John lantas menghangatkan nasi panas. Setelahnya, dia segera makan hidangan dingin itu dengan cepat. Kemudian dia dengan senang hati memeluk kamus yang dibelinya ke kamar tidur. Dia berniat untuk mulai mempelajari teks yang dihafalkan dalam mimpi.
Kamar tidurnya adalah ruang serbaguna. Di sana adalah tempat untuk tidur, di sana juga merupakan ruang belajar dan tempat dia melakukan pekerjaan rumah maupun bersantai.
Di malam hari, waktu terus berputar semakin gelap seiring hari terus tertelan habis. John menyalakan lampu meja yang ada. Merasa tak cukup, dia mengambil senter kecil untuk menyorot satu demi satu kata, memandang frase naskah kuno tersebut.
Sekitar setengah jam kemudian. Dia merasa begitu antusias. "Menarik!" Dirinya mendesis kecil. Menggabungkan tata bahasa dasar yang ada dalam kamus, John dengan cepat menerjemahkan dua kata dari catatannya.
"Ini benar-benar jenis teks Gulene standar! Sudah jelas bahwa aku belum pernah mempelajari hal semacam ini sebelumnya. Gaya penulisan dan teksturnya juga begitu unik. Jelas, dua kata ini tidak salah!"
John menatap dengan cermat pada dua frasa di depannya, dan untuk sesaat tidak tahu bagaimana menulis kembali terjemahan tersebut. Jelas apa yang muncul dalam mimpinya adalah sesuatu yang saling berhubungan.
"Yah, dua kata ini, diterjemahkan... ide umumnya seharusnya adalah..."
Sayangnya, dia perlahan-lahan tersesat di buat kata-kata tersebut. Menulis hasil terjemahan satu per satu dari kamus berdasarkan hasil temuannya.
"Senjata tajam, pedang, metode, catatan, catatan"
"Eh? Terhubung... Mungkinkah... pedang?" Ekspresi John tiba-tiba tampak saat dia bereaksi
Dia berhasil mendapat terjemahan dari satu kata. Tulisan dasarnya ternyata tidak begitu rumit. Seringkali satu huruf mungkin memiliki beberapa arti. Tetapi, penting baginya untuk tetap menemukan arti yang saling terhubung.
Di bawah cahaya yang menyembur, wajah seorang John Lin terlihat begitu antusias dan bermartabat, terutama saat dirinya menundukkan pandangan untuk mempelajari dengan cermat teks yang baru saja diterjemahkan olehnya.
Kemudian, dia memeriksa kamus lagi dan lagi untuk melihat apakah ada kesalahan dari hasil terjemahannya. Di balik kertas yang tampak banyak coretan, dia memeriksanya berulang kali, berturut-turut sampai dia merasa yakin.
"Jika itu berarti permainan pedang, maka buku yang kulihat dalam mimpiku…" John merasa sedikit terkejut.
Dia masih ingat banyak teks yang jelas dalam buku itu. Semuanya tampak jelas di pikirannya sekarang.
"Jika itu benar..."
Tiba-tiba rasa ingin tahu yang kuat kembali terbesit dari dalam hatinya.
"Itu jelas mimpi, tapi bagaimana mungkin? Bagaimana bisa?" John mengerutkan bibirnya, menundukkan kepalanya dengan cepat dan memutuskan untuk menerjemahkan kata berikutnya.
Ada dua paragraf dari teks yang sempat dia hafalkan. Bagian depan yang jelas merupakan sampul dan bagian belakang yang terdapat paragraf pendek di sisi kanan bawah.
Segera, dia memeriksa kamus dan menerjemahkan sisa kata yang ada. Untungnya, tulisan tersebut tidak sulit, dan ada banyak ahli dalam penelitian dalam negeri mengenai hal itu. John merasa cukup lega karena dia dapat membeli kamus yang dapat membantunya.
Setelah selesai menerjemahkan, dia mengambil kertas coreta miliknya. John berusaha menyatukan setiap terjemahan untuk menuliskannya nanti di atas kertas lainnya. Tapi, ada beberapa perubahan yang tidak bisa ditangkap olehnya.
"Apa-apaan maksud semua ini?"
John menggelengkan kepalanya karena merasa rumit. Dia 100% yakin saat ini bahwa ada sesuatu yang salah dengan mimpinya. Kertas putih di atas meja, dengan banyak coretan di sana yang tertulis dengan begitu jelas.
"Pendekar pedang ahli 2, karangan Russell. Bukan, sepertinya judul yang tepat adalah Pendekar pedang tingkat kedua. Hmm, ini membingungkan..." John merasa aneh pada perasaannya karena hal ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Dirinya terdiam, dengan cepat merapikan kertas terjemahan itu lalu, bangkit dan dengan cepat membuka pintu. Ruang tamu terlihat begitu gelap, dan jelas bahwa orang tuanya sama sekali belum kembali.
Dia menarik napas panjang, berjalan cepat ke dapur, sembari membawa kertas yang berisi tulisan tersebut lalu membasuhnya dengan air mengikuti firasatnya yang aneh.
Dalam suara deras air yang mengguyur, John menyaksikan tulisan tangan di kertas itu dengan cepat kabur akibat basah kuyup, dan akhirnya berubah menjadi hitam pekat sehingga dia tidak bisa melihat apa pun. Dia melemparkan kertas yang sudah basah ke tempat sampah, lalu mengeringkan tangannya. John meninggalkan dapur, dan kembali ke kamar tidurnya.
Tanpa mencuci wajah atau menggosok giginya, John segera mengganti pakaian dan kaus kakinya lalu naik ke tempat tidur. Dia ingin sekali menguji kembali mimpi kemarin. Terutama saat dia sedikit ingat konten yang dilihatnya. John hendak memastikan mengenai bisa atau tidaknya buku itu dapat dibaca.
Hanya saja mimpi buruk sebelumnya kembali menghantui pikirannya. Sebuah pertanyaan sekilas muncul di dalam kepalanya.
Dia mencoba menghilangkan pikiran risaunya. "Tenang, aku belum tahu apakah itu akan berlanjut hari ini? Tapi, semoga saja aku masih bisa masuk ke mimpi itu."
John membentangkan beberapa harapan yang ada dalam pikirannya. Dia benar-benar kehilangan rasa takutnya saat ini. Segera dia menutup matanya, mengatur nafasnya, dan mengosongkan pikirannya.
Waktu berlalu secara perlahan seiring dengan rasa kantuk mulai menghampirinya. Kesadaran John secara bertahap mulai memudar. Di tengah ambiguitas, dia tampaknya mendengar pintu yang ada di ruang tamu dibuka melalui kunci, dan terdengar seseorang masuk.
Tidak ada pembicaraan, tidak ada yang lain. Langkah kaki terdengar semakin dekat. Suaranya berasal dari koridor, dan kemudian pintu kamarnya didorong terbuka.
Kini, dia merasa bahwa ada seorang yang tengah berdiri di pintu kamar dan menatapnya sejenak. Dia bisa dengan jelas merasakan bahwa sosok itu berdiri di depan pintu, menatapnya cukup lama, tapi tidak bisa dijelaskan karena matanya terpejam.
"Apakah ibu dan ayah sudah pulang?"
John berspekulasi dalam tidurnya. Tapi segera, pikirannya benar-benar buyar. Dia bahkan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Kesadarannya pergi secara penuh.
***
Semuanya tampak suram. John berdiri diam-diam di aula, di samping perapian dengan kondisi setengah sadar. Di bagian depannya terdapat meja makan persegi panjang yang dilapisi taplak meja yang lusuh. Dia perlahan membuka matanya seiring dengan kesadaran baru terlintas dan dirinya melihat sekeliling.
"Apa aku berhasil kembali lagi?"
John merasa sedikit luar biasa. Dia pikir dia akan mengalami mimpi buruk yang sama seperti sebelumnya. Dia sudah mempersiapkan diri untuk bertarung melawan mimpi buruk itu. Tanpa diduga, dia ternyata sudah kembali di sana lagi.
"Ini, kan ...?" John mencoba menggali semua ingatannya, tetapi tidak dapat menemukan konten yang sesuai di depannya.
"Secara logis, mimpi seharusnya mewujudkan latar tempat yang pernah terlihat sebelumnya," papar John.
"Banyak mimpi yang terdiri dari pemandangan, orang-orang dan unsur-unsur lain yang telah aku lihat sebelumnya. Tetapi sekarang, aku tidak memiliki rasa keakraban di tempat ini," John melanjutkan kalimatnya sambil mengerutkan kening.
**To Be Continued**