Dunia Bawah (Rumah Caterpi)
Ewa Lani yang melihat kondisi Antonie merasa perlu melakukan sesuatu hal agar tetap bisa menjangkau dunia luar. Dia menunggu Rabbeca tenang untuk mencari informasi tentang bagaimana cara alternatif ke luar dari dunia Caterpi itu.
"Nyonya Rabbeca apa kau baik saja?" tanya Ewa Lani.
"Ah sudah Nona, aku tadi hanya kaget. Tapi tak apa semua Caterpi akan sampai ke fase kepompong suatu hari nanti," ujar Rabbeca.
"Maafkan aku Nyonya, tapi apakah kau bisa memberitahuku di mana jalan keluar yang menghubungkan dunia bawah dan dunia atas? Ada yang harus aku lakukan di atas sana," ujarnya terus terang.
"Apa kau harus segera ke sana? Apa tak bisa menunggu sampai Antonie selesai meditasi?" tanyanya khawatir.
"Aku punya seorang teman di atas sana yang tertinggal, aku takut dia dalam bahaya, aku ingin menyelamatkannya, setidaknya aku tau informasi tentang keberadaanya, itu akan sedikit melegakan untukku Nyonya," jelas Ewa Lani.
"Yang aku tau, semua Caterpi akan langsung menutup lorong tanah saat mereka turun ke dunia bawah, kami tak akan meninggalkan celah yang bisa dimasuki oleh makhluk dunia atas yang masuk tanpa di undang. Itu untuk menjaga keamanan kaum kami Nona. Tapi aku pernah mendengar bahwa ada celah rongga bumi dan dunia atas yang tak bisa ditutup. Disana para pelarian makhluk dunia atas bisa masuk di dunia bawah. Tempat itu ada di Hutan Ketat Bata. Hutan yang gelap karena lumut kristal pun tak tumbuh disana. Konon ceritanya di sana cukup berbahaya. Jadi kami tak pernah mau ke sana," jelas Rabbeca.
"Hutan Ketat Bata? Hutan gelap yang itu rupanya, aku pernah melihatnya saat tersesat mencari Mosbeefly, jadi di sana ada jalan keluar ke dunia atas. Mungkin aku harus mencoba ke sana," ujar Ewa Lani.
"Tapi di sana berbahaya! Ah.. Seharusnya tadi aku tak bercerita. Jangan ke sana Nona Ewa! Aku tak mau kau dalam bahaya. Aku yang hanya bisa memasak ini tak bisa banyak membantumu bila terjadi apa-apa denganmu," cegah Rabbeca.
"Jangan khawatir aku punya cukup banyak energi sihir, untuk bisa melindungi diri sendiri. Setidaknya bila tempat itu tak aman aku masih bisa punya keahlian melarikan diri Nyonya, jangan terlalu khawatir. Aku memang harus segera ke dunia atas. Tapi apa aku bisa minta tolong untuk menjaga Reina di sini? Aku tak mau melibatkan dia dalam bahaya," pinta Ewa Lani.
"Aku akan menjaga Reina di sini,aku juga butuh teman saat Antonie tak bisa kuajak bicara, Reina gadis yang cukup ramah aku menyukainya," sanggup Rabbeca.
"Baiklah Nyonya aku pamit dulu, aku juga akan pamit ke Reina agar dia tak khawatir."
"Baiklah, hati-hati Nona Ewa!"
Ewa Lani menemui Reina yang sore hari itu tampak asik bermain dengan para gadis Caterpi membuat ramuan teh dari banyak macam bunga yang tumbuh di Green Hole.
"Reina kemarilah! Ada yang ingin kusampaikan," ujarnya.
"Ada apa Nona Ewa, kenapa wajahmu sangat serius?"
Aku harus pergi ke suatu tempat, untuk saat ini tetaplah di sini sampai Antonie bangun dari meditasinya. Aku akan coba mencari jalan menuju ke dunia atas, dan mencari Rei," jelasnya.
"Tapi, aku juga ingin ikut mencari Rei, Nona Ewa!"
Tetaplah di sini untuk sementara, aku tak yakin di tempat yang akan aku tuju itu aman atau tidak. Setidaknya aku bisa terbang lari jika ada masalah yang serius, jadi aku tak bisa mengajakmu untuk ikut denganku. Kau mau kan ada di sini untuk sementara, aku akan segera mengabarimu bila aku menemukan Rei," jelasnya.
"Baiklah Nona Ewa aku mengerti, tolong berikan gelang ini padanya bila kau bertemu Rei. Ini adalah gelang milik ibu. Tolong sampaikan salamku padanya!" pinta Reina sembari memberikan gelang dengan aksesoris batu kecil berbentuk kotak yang berwarna merah.
"Baiklah aku akan berikan ini pada Rei bila aku bertemu dengannya. Aku pergi Reina, jaga dirimu baik-baik!" Ewa Lani memeluk Reina dan segera pergi terbang untuk menuju hutan gelap Ketat Bata.
Ewa Lani terbang ke arah hutan yang dia lihat kemarin. Benar seperti kata Rabbeca hutan itu sangat gelap karena lumut kristal tak tumbuh di sana. Tapi Ewa Lani adalah penjaga Hutan Igdrasil. Hutan paling besar dan ajaib di Arasely, jadi hutan gelap Ketat Bata sama sekali tak membuatnya gentar walaupun sangat asing dan jauh berbeda suasananya.
Ewa Lani masuk semakin ke dalam hutan, kali ini suasananya remang-remang, seperti malam saat ada sedikit cahaya bulan. Ewa Lani masuk ke tempat di mana dia bertemu dengan pria asing yang berambut perak kemarin. Seperti sebelumnya pria itu masih ada di sana dan mengintrogasinya dengan alasan yang sama.
"Hei wanita berambut biru! Apa lagi yang ingin kau lakukan di sini?" tanyanya.
"Aku ingin mencari jalan menuju dunia atas. Aku ingin keluar dari Green Hole! Ada yang bilang di sini adalah jalan keluarnya, biarkan aku masuk!"
Pria itu langsung turun dari atas pohon, pria tegap berambut perak itu terlihat cukup tampan walaupun tak terlalu tampak karena minim cahaya. Pria itu menatap Ewa Lani dengan sangat dekat. Dia tak melihat ketakutan pada gadis cantik itu.
"Kau tak takut denganku?" tanyanya.
"Memangnya kenapa harus takut?"
"Bisa saja aku memakanmu, di sini sangat sepi, bisa jadi aku adalah pemangsa kaum lain!" gertaknya.
"Biasanya yang suka bicara seperti itu tipe pria penggertak! Sudah biarkan aku lewat! Aku ingin tau di dalam sana ada apa?" ujar Ewa Lani yang tetap melangkah masuk.
"Hei! Tunggu!" pria aneh itu menarik tangannya.
"Lepaskan! Aku tak ada urusan denganmu! Aku hanya ingin lewat, jangan ganggu aku!" ujar Ewa Lani yang dengan mudah melepas genggaman pria tadi.
"Kubilang kau tak boleh masuk!" ujar pria itu sembari membuat barier gelombang penghambat yang menghalangi Ewa Lani masuk.
"Hei, apa masalahmu? Aku hanya ingin lewat!"
"Karena kau ingin lewat itulah masalahku!" ujarnya menantang.
Ewa Lani membuat sihir di tangan kanannya, telunjuk dan jari tengahnya bercahaya biru dan langsung mengibaskan sihirnya ke arah barier penghalang buatan pria aneh itu.
Duaaarrr...! Ledakan terdengar menandakan barier sihir berhasil di buka. Ewa Lani santai melangkah masuk ke dalam.
"Hei, Nona! Kubilang jangan masuk!" Pria itu langsung menghalangi Ewa Lani dan kali ini pertarungan tak bisa dihindari.
Syuuut....Dar..Dar...! Gelombang sihir yang dihindari Ewa Lani menghantam batu. Ewa Lani meloncat tinggi menukik menyerang dengan cepat pria yang ada di depannya. Pria itu menahan dengan kedua tangannya. Mereka tampak sama kuat. Ewa Lani meloncat mundur kali ini dia membuka segel gelang phonixnya yang langsung menyambar pria yang juga tak segan mengeluarkan pedang sihir dengan kekuatan pegasus. Dua kekuatan pedang sakti itu bertarung menyebabkan getaran yang cukup besar dan membuat beberapa lapisan tanah di langit-langit mulai longsor.
"Hentikan! Aku menyerah! Hentikan energi sihirmu! Kau bisa menghancurkan tempat ini!" ujar pria itu memperingatkan.
Ewa Lani menghentikan serangannya, dia lupa kalau mereka ada di bawah tanah yang bisa saja longsor dan mengubur mereka hidup-hidup.