Raisha merasa jenuh karena tidak bisa mengerjakan apapun di dalam rumah besar itu. Saat ini ia tengah mengambil cuti sesuai arahan Dokter karena ia sering sekali merasakan nyeri dan kram di bagian perutnya. Juga sempat ada pendarahan, sehingga Clarissa menyarankan Raisha untuk bedrest total.
Ia pun berjalan menuju ruang perpustakaan yang berada tak jauh dari kamar utama. Di sana banyak sekali berbagai macam buku.
"Aku tidak menyangka banyak sekali koleksi bacaan Revan," gumam Raisha mengambil satu buah buku mengenai ilmu kedokteran.
Ia pun mengambil duduk di atas sofa panjang dan membaca bukunya dengan selonjoran. Tak terasa ia membaca cukup lama dan membuat matanya berat. Akhirnya ia pun terlelap dalam tidurnya.
Selang 30 menit, seseorang masuk ke dalam ruangan itu dan tersenyum lebar saat melihat sosok bidadari yang terlelap di atas sofa. Seseorang itu tak lain adalah Revan. Ia pun berjalan mendekati sofa itu dan duduk rengkuh di lantai. Ia tersenyum menatap wajah cantik dan polos istrinya yang terlelap itu. Tangannya terulur dan merapihkan anak rambut yang jatuh mengenai wajahnya.
Setelahnya Revan pun membawa Raisha ke dalam gendongannya dan membawanya menuju kamar mereka. Raisha menggesekkan pipinya ke dada bidang Revan dan seakan mencari posisi ternyaman di sana.
Ia pun merebahkan tubuh Raisha di atas ranjang king size dan menarik selimut menutupi tubuh Raisha hingga batas dada.
♥
Revan yang baru saja melakukan lari pagi di area rumahnya, kini ia berjalan menghampiri Raisha yang tengah duduk di gazebo yang ada di sekitar halaman rumah mereka.
"Huh, cape banget," seru Revan meneguk minuman yang di berikan Raisha padanya.
Melihat Revan yang meneguk minumannya dengan menengadahkan kepalanya ke atas membuat Raisha tertegun saat melihat leher Revan. Jakunnya naik turun di penuhi dengan keringat yang mengalir membasahi lehernya. Itu terlihat begitu seksi.
Menyadari kekonyolannya, Raisha segera memalingkan wajahnya yang bersemu merah.
"Brother!" panggilan itu membuat mereka berdua menoleh.
"Rico?" seru Revan mengernyitkan dahinya.
"Dokter Rico?" ucap Raisha.
"Duh ini pengantin baru udah kadaluarsa masih aja mesra," seru Rico membuat Revan dan Raisha terkekeh.
"Ngapain lu kesini di pagi hari dan saat weekend? Padahal jarak dari apartement lu kesini cukup jauh. Rajin banget niat ganggu oranglain,"sindir Revan.
"Ck, apa itu sesuatu yang jangal buat lu," seru Rico. "Lagipula gue ingin lihat rumah baru kalian. Kakak Ipar, apa tidak ingin mengundangku masuk ke dalam rumah," seru Rico.
"Tidak! Lu hanya akan merusak acara weekend gue," ucap Revan.
"Ck, perhitungan." Cibir Rico.
"Jelasin dulu alasan lu kemari," seru Revan.
"Gue pengen ngobrol sama lu. Ada yang pengen gue tanyakan."
"Wani piro? Gue bukan orang yang mudah di ajak bicara," seru Revan membuat Rico mencibir.
"Udah jangan menggodanya lagi. Ayo masuk ke dalam," seru Raisha beranjak dari duduknya.
"Kakak ipar memang paling The Best deh," seru Rico dan berjalan mengikuti Raisha memasuki rumah.
---
"Jadi apa yang mau lu curhatin?" tanya Revan saat mereka sudah duduk di kursi dekat kolam renang.
Tak lama Raisha datang dengan membawa 2 gelas teh dan menyuguhkannya.
"Makasih Kakak ipar," seru Rico menyeduh teh yang masih hangat itu.
"Sama-sama," seru Raisha yang ikut duduk di dekat Revan.
Tak ada rasa canggung lagi di antara Raisha dan para sahabatnya Revan karena mereka telah saling kenal selama 2 tahun. Bahkan dengan Rico lebih dari itu karena satu pekerjaan.
"Ada apa?" tanya Revan.
"Kemarin nyokapnya si Fira minta gue datang. Gue datang kan tuh ke rumahnya, Ibu Bapaknya si Fira bilang akan setuju dan menerima lamaran gue kalau gue meninggalkan karir gue sebagai Dokter," seru Rico membuat Raisha juga Revan kaget.
"Kok gitu?" tanya Raisha.
"Mereka tidak ingin memiliki menantu seorang Dokter yang akan selalu sibuk setiap saat. Dan keluarga akan terabaikan," ucap Rico.
"Terus lu jawab apa?" tanya Revan.
"Gue gak jawab, jadi Dokter adalah cita-cita gue, impian gue," seru Rico menghela nafasnya.
"Si Fira gak belain lu?" tanya Revan.
"Nggak, dia juga pengennya gue buka usaha aja bareng dia," seru Rico.
"Kok gitu, harusnya cinta itu menerima apa adanya dan saling mendukung," seru Raisha.
"Jangan jadi bucin lah Co," seru Revan. "Lu ganteng, udah termasuk mapan juga, cewek pasti banyak yang ngejar-ngejar lu."
"Bahasa kamu, anak muda banget," seru Raisha menepuk jidatnya.
"Ucapan aku kan bener, Sayang. Lagian ini anak dari dulu kenapa mau aja jadi budak cintanya si Fira," seru Revan.
"Gue bukan budak cinta, gue hanya cinta sama dia," bela Rico tidak rela di katakan sebagai budak cinta.
"Sama aja," seru Revan membuat Rico cemberut dan Raisha hanya bisa terkekeh.
"Bagusnya sih kalian coba jalan sendiri-sendiri dulu, buat nguji perasaan kamu juga cintanya Fira sama kamu. Setidaknya kalau Fira memang cinta sama kamu, dia akan lebih memahami kamu," seru Raisha.
"Bener kata bini gue," seru Revan. "Coba lu break dulu dan pikirin mateng-mateng. Kerja jadi Dokter tuh mulia, bisa membantu banyak orang. Lagipula mendapatkan gelar Dokter sampai mencapai ke titik ini tuh gak gampang. Masa lu mau lepasin gitu aja sih," seru Revan.Raisha mengangguk setuju.
"Mungkin kalian benar, gue harus coba ambil langkah ini untuk menguji cinta Fira ke gue," seru Rico memikirkan segala hal.
"Nah gitu, baiklah sekarang aku akan bersih-bersih dulu kemudian masak untuk kita makan bersama," seru Raisha.
"Kamu memang paling pengertian Kakak Ipar," kekeh Rico.
"Bini gue tuh gak ada duanya," seru Revan dengan bangga membuat Raisha menggelengkan kepalanya.
♥