Sungguh? Tapi tingkah mu yang secara tidak sadar ini membuktikan bahwa kamu takut padaku, benarkah kamu tidak takut padaku Quenby?"
"Sebelumnya kamu mengatakan kamu tidak akan takut padaku dan menyukaiku, tapi sekarang apa ini?"
"Kamu terlalu agresif Xavier."
Suara Aleta sedikit lemah saat dia merasa sedikit bersalah tapi keadaan Elvano yang sekarang benar-benar terlalu menakutkan lebih dari betapa takutnya dia dari hantu yang tidak nyata.
"Agresif?"
Elvano memiringkan kepalanya dan bertanya dengan bingung lalu dia mengendus bau yang ada pada Aleta dengan mabuk dan mengembuskan napasnya dileher putih Aleta yang membuat leher putihnya diwarnai dengan warna merah lalu Elvano membuka mulutnya dan menggigit pelan telinga Aleta setelah itu menjilatinya dengan pelan lalu berkata dengan lembut dan serak.
"Ya~ seperti ini."
Pikiran Aleta menjadi kosong saat Elvano menggigit dan menjilat telinganya bahkan perlawanan yang akan dia lakukan berhenti yang membuat Elvano menjadi sedikit tidak bermoral dan menjilat leher putihnya lagi karena Aleta yang tidak mencoba melawannya.
Setelah tersadar Aleta mencoba mendorong Elvano yang menjebaknya.
"Kamu––!"
Suara Aleta berhenti karena Elvano mencium bibirnya dengan penuh kasih sayang dan lembut tapi setelah itu dia mencium nya dengan mendominasi dan sedikit kasar.
"Hmm!"
Aleta mendengus kesakitan dan melebarkan matanya lalu menatap Elvano dengan tidak percaya tapi dengan cepat matanya ditutup oleh tangan besar Elvano, tangannya mencoba mendorong dada bidang Elvano tapi yang dia dapatkan adalah Elvano yang memeluknya dengan sangat erat.
Pikiran Elvano kini terfokus pada ciuman mereka dan yang pertama dia rasakan saat pertama kali mencium Aleta adalah bibir Aleta sangat lembut, sedikit dingin, dan manis dan setelah itu dia mencoba menjarah mulut Aleta dengan menjulurkan lidahnya dan menjerat lidah Aleta bersamanya lalu menggosok giginya dengan lidahnya.
Suara air liur yang diaduk-aduk membuat Aleta sangat malu bahkan wajahnya menjadi sangat merah tapi dia tidak bisa mengangkat tangannya karena lemas dan hanya bisa membiarkan Elvano menciumnya dengan mendominasi.
Setelah dua menit Elvano melepaskan bibirnya saat merasakan Aleta yang sedikit kehabisan napas dan menjilat bibirnya yang basah dengan air liur mereka berdua lalu memeluk Aleta dengan erat sambil menggosoknya seolah-olah dia ingin mencairkannya dan menyatu dengan daging dan darahnya.
"Quenby, kamu milikku."
"Hanya milikku."
Aleta menutup matanya dan tidak ingin memperhatikan pria ini dan hanya ingin menenangkan dirinya sendiri yang terpesona dan memanjakan pria ini menciumnya dengan paksa.
Elvano tidak mempermasalahkan Aleta yang diam dan tidak ingin memperhatikannya dia hanya merasa perlu mengikatnya dan memperhatikannya dengan erat agar Aleta tidak melarikan diri darinya.
Elvano yang merasa sedikit trauma karena Aleta yang takut padanya tidak lagi terlalu menghormati pilihan Aleta apakah dia mau atau tidak, karena jika dia bertanya apakah Aleta menginginkan ciumannya pasti Aleta akan menjawab tidak yang membuat Elvano merasa cemas dan marah karena keadaannya yang menjadi maniak bisa berhenti jika bersama Aleta yang membuatnya mencium bibir Aleta secara impulsif, tapi dia tidak merasa menyesal telah mencium Aleta dengan paksa.
"Apapun yang terjadi kamu tidak bisa pergi dariku Quenby..."
"Milikku. Kamu akan tetap menjadi milikku bahkan jika kamu menyukai seseorang selain diriku. Aku akan membunuhnya sebelum kamu bisa bersama dengan orang yang kamu sukai."
Suara Elvano menjadi sangat lembut dan serak dan tidak lagi dingin seperti sebelumnya. Paranoid, cinta yang menyimpang dan tirani yang ada dimatanya tidak lagi coba dia sembunyikan dan memperlihatkannya pada Aleta secara terang-terangan.
"..."
Aku salah mendefinisikan bahwa Elvano adalah kucing besar yang lucu dan jinak ternyata dia adalah binatang buas yang ganas yang menyembunyikan taring dan cakarnya secara dalam.
"Hah..."
Aleta menghela nafas dan memalingkan kepalanya tidak lagi menatap Elvano.
"Katakan ya~?"
"... Oke."
Elvano tersenyum lebar dan kembali ke penampilannya yang dingin dan tenang bukan lagi seperti binatang buas yang terlepas dari kandangnya melihat perubahan ekspresi yang sangat cepat dari wajah Elvano membuat Aleta merasa sedikit kagum.
-
-
-
-
[Bersambung....]