Istana Juliet adalah istana yang digunakan untuk menggelar seluruh pesta dan perjamuan. Tempat tersebut tidak jauh dari istana pusat dan Istana Romeo yang merupakan tempat tinggal raja.
Istana Juliet memiliki kemewahan dan kemegahan yang terlihat jelas bahkan jika melihat Istana Juliet dari kejauhan.
Ketika memasuki ruangan pesta, ruangan tersebut dicat dengan putih dan emas yang elegan, mengirimkan sensasi keagungan. Berbagai dekorasi juga terlihat mewah. Ratusan bunga diletakkan di atas vas, menimbulkan kesan ceria.
Semuanya harus sempurna. Hal ini dikarenakan pesta perjamuan selama satu minggu berturut-turut akan segera dimulai.
Banyak bangsawan dengan pakaian mewah dan indah di pandangan menghadiri pesta tersebut. Kebanyakan memiliki aura bisnis, sebagian lagi adalah bangsawan-bangsawan muda yang sudah menunggu pesta ini untuk memulai debutnya hari ini.
Ruangan besar tersebut riuh, setiap bangsawan hanya berkumpul dengan kelompok-kelompok sosialitanya.
Nyonya-nyonya bangsawan bergosip sambil menutupi bibir dengan kipas mewah berbulu, sementara suami-suami mereka mendiskusikan bisnis bersama rekan dan segelas wine di tangan.
Akan tetapi, semua suara langsung lenyap dan sunyi ketika pengumuman bahwa Yang Mulia Raja Allan akan memasuki ruangan terdengar di ruangan pesta.
Semua bangsawan berkumpul di samping karpet merah, berusaha terlihat mencolok agar Allan bisa melirik mereka.
Pintu setinggi lima meter dibuka, menampilkan Allan di sana, berjalan dengan penuh percaya diri dan intimidasi. Di belakangnya, Nona Muda Duke Helia Floral, berjalan dengan senyuman anggun di bibirnya.
Setelah itu, pintu ditutup. Tidak akan ada Keluarga Kerajaan lagi yang menyusul. Alasannya sederhana. Semuanya sudah dibunuh di tangan Allan karena keinginannya untuk naik tahta.
Pria itu, Allan, mengenakan pakaian berwarna putih yang merupakan simbol Kerajaan Teratia sebagai kerajaan yang suci. Jubah putih emas berbulunya melambai, mengikuti gerakan pemiliknya dengan yakin. Aksesoris di pakaiannya terlihat rumit, tetapi ketika Allan yang mengenakannya, hal itu membuat semuanya terlihat cocok untuk dikenakan olehnya.
Allan berjalan dengan raut wajah datar dan intimidasi yang menguar secara luas. Menyiratkan bahwa jika ada yang membawanya ke dalam masalah hari ini, kepala orang tersebut akan langsung melayang oleh pedang perak yang tersampir di pinggangnya.
Allan menaiki tahtanya yang megah.
"Selamat malam, semuanya," sapa Allan. Namun, Allan langsung mengangkat tangan agar tidak ada yang menjawab sapaannya.
Hal itu akan membuang waktunya.
"Aku berdiri di sini, sebagai pemimpin dari rakyatku dan menjamin kehidupan kalian dengan bahagia. Dan kali ini, aku berdiri di sini untuk memulai pesta Perayaan Ulang Tahun Kerajaan yang ke-132. Sudah 132 tahun kita bertahan, dan aku akan menyerahkan hidupku untuk menjamin keberlangsungan kerajaan kita, yaitu Kerajaan Teratia. Nikmati pestanya."
Pidato singkat Raja Allan menuai banyak sorakan dan pujian. Ruang pesta penuh oleh pujian dan tepuk tangan.
Sementara Allan langsung duduk di atas tahtanya, meminum wine mahal yang enak. Dia menumpukan tangannya di pegangan kursi. Iris safirnya memandang tegas para bangsawan yang bersosialisasi di ruang pesta.
"Itu pidato yang indah dan mengharukan, Yang Mulia Raja," kata Helia, lalu berdiri di samping Allan.
Allan mendengus. "Itu semua cuma formalitas."
Raut wajah Allan sungguh berbeda ketika dia hanya berdua dengan Helia. Sorot polos, rendah hati, dan manis miliknya menghilang ketika dia tidak hanya berdua dengan Helia. Sorotnya telah digantikan oleh sorot kekejaman, ketegasan, dan dingin. Yang menunjukkan kalau dia adalah tiran sejati, tanpa sisi lembut meski secuil.
"Meski begitu, itu tetap pidato yang bagus," tegas Helia.
"Terserahmu." Allan mengangkat bahu. "Kamu juga tahu sendiri kalau ada saja beberapa orang yang berbicara soal rajanya ketika rajanya sendiri ada di hadapan mereka."
Allan melirik bangsawan di ruang pesta, lalu mendengus.
"Itu karena Anda sangat hebat."
Allan mengernyit ketika Helia bicara formal, tetapi mengabaikannya karena ini adalah tempat publik.
"Hebat karena membunuh seluruh Keluarga Kerajaan maksudmu?"
Helia tetap mempertahankan wajahnya yang tersenyum. Kalimat 'membunuh' yang keluar dari bibir Allan sama sekali tidak membuat Helia terkejut. Meski subjek yang dibunuh adalah Keluarga Kerajaan.
"Bukan itu. Anda hebat dalam segala hal. Itulah sebabnya rakyat menyukai Anda."
"Oh." Terkesan, Allan menyeringai.
Wajah Allan yang mulus terlihat tampan ketika dia menyeringai, terutama ketika dia tanpa sengaja menunjukkan gigi taring di bagian kiri yang membuat auranya terasa seperti predator sejati.
"Cuma kamu satu-satunya orang yang mau memujiku begitu, Nona Helia."
Kali ini Helia yang mengernyit karena Allan memanggilnya dengan sebutan 'Nona'. Namun, Helia mengabaikannya karena ini adalah tempat publik.
"Kalau begitu saya akan memuji Anda setiap hari."
Allan, yang iris safirnya hanya mengobservasi sekeliling, kini beralih pada Helia. Dia tersenyum dengan sangat menawan.
"Kalau begitu aku akan menantikannya," kata Allan.
"Untuk dipuji?" Helia mengangkat alis.
"Tentu saja."
"Anda memang tidak berubah, ya. Meski Anda sekarang adalah seorang raja, Anda masih tetap suka dipuji."
"Kalau tidak mau, tidak usah."
Helia terkekeh kecil, perilaku Allan sungguh menggemaskan di balik iris hazel Helia.
Beberapa saat kemudian, para bangsawan menghadap raja untuk memberi salam.
Mereka membungkuk hormat dan memberi salam khas untuk Keluarga Kerajaan, dengan penuh sopan dan santun. Senyum di wajah mereka terlihat tulus, tetapi Allan bisa tahu jika ada sesuatu di balik senyuman mereka.
"Salam untuk Sang Matahari Penyinar Teratia dari Kepala Keluarga Marquis Isis. Dan perkenalkan putri saya."
Allan tidak mendengarkan lagi. Dia cuma mengangguk dan mengusir para bangsawan dari hadapannya. Tentu sudah jelas apa rencana mereka dengan mengenalkan putri-putri mereka.
Usia Allan yang sudah termasuk usia boleh menikah, yaitu 25 tahun membuat para bangsawan semakin gencar mengenalkan putri mereka pada Yang Mulia Raja.
Dan Allan sebagai raja muda tersebut belum pernah menikahi gadis mana pun, hal itulah yang membuat kursi bagi Permaisuri masih kosong. Oleh karena itu, tentu membuat banyak bangsawan bertanya-tanya, kapan posisi tersebut diduduki. Dan wanita malang mana yang akan duduk di samping seorang tiran.
Tidak sedikit juga orang mengira-ngira jika posisi Permaisuri akan diduduki oleh putri bungsu Duke Floral, yaitu Helia Floral. Namun, hipotesis tersebut tidak berjalan lama. Duke Floral pasti melakukan sesuatu.
"Salam untuk Sang Matahari Penyinar Teratia, yaitu Yang Mulia Raja Allan Teratia."
Seorang wanita dengan dandanan glamour, menyapa Allan.
"Perkenalkan saya adalah Countess Apricot dari Keluarga Apricot yang mendiami daerah utara Kerajaan Teratia."
Allan, yang biasanya selalu sigap mengangguk dan mengusir bangsawan, tampak terpaku.
Hal itu membuat Helia mengernyit, dia lalu menatap langsung ke arah Allan. Iris mata safir yang memukau itu, entah mengapa tambah memukau ketika membesar dan bergetar samar di balik kelopak.
Helia, melihat ke arah objek apa yang Allan lihat hingga dia bereaksi seperti ini.
Dan Helia juga merasa kalau hatinya sempat berhenti berdegup satu detik.
Surai pirang bergelombang selembut sutra, kanvas lukis yang sempurna dengan tatanan bibir, mata, dan hidung memukau. Iris mata hijau yang murni seolah flora menyegarkan mengelilingi dia, bibir merah muda yang mengilap, hidung yang dipoles sedemikian rupa. Belum lagi, etiketnya jelas sempurna dan berpendidikan.
Bahkan ketika dia memberi salam pada Keluarga Kerajaan atau ketika dia tersenyum penuh santun di sana. Semuanya terlihat sempurna.
Gaun berwarna merahnya, mengembang dengan sempurna, tetapi tetap mempertahankan lekuk tubuh yang elegan. Betapa sempurnanya dan betapa mengganggunya bagi Helia.
Helia menggigit bibir, meski reaksi Allan kini sudah kembali normal. Ada sesuatu yang membuat hatinya terasa ganjil. Seolah Allan kini semakin menjauh dari debaran hatinya. Dari gapaian tangannya. Dari setiap bisikan cintanya. Dari setiap panorama Helia.
"Perkenalkan putri saya, Yang Mulia Raja Allan." Countess Floral mempersilakan gadis di sampingnya untuk memperkenalkan diri.
Allan sepertinya bersemangat, dia mengangguk dua kali.
"Salam kepada Sang Matahari Penyinar Teratia. Saya menyapa Yang Mulia Raja Allan Teratia. Perkenalkan nama saya Auste Apricot, nona muda dari Keluarga Apricot. Ini merupakan kehormatan besar bagi saya untuk bisa menyapa Matahari Kerajaan Teratia."
Dia membungkuk anggun. Gadis yang memperkenalkan dirinya sebagai Auste, tersenyum dengan ramah.
Helia benci mengatakannya. Namun, gadis itu terlihat seperti peri.
Allan berdeham. Namun, terlihat bahwa jemarinya bergetar samar.
Helia, yang merasa bahwa situasi semakin ganjil, malah teringat pada ramalan nenek tua di festival ibu kota.
"Itu artinya Anda akan mendapatkan cinta, Yang Mulia Raja Allan."
Tidak mungkin. Helia menggeleng keras. Mana mungkin ramalan omong kosong itu benar.
Dari awal, keturunan Duke Floral diberi pendidikan secara rasional. Dan menganggap bahwa hal yang irasional adalah sebuah kesalahan telak.
Ramalan, bukan sesuatu yang bisa dijelaskan oleh sains.
Irasional.
Helia seharusnya tahu.
Akan tetapi, sudut hatinya berkedut nyeri. Jantungnya bertalu-talu dan sakit.
Dia tidak bisa percaya pada ramalan. Akan tetapi, hatinya tidak mengatakan demikian. Hal ini sama seperti prediksi si nenek tua.
Allan jatuh cinta. Pupil mata yang membesar seolah tergoda, seolah jatuh cinta pada pandangan pertama itu benar adanya.
Allan, teman bermainnya sejak dia berusia sembilan tahun, yang selalu dia cintai dan kagumi sejak lama, benar-benar berbalik dari Helia untuk mencintai gadis lain.
Helia berusaha berpikir tenang, tetapi cinta membuat akal sehatnya tidak bekerja. Dia terhuyung, hal itu membuat Allan menahan bahu Helia dengan refleks.
"Helia, kamu baik-baik saja?"
Suara itu terdengar sangat khawatir, tetapi apa yang Helia dengar hanya pecahan hatinya.
Helia tahu, dia tidak boleh egois dan bertindak semena-mena hanya karena cinta. Dia harus berpikir secara rasional, seperti pendidikan yang dia dapat sebagai keturunan Floral.
Helia tersenyum lembut, membuat tubuhnya kembali tegak.
"Sepertinya saya kelelahan, Yang Mulia Raja. Jika Anda tidak keberatan, saya ingin pergi ke ruang istirahat."
Helia menunduk, menatap sepatunya.
"Pergilah."
Helia melakukan salam singkat, kemudian segera berlari keluar dari ruang pesta.
Hatinya berkedut nyeri.
Ada yang mengganggunya.
***
writer's corner:
tetap update meski gaada yg baca <3
5 Juli 2022