"Bagaimana? Anggap saja seperti kita memiliki properti bersama. Aku akan memilikinya selama seminggu, dan kemudian aku akan memberikannya kepadamu. Setelah itu, mungkin kita bisa menyewakannya, lima puluh sen sehari pada orang-orang," kata Yuna secara blak-blakan.
"Hmm… Aku tidak tertarik," John yang tak peduli, melontarkan kalimatnya.
"Hahaha." Yuna menatapnya sambil tersenyum, "Ya sudah, kalau begitu aku akan menemuimu di gerbang sekolah."
Setelah itu, dia menoleh dan mulai berkemas. Meskipun seorang gadis, Yuna tampaknya tidak pernah menganggap dirinya seorang gadis. Maksudnya, dia tidak bersikap feminism seperti gadis seusianya. Justru hubungan pertemanan dirinya selalu mirip seperti teman cowok di kelasnya.
Dia memiliki temperamen tinggi, tapi anehnya dia rukun dengan teman cowok seolah mereka sama-sama anak cowok biasa. Jika bukan karena payudara dan bokong yang menggembung, teman-temannya akan terus-menerus memberitahu orang lain bahwa dirinya adalah seorang cewek.
John sendiri tidak pernah memandangnya sebagai seorang gadis. Terutama, saat dirinya baru saja mengajak John untuk membeli buku percintaan panas, lalu menjadikan itu sebagai objek bisnis mereka
John tentu saja tercengang. Itu adalah hal yang tak pernah dia alami di masa lalu, tapi sekarang dia menjumpai scenario langkah seperti ini. Dia memiliki keinginan untuk menolak, dan sekarang semua pikirannya ada dalam kata-kata yang tertulis dalam mimpi itu. Rasa ingin tahu terus mendorongnya untuk menerjemahkan teks tersebut sesegera mungkin.
"Kayaknya tidak masalah jika tidak jajan. Aku ingat pernah melihat kamus bajakan dari di kios buku bekas. Harganya juga cukup murah. Sepertinya, itu akan membantu jika aku membelinya." Memikirkan hal ini, John jadi memiliki sedikit minat untuk pergi ke sana.
Segera setelah merapikan kertas ujian, dua siswa dari kelas luar datang ke arah Yuna untuk meminjam catatan belajar. Tapi, gadis itu sudah meminta John untuk menunggunya di gerbang. Jadi, John membawa tas sekolah dan berdiri di samping gerbang sekolah dengan bosan.
Gelombang siswa berseragam biru dan putih keluar dari sekolah dan berjalan keluar dari gerbang yang terbuka. Karena sinar mentari, sosok setiap siswa terlihat berwarna merah.
Teriakan heboh sepulang sekolah, dari waktu ke waktu, terus menggema di udara. Sebagian bahkan beristirahat di dari taman yang ada. Sebagian yang lain, ada juga siswa yang mengendarai sepeda untuk membunyikan bel dan melewatinya.
John berdiri di sisi gerbang besi, mengambil napas dalam-dalam tanpa sadar. Suhu yang ada membuatnya merasa seolah-olah oksigen sulit untuk menembus ke dalam paru-parunya, sedangkan dia telah membuang banyak gas dari sana.
"Hey!" Yuna yang tidak tahu dari mana asalnya datang menepuk pundaknya.
Gadis itu mengikat rambutnya dengan gaya kuncir kuda dan menggoyang-goyangkan kepalanya. Kedua mata melihat sekeliling dengan senyum masam.
"Aku bawa tas kecil yang tidak transparan hari ini. Jadi, kalau kau mau kita bisa membeli lebih banyak tentang itu."
"Terserah saja," John mengatakannya dengan ekspresi masam, menunjukkan bahwa dirinya tidak tertarik sama sekali.
Dia sekarang lebih tertarik untuk mencari kamus yang bisa membantu untuk menerjemahkan teks dari miminya. Tetapi, mengucapkan keinginan seperti itu mungkin akan menjadi pukulan pada antusiasme gadis yang ada di sebelahnya.
Dia berhenti, masih menolak untuk berbicara. Yuna lantas berbisik, "Tadinya aku akan mengajak Ally, karena kamu tampak kurang tertarik. Sayang saja dia tiba-tiba sibuk."
Sebenarnya Ally tidaklah sibuk hanya saja karena tahu ada anak laki-laki bersama Yuna, jadi dia malu untuk ikut sama sekali. John sendiri tahu bahwa Ally juga sahabat Yuna, satu-satunya teman yang paling akrab dengannya.
Hal tersebut jelas berbeda jika dibandingkan dengan John yang bersikap terlalu umum. Keduanya bahkan tidak banyak bicara, mereka cepat-cepat berjalan di sisi jalan, kemudian berputar di dua sudut, dan dengan cepat menemukan sebuah gang di lingkungan lama. Gang itu hanya berjarak dua ratus meter dari sekolah, dan di area sana saat ini tengah dipenuhi dengan kios buku karena pameran yang sedang berlangsung.
***
Di malam hari. Area sekitar gang, ada lebih dari selusin kios buku yang mendadak terbuka. Terdapat kain yang terbentang dan tersebar di atas tanah, dengan selembar kertas plastik yang ditempatkan di antara buku.
Beberapa mobil gerobak tampak penuh dengan berbagai buku bajakan, kaset bajakan, CD, dan sebagainya. Mereka memasaknya menggunakan radio kecil yang terlihat dengan jelas.
Suasana yang seharusnya tampak remang, ternyata jauh lebih bercahaya. Di sana sudah ada pengunjung termasuk John dan Yuna yang ikut nongkrong di area sana. Lokasi pemerannya mungkin tidak besar, tetapi popularitasnya cukup banyak.
Banyak pengunjung yang senang nongkrong berlama-lama di sana. Beberapa langsung membeli dan beberapa yang lain ikut berjongkok di depan kios buku untuk membaca dan memilah-milah koleksi yang mereka sukai.
Ada sumber cahaya yang terpusat di area gang, bohlam daya tinggi tanpa kap lampu terpampang di sana. Dari model dayanya seperti seratus watt. Hal itu yang jelas membuat seluruh lorong ikut bersinar.
Yuna bercampur dengan orang-orang yang jarang ditemui olehnya. Mereka terlihat begitu gembira bergegas antara satu kios buku ke kios buku lainnya, sekalipun mereka hanya untuk melihat-lihat.
Dia sangat berpengalaman untuk menemukan buku yang tersembunyi di area stand. Walau dirinya mencoba untuk bertingkah anggun, tapi lirikan matanya tak pernah lari dari buku kecil penuh candu yang sudah dia targetkan sejak awal.
Di sisi lain John tak mengambil pusing dan terus mengabaikannya. Pria itu hanya tertarik datang demi mencari kamus yang diharapkan bisa ditemukan olehnya di pameran ini.
Hanya setengah jalan dari kios buku pertamanya, Yuna sudah terlihat lari menuju kios ketiga. John sama sekali tidak terburu-buru. Dia terus melirik, tapi tidak menemukan kamus bahasa kuno yang diincarnya.
Oleh karena itu, dia pindah ke kios buku kedua. John masih menaruh banyak harapan saat melihat koleksi yang disajikan oleh kios tersebut. Dia berharap dapat menemukannya di sana.
Meskipun kamus tersebut hasil bajakan, dia tidak masalah. Yang penting dia bisa mendapatkannya dengan menghemat pengeluaran.
Langkah kakinya terus berlalu di kios-kios itu, dan tak sadar dia sekarang sudah berada di area kios keempat. Tapi, John belum menyerah, dia masih menaruh banyak harapan di pameran tersebut.
Saat melintasi salah satu penjual yang menggilir lapaknya di tanah, mata John menangkap jenis kamus yang dicarinya sejak tadi. Dirinya lantas berjalan mendekat ke arah sana.
"Berapa harga buku tersebut?" John menyahut sambil berlutut dan meminta kamus dari tumpukan buku-buku tua yang berantakan.
"Lima belas, tidak bisa di tawar," penjual tersebut merespon dengan penampilan misteriusnya. Sosok yang mengenakan kacamata persegi dan topeng kain abu-abu, seolah dirinya tidak ingin dikenali oleh siapapun.
**To Be Continued**