"Aku kira putri kebanggaan sekolah kerjanya belajar saja."
Dengar suara yang cukup dikenal, Kana nengok sebentar. Tersenyum kecil. Tak peduli, lanjut memainkan gitar di pangkuannya.
Lihat diri sendiri di cuekkin, alih-alih ikut mendudukan diri tepat samping Kana.
Hening diantara mereka, hanya suara petikan gitar ditambah angin yang cukup, tak berlebih juga tak kurang. Sejuk, nenangin juga indah jelas jadi tempat favorit murid sekolah, walau aksesnya gak mudah. Sebab diatap sekolah.
"Acara sekolah ikut?"
Pertanyaan yang cukup tak perlu ditanyakan, jelas ikut. Kana ketua osis disini tak mungkin dirinya tak ikut andil. Bahkan seluruh kegiatan acara sekolah dirinya yang memegang penuh.
"Ikut. Aneh pertanyaanmu."
Laki disebelahnya hanya terkekeh kecil.
"Mastiin saja, ikut lomba juga?"
Pertanyaan kedua yang terlontar, hanya dapat jawaban diam dari Kana. Gak nyerah buat ajak ngomong Kana, laki ber name tag Alka terus bicara tanpa pikir panjang mungkin.
"Kenapa gak ikut lomba musik? Apa karena Bunda?"
Ocehan terus menerus yang keluar jadi sedikit kelewatan, yang buat Kana tatap tajam Alka. Dan dirinya baru sadar kalau sudah bertanya hal yang jelas ga disuka Kana.
"Maaf, gak berniat."
Ringisan kecil tanda tak enak keluar dari bibir Alka. Kana angguk dikit, maklumin kawan disampingnya, dia tau Alka tadi lagi usaha buat ajak bicara dia yang malah berujung ungkit Bunda. Hal yang mungkin jadi topik sensitif bagi Kana, terutama untuk kebahagiannya.
Akhirnya hening lagi diantara mereka, ga ada yang berniat mulai obrolan. Alka juga takut salah bicara lagi. Yang berakhir nyakitin sahabatnya.
Hingga bel sekolah bunyi yang jadi pertanda bahwa hening diantara mereka harus diakhiri.
"Nanti pulang bareng?"
Kana angguk jadi jawaban dan pertanyaan Alka adalah penutup pembicaraan mereka hari ini di atap sekolah. Hanya itu, tak banyak.
;
"Sudah lihat?"
"Ada di depan gerbang sekolah."
"Katanya anak sebelah?"
Telinga Kana dengar desas-desus yang entah siapa mereka bicarakan buat Kana penasaran sedikit. Alhasil langkah kaki menuju cukup cepat ke depan gerbang sekolah. Takutnya penyusup.
Sampai depan gerbang raut wajah Kana jelas jadi gak enak, harusnya gak usah buru-buru, harusnya jangan penasaran, harusnya dia bisa tebak sendiri, harusnya dia bisa sedikit lebih pintar. Pikirnya.
Jelas siapa lagi anak sebelah yang beraninya nunggu depan gerbang sekolahnya dengan sejuta gaya sok nya ditambah tengilnya yang gak ketinggalan. Aris tentu.
Kana juga jelas tau--bukan berniat terlalu percaya diri atau apa--tapi pasti tujuan Aris kesini untuknya.
Bahkan dengan segala cara untuk menghindari Aris, entah menutupi diri dengan hoodie, ikut berjalan disamping orang tak dikenal, berusaha untuk jalan cepat tetap saja Aris bisa menahan Kana.
"Mau pulang?"
Pertanyaan kelewat basi. Jelas pulang memang mau apa lagi, Kana bukan tipikal anak sekolah yang suka nongkrong atau jalan kesana kemari tak jelas. Buang duit kalau kata Kana.
"Iyalah, manusia aneh."
Jawaban dengan nada sinis jelas sudah pasti yang selalu diterima Aris. Bahkan dari tiga bulan terakhir.
"Aku nanya baik-baik?"
"Pertanyaan mu basi, sadar."
"Ho. Ganti pertanyaan, mau jalan sama gue?"
Dengusan remeh keluar dari Kana.
"Gak. Sudah tau jawabannya, buat apa ditanya?"
Entah ya, Aris ini memang bodoh atau telak jatuh cinta. Bukannya mundur dari semenjak dicuekkin tapi malah makin buat gencar maju, bahkan setelah tadi dapat jawaban cukup jahat Aris justru kekeh kecil, tak memperlihatkan sakit hati sama sekali. Dan ditengah perbincangan mereka, ada satu sosok sedang lari dari lapangan dengan teriak 'Kana!'. Alka pelakunya.
"Jadi pulang bareng?"
"Jadi."
Jawaban kelewat cepat, bahkan kaki sudah melangkah sedikit terlihat sekali berniat menghindari laki-laki dihadapannya, tapi lagi-lagi dihalang Aris.
"Yaudah kalau gak mau diantar. Tapi,"
Aris menggantungkannya ucapannya, beralih mendekatkan bibirnya tepat disamping telinga Kana. Berbisik pelan.
"Malam jadi waktu kita ya."
Total merah muka Kana bahkan sampai telinga, entah karena malu atau menahan emosi tapi mungkin opsi kedua jadi alasan utama, dan akhirnya yang keluar jelas selalu ucapan jahat dari mulut Kana. Tanpa tau ada satu pasang mata yang menatap mereka tak suka.
"Gila ya kamu!"
"Gila buatmu."
Aris dan gaya tengilnya memang tak bisa dipisahkan.
"Awas!"
Minggir sedikit biarin Kana juga Alka lewat darinya. Tenang, pengejaran akan terus berlanjut. Aris bebal juga keras kepala, ingat.
;
Dipertengahan jalan dua manusia atau tepatnya Kana dan Alka yang berada pada angkutan umum, memecah keheningan didalam angkutan yang hanya berisi mereka juga seorang supir bus. Oh, jangan lupakan seorang anak sekolah dasar tepat disebelah bangku supir.
"Aris omong apa tadi?"
"Ngomong apa?"
Bukannya menjawab Kana justru balik bertanya, mungkin suatu kebiasaan Kana yang tak Ia sadari tapi justru orang di sekitarnya selalu menyadari kebiasaanya ini. Cukup menyebalkan sebenarnya bagi Alka.
"Gak, gak jadi, lupain saja."
Alka ngomong seperti itu, tapi sebenarnya terbaca dari raut wajahnya jika dia sangat penasaran dan tidak puas dengan jawaban--atau mungkin bisa dibilang pertanyaan kembali.
Turun dari angkutan umum, jalan kaki kerumahmasing-masing, Alka coba buka obrolan kembali.
"Besok jadi, kan?"
"Iya, harus jadi."
Alka tersenyum, waktunya hampir terbuang menatap Kana tiga menit, hanya karena matanya yang bersinar begitu ditanyakan hal tadi, kelewat gembira. Iya, karena besok jadi hari kesukaan mereka. Terutama Kana.