Chereads / TERROR OF THE NIGHT / Chapter 15 - Titik Terang

Chapter 15 - Titik Terang

Ekspresi ayah John terlihat sedikit masam, tapi dirinya jarang berbicara dan lebih banyak mendengarkan dalam posisi duduk bersama tersebut. John yang berada di situ tidak menyukai keluarga pamannya itu.

Jika berbicara tentang uang, mereka selalu duluan. Sepupunya Zein Lin dan adiknya Xenia Lin selalu terlihat bersenang-senang karena keluarga mereka jauh lebih baik daripada keluarganya.

Kadang-kadang John mendengar bahwa beberapa dari mereka sering pergi untuk mendaki atau liburan dengan biaya sendiri tanpa pernah menengok atau peduli pada permasalahan anggota keluarga yang lain. Sekarang, mereka datang seolah mereka tertekan oleh beban dan mengklaim kesibukan mereka sendiri.

Lingkaran kehidupan dan hiburan yang mereka nikmati jauh lebih tinggi dari yang keluarga John Lin bisa lakukan. Dia biasanya hanya bermain dengan saudarinya atau kerabat terdekat lainnya.

Itu pun yang paling mahal yang sudah mereka mainkan hanyalah sesuatu di aula permainan dan kafe internet. Sebuah tempat yang jelas merupakan tempat paling umum. Jadi, meskipun keduanya memiliki usia yang sama, mereka tidak memiliki pengalaman yang sama sekali.

Mata Zein menatap kemana-mana, seolah dia tidak menyukai sesuatu. Hal yang berada disekitarnya saat ini tak begitu berarti apa-apa untuknya. Cowok itu memiliki latar belakang yang berbeda dan lebih baik. Katanya, dia juga seorang siswa terbaik di kelas.

John bahkan mendengar di tiga minggu lalu bahwa Zein lulus ujian sekolah dengan nilai yang sangat bagus. Dia mendengar kabar burung yang bersiul bahwa cowok itu merupakan satu dari sepuluh orang terpintar di sekolah.

Zein padahal bersekolah di tempat yang jauh berkelas dan terkenal akan daya saingnya. Orang-orang pintar dan berada dikatakan memasuki sekolah tersebut. Sekolahnya bahkan mendapat predikat sekolah terbaik dan teladan di daerah mereka. Hal itu berbanding jomplang dengan John yang masuk sekolah biasa yang ada di kota.

Namun, saat pihak lain tidak ada di sana, John hanya akan mengabaikannya. Semua pikirannya sekarang ada dalam buku mimpi itu. Konten yang diterjemahkan sebelumnya bahkan belum selesai. Dia memiliki masalah sendiri di dalam kepalanya daripada harus terus memiliki sosok figure sempurna di keluarga mereka.

"Dahulu kala, aku… Russel adalah Pendekar Kekaisaran kedua. Di sini aku meninggalkan biografi yang memuat hal mengenai diriku sendiri. Aku dulu pergi ke medan perang, tempat dimana aku menaklukkan tujuh tentara musuh. Meskipun aku tidak pernah menguasai ilmu yang luar biasa, aku tetap layak mendapat predikat terbaik tingkat kedua. Sekarang aku sudah tua, dan ingin kembali ke kota asalku. Tapi, dalam perasaan yang kelabu ini, aku ingin meninggalkan jejak terakhir dari diriku."

"Sekarang, di pikiranku, kembali terngiang dimana aku masih bisa melihat ledakan dari tiang api yang melahap. Ada cangkang terbang di langit, senjata dingin saling bertautan dengan pantulan, dan baju besi serta jubahku saling bertabrakan sesekali. Seseorang terjatuh, seseorang terlihat memanjat, dan ada perisai yang menjulang tinggi di depan mereka. Benda kokoh itu terus bergetar, dan tiba-tiba ada asap yang menjuntai di langit. Aku bukanlah orang yang takut untuk menghadapi maut. Hanya saja, aku tidak ingin mati dengan sia-sia."

Bagian belakang masih misteri. Itulah hasil dari terjemahan yang berhasil John lakukan. Dia mengkombinasikan terjemahan dari kamus yang dibelinya, dengan beberapa materi tata bahasa yang dia temukan secara online. Dia menyempurnakan hubungan antar kalimat, dan informasi yang dia dapatkan adalah itu.

"Dia adalah seorang pejuang yang pasti berada di medan perang, buku itu adalah peninggalannya," John bergumam saat memikirkan hal itu.

Setelah semua penelitian dengan hak spiritual, John mulai dengan mudah memahami beberapa kosakata dasar dari huruf kuno itu. Dia bahkan begitu bersemangat dan menghabiskan banyak waktu di siang atau malamnya untuk hal tersebut.

Di waktu senggang, dia juga melafalkan kosakata dan tata bahasa yang ada Rennes. Dia bersumpah untuk tidak pernah begitu obsesi, tapi ternyata dia sekarang begitu tergila-gila mempelajarinya. Buku-buku dalam mimpi itu seperti pil kebahagian yang dapat mematikan jika terus dikonsumsi, tapi terus memiliki daya tarik dan aroma menggoda.

Dia ingin tahu apa yang diperjuangkan sang pendekar pedang tingkat kedua, dan apakah buku pegangan itu benar-benar bisa mengajarkannya teknik latihan pedang.

"John… John…, mungkin aku benar-benar mulai gila berpikir bisa belajar ilmu pedang dari buku misterius dalam mimpi," pikirnya.

Tiba-tiba sebuah teriakan menyadarkannya dari lamunan itu. John melihat ke belakang dan menatap Zein yang mengerutkan kening pada dirinya sendiri, solah cowok itu memiliki dendam pribadi padanya.

"Ada apa?" ​​Dia balas dengan membentak.

"Bahan ulasan apa yang kau butuhkan? Aku memiliki banyak referensi. Kau mungkin bisa meminjam atau mengkopinya," kata Zein dengan tenang.

John tampak bingung dan berdiam diri. Dia lantas melontarkan pandangan dan melirik ayahnya. Jelas, Zein tidak mungkin tiba-tiba memiliki inisiatif untuk mengatakan hal tersebut. Jadi, dia merasa bahwa ayahnya meminta bantuan kepada sepupunya itu.

Melihat bahwa ujian masuk perguruan tinggi akan berlangsung, Zhousin, sang ayah juga pasti khawatir. Dia melihat putranya tampak aneh dan performa rekor pendidikannya naik turun. Jadi, dia mendekati Zein dan bermohon agar ponakannya itu dapat mengajarkan putranya beberapa pengetahuan sebagai bekal.

Namun, John ternyata tidak tertarik sama sekali. Dia memiliki ingatan akan kehidupan lampau, dan dirinya bersikap lebih dewasa daripada siswa biasa. Mengenai pembelajaran itu karena dia tidak mau belajar saja.

John benar-benar tidak tertarik dan tidak menyukai pendidikan berorientasi ujian umum di sini. Dia terus berpikir itu adalah sesuatu yang buang-buang waktu.

Performa belajarnya yang naik juga terjadi karena terpaksa, agar kedua orang tuanya tidak terlalu merasa khawatir. John sejak awal tidak bermasalah dengan mendapatkan peringkat acak di tengah.

Sebenarnya, dia adalah orang yang cukup jenius. Hanya saja dia tidak mau menghabiskan terlalu banyak energi dan waktu untuk bersaing poin dengan anak-anak lain. Dia sudah begitu muak dengan kehidupan ini.

"Aku tidak memerlukan bahan ajar lainnya. Punyaku yang di sini sudah cukup kok. Terima kasih atas tawarannya Zein," Jawab John.

"Tidak apa-apa," cowok itu membahas dengan santai.

"Oh ya, minggu depan adalah ulang tahun kakakmu Jean. Apa ada rencana untuk keluar dan merayakannya bersama?"

"Maaf, tapi jangan pergi. Jadwalku sudah terlalu ketat sekarang," John membalas dengan enggan. Dia tidak punya waktu untuk berbasa-basi dengan sepupunya itu sekarang. Terutama saat seluruh fokusnya berada pada mimpi yang menerornya setiap malam.

"Sebenarnya, kamu juga harus mencari lingkaran yang lebih besar untuk memperluas koneksi. Jangan hanya berteman dengan teman sebaya saja. Mereka juga pasti memiliki rencana mereka sendiri, terutama kau tahu masa depan, arah yang ingin mereka ambil demi mengejar mimpi yang ada," Dengan sedikit keunggulan, Zein berpura-pura menjadi teman karibnya yang tengah memberi nasihat.

**To Be Continued**