Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Earth Light

🇮🇩Bough_De_Van
--
chs / week
--
NOT RATINGS
2.3k
Views
Synopsis
Light terlempar keluar dari zona perang, pikirannya yang masih kalut menemukan dirinya terkapar di sebuah rumah kayu yang terisolasi di tengah hutan. Dirawat oleh seorang perempuan misterius yang tidak ia kenal, nasib Light kini berada di tangan perempuan itu. Petualangan macam apa yang akan Light alami? Misteri yang terus diungkap secara perlahan, perempuan misterius itu akan mengubah pandangan Light terhadap dunia di sekelilingnya.
VIEW MORE

Chapter 1 - HILANG

"Sepertinya kita sedang terdesak ya."

Laporan demi laporan mengenai gugurnya pasukanku terus berdatangan, tandu-tandu yang membawa mereka juga lalu lalang di sekitar tenda milikku.

Sebagai seorang panglima perang, tanggung jawabku dalam perang ini ternyata besar juga.

"Tuan, pasukan kita hanya tersisa sekitar 700 orang, kita tidak punya kesempatan menang," Hans berkata kepadaku. Dia seorang pria tinggi dengan mata hijau yang mencolok dan mengenakan baju zirah perang silver, ia memiliki sebuah kapak besar sebagai senjatanya, dia adalah asistenku di perang ini.

"Walaupun aku turun tangan?"

"Itu tidak akan banyak membantu."

"Aku sakit hati loh kalau kamu meragukanku."

"Tidak, hanya saja, ini bukan ide yang baik."

"Pilihanku tidak banyak, jika aku dapat menghentikan pergerakan musuh, maka semakin banyak dari prajurit kita yang dapat melarikan diri."

Aku menyabet pedangku dari sarungnya dan segera menaiki seekor kuda berwarna putih.

Benar saja, di medan perang sana sudah banyak pasukanku yang gugur.

Amarahku memuncak, spontan saja aku menyerbu ke arah musuh. Mereka adalah kaum Zortar, belum juga aku sempat mendekati salah satunya, aku sudah terpental beberapa meter, kudaku meringkik keras bagaikan baru saja menabrak sebuah tembok besi yang sangat tebal.

Kaum Zortar menggunakan sihir sebagai senjata perang utamanya. Spesialisasi serangan mereka itu telah banyak sekali merenggut nyawa prajuritku, aku sendiri merasa beruntung karena tadi hanya serangan kecil yang aku terima, sebenarnya, jika mereka ingin, mereka dapat membunuhku hanya dengan merapalkan mantra yang terdengar konyol saat dirapalkan.

"Mundur!" kataku berteriak, aku tidak bisa membiarkan lebih banyak lagi korban dari sisiku berjatuhan.

Bloodfang, gumamku mungkin itu bisa membantu walaupun sedikit.

Aku tidak pernah memakinya sebelumnya, sungguh, memegang pedang yang sebelumnya dimiliki oleh seorang pembunuh berdarah dingin dan keji, rasanya sangat menjijikkan, dan anehnya lagi, ibuku mau menikahi pemiliknya.

Aku mengeluarkan pedang sakral itu dari sarungnya dan menyerbu ke depan mencoba mengimbangi kecepatan dan kelihaian permainan pedang musuh. Aku megelak ke kiri dan ke kanan sembari mencoba menebas untuk menebas salah seorang prajurit musuh.

Pedang kami bertemu, suaranya memekakkan telinga, sesaat kemudian, pedangku patah.

Bagaimana mungkin, Bloodfang Patah?! Gumamku cemas.

Seketika itu juga, saat aku masih bingung melihat pedangku yang patah, sebuah bola api atau bola apalah itu menghantamku terlempar entah kemana, ingatan terakhirku sebelum aku pingsan, aku berada di sungai dan terapung tanpa arah, setidaknya fakta itu dapat menenangkanku karena aku tidak terbunuh dan bisa berhasil lolos dari kaum serangan Zortar.