Raisha baru saja sampai di rumah sakit. Ia berjalan memasuki lobby rumah sakit. Revan tengah memarkirkan mobil. Raisha terpaksa turun lebih dulu di lobby karena ada jadwal pemeriksaan pasien yang cukup darurat.
"Ah!" pekik seseorang membuat Raisha menoleh ke sumber suara.
Semua orang heboh saat seorang wanita tua jatuh pingsan dan sempat kejang. Ia bahkan memuntahkan cairan kuning dari mulutnya. Raisha bergegas menghampiri wanita yang di biarkan tergeletak itu di lantai. Semua orang hanya menonton saja. Raisha berusaha menyelamatkan orang itu dengan melakukan CPR.
"Dokter Raisha!" pekik Rico yang baru sampai di sana dengan beberapa orang suster.
"Dokter Rico?"
"Bawa pasien ini kembali ke ruang isolasi," perintah Rico membuat empat orang perawat dengan berpakaian serba tertutup mendekati Raisha dan pasien itu. Mereka pun kemudian membawa pasiennya dengan menaikkannya ke atas brankar. Mereka pun membawa pergi pasien itu.
"Dokter Raisha, bisakah kamu ikut denganku," seru Rico.
Raisha seakan baru saja menangkap sesuatu hal yang janggal dan membuatnya gelisah. "Baik."
----
Rico membawa Raisha ke dalam ruang isolasi, dimana sekeliling ruangan itu adalah kaca. Di dalam sana terdapat brankar dan beberapa alat medis. Bahkan cukup banyak dan terlihat untuk penanganan yang berat.
"Kamu tidak bertanya kenapa aku membawamu kemari?" seru Rico.
"Aku melihat kalian menangani pasien tadi. Apa penyakitnya cukup parah?" tanya Raisha.
"Ya. Kamu juga tau, penularan ini akan sangat berbahaya. Untuk sementara kamu jangan meninggalkan ruangan ini," seru Rico.
"Apa penyakitnya?" tanya Raisha saat Rico mencoba mengambil sampel darah darinya.
"Belum jelas. Tetapi itu karena bakteri, menyebar ke otak dan jantung. Bakteri ini cukup berbahaya, dia berkembang biak di dalam darah kita. Kamu tadi sudah bersentuhan dengan pasien itu," seru Rico mulai mengambil sampel darah Raisha.
"Kemungkinan besar aku tertular," seru Raisha.
"Tidak, itu-"
"Aku paham kok. Kamu jangan terlalu khawatr," goda Raisha membuat Rico tersenyum kecil.
"Kakak ipar tidak merasa takut," seru Rico.
"Untuk apa. Ini kan belum jelas, aku juga belum melakukan tes apapun," jawab Raisha.
"Ah benar juga," kekeh Rico mengusap tengkuknya. "Hasilnya akan keluar 2 jam lagi," seru Rico memasukkan kembali peralatan medis ke dalam kotak berbentuk persegi itu. Ia beranjak pergi meninggalkan Raisha seorang diri.
Raisha menghela nafasnya dan mengusap wajahnya gusar. Bagaimana ini bisa terjadi pada dirinya. Ia tidak tau kalau pasien tadi memiliki penyakit langka yang menular. Bahkan sampai detik ini belum ada obat untuk mengobatinya selain melakukan isolasi dan mengkonsumsi beberapa antibiotic. Bahkan gejalanya cukup menyiksa dan membuat sang pasien harus berendam di air yang dingin hanya untuk menahan virus itu semakin menyebar ke jaringan lain. Virus ini menyebar dengan sangat cepat melalui darah dan membuat organ vital mengalami kelumpuhan atau pembekuan secara tiba-tiba. Dapat terhitung beberapa pasien yang meninggal karena penyakit langka ini. Menurut keterangan, virus ini terdapat dari binatang melata.
Tap tap tap
Terdengar suara langkah cepat mendekati ruangan. Raisha tersadar dari lamunannya dan menoleh ke sumber suara. Di luar ruangan itu terlihat Revan datang dengan ekspresi wajah sangat khawatir.
"Raisha!" panggil Revan mengetuk-ngetuk pintu kaca itu. Revan terlihat berusaha menekan tombol di sana untuk membuka pintu ruangan itu.
"Sialan! Buka pintunya!" amuk Revan menendang pintu itu.
Raisha berdiri dari duduknya. Ia menatap Revan dengan tatapan sedih.
"Buka pintunya!" amuk Revan meneriaki suster yang berjaga di sana. Tak lama terlihat Rico datang menghampiri Revan.
"Van, tenangkan diri lu," seru Rico.
"Buka pintunya, sialan!"
"Gak bisa. Raisha sedang di isolasi. Dia tidak bisa melakukan kontak dengan yang lain, sebelum hasil laboratoriumnya keluar," seru Rico.
"Dia tidak sakit!" pekik Revan.
"Van, hentikan," seru Raisha yang sudah berdiri di depannya walau terhalang dinding kaca.
"Sayang," seru Revan menatap Raisha dengan tatapan penuh kekhawatiran.
"Aku baik-baik saja. Kamu tenangkan diri kamu," seru Raisha.
"Tapi-"
"Aku sungguh baik-baik saja, Sayang. Kita ikuti procedure yang ada," seru Raisha membuat Revan terdiam dan memilih mengalah.
Melihat Revan sudah tenang, Rico dan suster pun berlalu pergi meninggalkan kedua sejoli itu di sana.
"Kenapa kamu harus menolongnya," seru Revan terlihat sangat sedih. Bagaimana pun Revan mengetahui dengan jelas kasus penyakit langka ini, bagaimana gejala dan rasa sakitnya yang menyerang pernafasannya.
"Aku tidak tau kalau wanita itu memiliki penyakit ini. Kamu jangan sedih, aku sungguh baik-baik saja," seru Raisha tersenyum manis, seakan menenangkan suaminya. Revan hanya bisa menghela nafasnya seraya menatap istri yang sangat ia cintai.
♥
Setelah berada di dalam ruang isolasi semalaman, Raisha akhirnya boleh keluar karena hasilnya negative.
"Sayang!"
Revan langsung memeluk istrinya itu dengan perasaan lega. Setelah semalaman ia berada di dalam ruangannya dengan kondisi gelisah. Ia beberapa kali mengontrol Raisha yang terlelap di ruang isolasi. Revan bahkan memilih tidak pulang karena tidak bisa meninggalkan Raisha seorang diri.
"Revan," gumam Raisha membalas pelukan suaminya itu.
"Aku merasa sangat lega. Akhirnya kamu keluar juga," seru Revan.
Revan melepaskan pelukannya dan menangkup wajah istrinya. "Jangan pernah membuatku ketakutan lagi. Kamu harus selalu sehat," seru Revan. "Aku sangat ketakutan saat mengetahui kamu tertular."
Raisha tersenyum, dan itu berhasil menenangkan Revan. Apapun yang di lakukan Raisha seperti mantra bagi Revan.
"Syukurlah Kakak ipar tidak tertular," seru Rico yang baru saja datang menghampiri mereka.
"Terimakasih Dr. Rico," seru Raisha tersenyum manis.
"Ck, untuk apa kamu berterimakasih sama landak ini," seru Evan sedikit kesal. Rico memang di panggil landak oleh para sahabatnya karena model rambutnya yang seperti landak di bagian belakangnya.
"Ck, Abang tamvan begitu aja marah," goda Rico mencolek Revan.
"Ck, diem ah!"
"Gue ada kabar yang bisa bikin lu gak cemberut lagi," seru Rico tersenyum misterius.
"Kabar apa?" tanya Raisha.
"Kalian pasti sangat penasaran, bukan."
"Tidak!" jawab Revan dengan tegas.
"Sayang, berhenti merajuk. Ayo dengarkan kabar dari Dokter Rico," seru Raisha.
"Kakak iparku ini memang the best," seru Rico tersenyum puas.
"Berhenti berbasa basi. Sekarang katakan apa berita baiknya," seru Revan.
"Ini," Rico menyerahkan amplop berlogo rumahsakit Horison kepada mereka.
"Apa ini," tanya Revan mengambil surat itu dan membuka amplopnya. Ia bergegas membuka lipatan kertas dengan sedikit tidak sabaran.
Raisha ikut membaca surat yang ada dalam pegangan Revan.
"Ya Allah!" Raisha menutup mulutnya karena sangat kaget.
"Revan, ini-" Raisha tak mampu berkata apa-apa, ia hanya menutup mulutnya, dan mata yang berkaca-kaca.
"Sayang selamat!" Revan langsung memeluk Raisha dengan rasa bahagia juga haru.
"Alhamdulillah ya Allah."
Rico tersenyum melihat pasangan sejoli di hadapan mereka.
♥