Sudah satu minggu semenjak kejadian di perpustakaan terjadi, aku senadiri terus mencari alasan kenapa Celline bisa mengamuk seperti itu, namun, hingga saat ini aku tidak mendapatkan petunjuk apapun.
Ya sudahlah, mungkin memang hanya waktu yang dapat menjawab pertanyaan misterius itu, untuk sekarang, mari kita menyapa Celline dulu, pagi-pagi yang cerah seperti ini sepertinya tidak buruk untuk berjalan berdua mengelilingi desa.
Setelah sampai di depan rumah sementara Celline, aku membuka dengan perlahan pintu reot yang ada di depanku ini, dengan suara rendah, aku mulai memanggil namanya.
"Celline?"
Tidak ada jawaban dari dalam, sepertinya dia sedang tidak ada di rumah. Kalau begitu, kemana ya dia pagi-pagi seperti ini? Memetik buah beri? Karena kecewa tidak dapat menemuinya di pagi ini, aku dengan perlahan menutup pintu rumah dan mulai berjalan menjauh.
"Light!" Sebuah suara dari kejauhan memanggilku, suara tinggi itu terdengar seperti suara Crystal.
Aku membalikkan bandanku, dari celah rumah-rumah tua, sosok Crystal menyembul keluar menampakkan sosoknya yang indah, namun, menakutkan.
"Indah namun menakutkan ya? Pujian dan ejekan pada saat yang sama, aku bingung kenapa perempuan seperti Celline dapat tahan hidup bersamamu."
"Kalau itu, tanyakan saja langsung kepada dia, memangnya aku tau apa?"
"Dan juga sedikit bodoh, semakin hari semakin banyak saja ya hal-hal yang tidak baik tentangmu muncul."
"Haha padahal aku baru dua minggu disini dan kamu sudah tahu banyak tentangku, tajam juga ya instingmu itu."
"Omong-omong, apa yang kamu lakukan pagi-pagi seperti ini? Mencari Celline?"
"Tebakanmu benar! Hadiah apa yang kamu inginkan? Kantong kiri atau kantong kanan?"
"Wah, Kebetulan sekali! aku juga sudah menemukan Celline."
"Err … mau buah plum dan daging asap?"
"Miskin sekali kamu."
"Yah maaf."
"Kalau begitu apa sebaiknya aku yang memberikanmu hadiah?"
"Benarkah?"
"Bagaimana kalau bertemu Celline sekarang juga?"
"Itu hadiahnya?"
"Tentu saja, hadiah kan sesuatu yang biasanya seseorang butuhkan?"
"Benar juga sih."
"Sekarang tutuplah matamu."
"Untuk apa?"
"Hadiah itu sebaiknya diberikan dalam bentuk kejutan kan? Sudahlah, tutup saja matamu."
Padahal bukannya kamu baru saja memberitahuku apa hadiahnya? Mana mungkin ini sebuah kejutan.
Aku menuruti perkataannya dan mulai memejamkan mataku.
Suara kicauan burung-burung dan kepakan sayap burung terdengar indah di pagi ini, hal-hal yang biasanya tidak aku perhatikan mulai memunculkan diri mereka saat aku menutup mataku.
Tidak lama kemudian, aku merasa seperti tangan kananku digenggam oleh seseorang, sesaat setelah itu, aku mulai merasakan aura dingin yang menjalar dari ujung tangan kanan ke pundakku, rasanya tangan kananku sedang ditelan oleh aura dingin ini.
"Umm … Crystal?"
"Sssh, tenang saja, percayakan dirimu kepadaku."
Kata-kata Crystal sama sekali tidak menenangkanku, lututku mulai bergetar, aku tidak tahu kekuatan ini akan melakukan apa kepadaku, namun, aku terus menutup kedua mataku, takut akan apa yang akan aku lihat jika aku membuka kedua mataku. Perlahan namun pasti, aku dapat merasakan aura dingin itu menjalar dan tidak lama telah membungkus seluruh tubuhku.
Aku tidak dapat merasakan apapun lagi, semuanya dingin dan gelap, semuanya terasa hampa, hening dan dingin, tubuhku rasanya sangat ringan, namun, juga rasanya tidak dapat digerakkan. Aku mencoba untuk berbicara, namun, suaraku sama sekali tidak terdengar, aku dapat merasakan udara keluar dari tenggorokanku, aku yakin aku sekarang sedang berbicara, bahkan aku mulai berteriak, namun, aku tidak dapat mendengar apapun, suaraku, ragaku, semuanya serasa telah ditelan oleh kegelapan.
Tiba-tiba setelah keheningan itu, aku dapat merasakan semilir angin yang menyentuh kulit wajahku, dan tidak lama setelahnya, aku dapat mendegar suara serangga hutan yang berisik dan memekakkan telinga.
Aku dapat kembali lagi merasakan genggaman tangan seseorang di tangan kananku.
Aku mulai membuka mataku, semburat cahaya matahari pagi langsung mengenai wajahku, perlu beberapa saat sampai aku dapat benar-benar melihat dengan jelas ke sekitarku. Jejeran pohon-pohon tinggi dengan kanopi besar menutupi sebagian besar langit-langit hutan dari cahaya matahari. Semak belukar yang telah tumbuh diluar dari kendali manusia, tidak adanya jalan setapak, tanah berlumut yang ditutupi oleh semak belukar yang tumbuh, sebenarnya, aku ada dimana?
Crystal mengayunkan telapak tangannya di depan wajahku, mencoba menyadarkanku dari lamunanku. Aku lantas menatap wajahnya, wajah Crystal terlihat bahagia, apakah ia senang melihatku kebingungan seperti ini?
Crystal terkekeh, ia lalu menarik tangan kananku dan menarikku ke suatu arah. Melewati semak-semak yang seakan tanpa arah, tidak lama, aku dapat melihat sosok Celline di tengah-tengah hutan, dikelilingi oleh tanaman-tanaman berry dan tanaman mint. Celline kelihatannya sedang mengumpulkan buah-buah berry yang ada di dalam hutan ini, keranjang kayu yang dibawanya setidaknya sudah setengah penuh diisi oleh berbagai macam tanaman dan buah.
Celline tiba-tiba berdiri, ia mengalihkan pandangannya ke arah kami, posisi kami masih belum terlalu dekat dengan dirinya, meskipun begitu, dari sini saja aku sudah dapat melihat raut wajah Celline yang terlihat tidak terlalu senang dengan kedatangan kami.
Celline berjalan mendekati kami, langkahnya cepat melewati semak-semak yang tumbuh liar di sekitaran kami. Perempuan yang tumbuh besar dikelilingi oleh tanaman hutan memang berbeda, kami saja sempat kesulitan melewati rerumputan dan lumut yang tumbuh liar di tanah lembab ini.
Crystal tiba-tiba saja melepaskan genggaman tanganku, tidak lama setelahnya, ia kembali diselimuti oleh sebuah aura gelap dan perlahan ditelah olehnya, dalam sekejap sosok Crystal menghilang begitu saja meninggalkan kami berdua disini.
"Perempuan itu tidak tahu tata krama ya?" Ucap Celline kesal sambil menyerahkan keranjang kayunya kepadaku.
"Sudah bayangannya terus menguntit setiap pergerakanku, sekarang, dia setelah datang langsung pergi begitu saja," Perkataan Celline ada benarnya, aku tidak tahu saat ini aku berada dimana dan sekarang kami sepertinya harus kembali pulang berjalan kaki ke arah desa.
"Benar sekali Light, mungkin aku harus mulai memberinya pelajaran?" Mata Celline terlihat serius, kalau sudah seperti ini, tidak akan ada hal bagus yang akan terjadi selanjutnya.
Celline perlahan mulai merapalkan sebuah mantra, ia kemudian berbalik badan dan menglurukan kedua tangannya ke suatu arah. Celline lalu terlihat mencengkram dengan erat udara yang ada di depannya?
Jangan-jangan?
"Benar sekali, mari kita bermain dengan teman dekat Crystal." Celline mengatakan itu dengan sebuah senyuman yang mengerikan.
Aku mundur sedikit, Celline sudah benar-benar kehilangan kesabarannya.
"Tidak mau ikutan Light?"
Aku sekali lagi mengambil langkah mundur.
Kedua tangan Celline mengeluarkan sebuah cahaya berwarna hijau. Akar-akar dari tumbuhan kemudian mulai tumbuh dan terlihat seperti membungkus udara yang sedang Celline cengkram itu.
Perlahan, akar-akar itu terus memanjat naik dan membentuk kedua kaki manusia.
Sebuah aura hitam kembali muncul di hadapan Celline, sosok Crystal kemudian keluar dari gumpalan aura hitam itu.
"Cukup!" Teriak Crystal sambil mengacungkan pisaunya ke wajah Celline.
"Memangnya kenapa? Bukankah mereka juga sudah mati?" Balas Celline ketus.
"Itu bukan urusanmu! Hentikan!"
"Celline, bukankah sudah cukup? Lihatlah Crystal, wajahnya terlihat ketakutan." Bujukku.
Celline melepaskan cengkramannya, akar-akar yang sudah tumbuh hingga ke bagian pinggang bayangan itu kemudian mulai terlepas dan terurai jatuh ke tanah.
"Memangnya apa yang terjadi kalau akar itu tumbuh sepenuhnya?"
"Hmm apa ya? Bayangan itu hidup lagi? Namun, wujudnya menjadi akar dengan bentuk manusia yang tidak memiliki pikiran?"
Bukankah itu sebuah sihir yang sangat mengerikan? Atau mungkin sudah masuk kategori sihir terlarang?
"Terlarang atau tidaknya, memangnya aku tahu? Kan, aku tinggal di hutan."
Aku tidak tahu bagaimana untuk menghadapi candaannya itu, Crystal masih terlihat ketakutan dan pengelihatannya seakan menerawang ke tempat yang jauh.
Aku mulai mendekati Crystal dan menepuk pundaknya dengan lembut.
"Crystal?" Ucapku mencoba untuk menyadarkan Crystal dari lamunannya.
Kedua tangan Crystal yang masih memegang pisau mulai bergemetar hebat, wajah Crystal mulai terlihat pucat dan ketakutan, matanya masih menerawang ke kejauhan. Dengan sigap, aku mengambil pisau yang masih dipegangnya itu, mencoba untuk menjauhkan Crystal dari benda yang dapat membahayakan kami semua.
Aku mengamankan pisau milik Crystal itu ke dalam keranjang kayu milik Celline, kemudian aku memegang pundak Crystal dengan kedua tanganku dan menggoyang-goyangkannya sambil memangil namanya.
Crystal tidak bergeming, aku menatap Celline dengan khawatir, mungkin tindakannya barusan sudah keterlaluan. Celline juga sepertinya menyadari hal itu dan memberikan tanda untuk memberikannya waktu untuk melakukan sesuatu, sementara itu, aku akan berusaha untuk menyadarkan Crystal semampuku.
Aku dapat mendengar Celline merapalkan mantra dari belakang tubuhku, dan sesaat setelah mantra itu selesai dirapalkan, aku dapat merasakan hembusan-hembusan angin lembut melewati punggungku.
Berbeda dengan hembusan angin sebelumnya yang rasanya mencekik tubuhku, hembusan angin ini jauh lebih menenangkan dan membuatku nyaman.
Nafas Crystal perlahan melambat dan tangannya mulai berhenti bergetar.
Bola matanya mulai menatap kedua mataku, sepertinya, dia sudah mulai lebih tenang sekarang. Aku memintanya untuk mengatur nafasnya terlebih dahulu dan secara perlahan kembali menenangkan pikirannya.
Crystal terbangun dari lamunannya, tangannya bergerak seakan mencari sesuatu, aku lalu mengatakan bahwa pisaunya itu aman bersamaku dan memintanya untuk menyandarkan dirinya di pohon yang ada di sampingku ini.
"Maaf," Ucap Celline lembut kepada Crystal.
"Tadi itu sedikit keterlaluan," Tambahnya lagi.
"Sedikit?!" Tanya Crystal dengan kesal.
Celline mendekati Crystal dengan hati-hati dan duduk di sebelahnya.
"Sekali lagi, maaf, tapi, aku juga tidak sepenuhnya salah juga, aku kesal karena terus diikuti oleh bayanganmu, ditambah lagi kelakuanmu barusan yang seenaknya saja datang dan pergi tanpa mengatakan apapun."
"Aku mengerti, untuk itu, aku minta maaf, aku memang kurang pandai berbicara, dan soal salah satu bayanganku yang terus mengikuti dirimu, itu adalah perintah Garth, dan sebagai bawahannya aku hanya menjalani tugasku."
Garth yang memintanya? Apakah dia masih tidak percaya dengan Celline?
"Benar, kamu lupa kalau wilayah kerajaan ini sedang dalam keadaan perang?" Balas Crystal menjawab apa yang aku pikirkan.
Ah iya, benar juga, aku yang sekarang ini sudah hidup dalam keadaan damai yang cukup lama, berawal dari rumah di dalam hutan yang terisolir dan sekarang desa di selatan yang sudah tidak lagi berpenghuni.
"Aku mengajak kamu kesini tidak tanpa alasan Light, kita perlu pergi sekarang, keadaan di Utara sudah berubah," Ucap Crystal kepadaku sambil mengulurkan tangannya dan menunjuk ke arah keranjang kayu Celline, meminta pisaunya untuk dikembalikan.
"Untuk sekarang, mari kembali ke desa dan mulai mengemasi barang-barang kalian." Crystal berdiri, menyarungkan pisaunya, dan menjulurkan tangannya kepadaku dan Celline.
"Mengemasi barang? Kita akan pergi kemana?"
"Bukankah sudah jelas? Ke utara."
Aku dan Celline lalu menggenggam tangan Crystal.
Kami sekali lagi diselimuti oleh aura gelap dan saat aku membuka mataku, kami sudah berada di lapangan tempat aku dan Garth bertarung.
Tas dan barang-barang penting lainnya milik diriku dan Celline sudah ada disini, sepertinya Crystal meninggalkan kami untuk membawa semua barang-barang kami kesini.
"Benar sekali, barang-barang kalian cukup banyak, aku tetap kewalahan meskipun menggunakan teleportasi, belum lagi aku harus melakukan ini dengan tergesa-gesa karena Celline yang sedang menyegel salah satu bayanganku."
Wajah Celline berubah merah, ia sekali lagi mengucapkan kata maaf, namun, kali ini suaranya jauh lebih kecil dan terdengar gugup.
"Sudahlah, yang terjadi biarlah terjadi, aku tidak ingin mempermasalahkannya lagi." Ucap Crystal.
"Untuk sekarang, periksa barang-barang kalian, aku tidak ingin ada yang tertinggal, meskipun teleportasi sangat mudah untuk dilakukan, namun, tetap saja memakan energi yang cukup banyak jika jaraknya cukup jauh."
Garth menyapa kami yang baru saja datang dengan ramah, jarang sekali melihatnya dengan sikap seperti ini, meskipun begitu, aku tahu, kalau dia sudah seperti ini, dia sedang menyembunyikan sesuatu yang serius dibalik sikap ramahnya ini.
Aku menyapanya balik sembari memeriksa barang-barang yang ada di dalam tas, Celline memperbaiki tas ini dengan baik, meskipun tambalannya masih dapat dilihat, namun, rajutannya cukup untuk membuat tas ini dapat membawa barang-barang berat seperti sebelumnya.
"Semuanya sudah siap?" Tanya Garth.
Semua barang-barangku sudah ada di dalam tas ini, baju zirahku, pedang kayu yang diberikan Celline, serta beberapa baju dan celana. Sekarang giliran Celline untuk memeriksa barang-barangnya, dan sementara Celline melakukan itu, aku akan berbicara dengan Garth, mencoba untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi di Utara.
"Jadi kenapa?" Tanyaku langsung kepada Garth.
"Singkat atau panjang?" Tanyanya balik.
"Memangnya aku punya pilihan?"
"Ahaha kamu memang tau benar dengan kebiasaanku."
"Apapun yang aku pilih, kamu selalu menjelaskannya dengan singkat."
"Singkatnya, kita sedang dalam masalah besar."
"Sebesar apa?"
"Kamu lihat bukit yang kamu lewati beberapa minggu yang lalu?"
"Iya?" Aku mengalihkan pandanganku ke arah bukit yang dipenuhi dengan pepohonan itu.
"Lebih besar dari itu!"
"Wah! Masalah besar dong!"
"Benar, besar sekali."
"Dan kenapa itu?"
"Invasi Zortar telah sampai ke Benteng Loria di Utara."
Benteng Loria ya, meskipun namanya mengandung kata benteng, namun, tempat itu lebih dekat dengan kata kota, dalam kerajaan LordBart, Benteng Loria memiliki unsur strategis yang sangat tinggi, dimana secara geografis, Loria ini berada di dataran tinggi dan memiliki tanah yang subur. Sebelum masa perang, Benteng Loria merupakan tempat pemeriksaan barang yang dibawa oleh pedagang-pedagang dari luar kerajaan, untuk alasan itu Benteng Loria menjadi salah satu tempat yang berfokus pada perdagangan, penginapan, dan salah satu tempat pemungutan pajak barang dan perdagangan.
Loria melindungi setidaknya dua puluh desa di belakang wilayahnya, sedangkan untuk perlindungan diluar dari Loria, kerajaan akan mengirimkan beberapa prajurit ke desa-desa yang memiliki hubungan kerjasama melalui kontrak longgar dengan LordBart melalui Loria. Jadi, diluar dari fungsinya sebagai wilayah perbatasan di LordBart, Loria juga memiliki fungsi sebagai titik keamanan penting yang dapat diperpanjang ke desa-desa yang ada di sekitarnya.
Selama bertahun-tahun, strategi inilah yang dapat membuat batas luar kerajaan LordBart terus meluas, dengan menawarkan perlindungan dan keamanan, kesempatan berdagang dan berkelana dengan aman di Kerajaan LordBart, serta pajak yang rendah dan adaptif selalu memikat daerah-daerah di luar kerajaan untuk melakukan perjanjian dengan Kerajaan LordBart.
Aku sendiri sempat berada di Loria selama dua minggu, saat itu sudah ada rumor bahwa Zortar akan melakukan Invasi ke wilayah-wilayah yang ada di sekitar LordBart, sebagai Panglima, aku kemudian membuat strategi dan dikirim ke Loria untuk berjaga-jaga dan menunggu perintah lebih lanjut dari kerajaan.
Wilayah utara memang merupakan wilayah yang diisi dengan banyak sumber daya alam dengan potensi ekonomi yang tinggi, belum lagi ada kabar bahwa terlihat pergerakan dari beberapa kaum Zortar yang menuju ke daerah utara dari Kerajaan Lordbart. Dan benar saja, dua minggu kemudian aku langsung mendapatkan konfirmasi untuk mulai melindungi desa-desa yang berada di luar Loria.
Hanya saja, misiku waktu itu tidak untuk melakukan konfrontasi langsung dengan Zortar, aku hanya perlu menghambat pergerakan Zortar dan mengevakuasi warga-warga yang ada, konfrontasi dilakukan secara minimal, dan korban jiwa dari prajuritku harus aku minimalkan untuk mempertahankan kekuatan pasukan kami selama mungkin, pasukan yang dikirim oleh kerajaan juga tidaklah banyak, tidak sampai seribu, dan aku harus membagi-bagi mereka untuk evakuasi, pengamanan logistik, persiapan pertahanan, dan hal-hal lainnya.
Kami memang tidak diperuntukkan untuk menang, apalagi saat melawan agresi dari prajurit yang jumlahnya mungkin lebih dari lima ribu orang itu, namun, pasukan kecil ini milikku memiliki tujuan khusus, untuk menyelamatkan manusia, dan jika bisa, mempertahankan desa yang ada.
Dengan bentuk pasukannya yang kecil, aku sendiri dapat lebih mudah mengatur dan mengorganisir pergerakan pasukanku, sayangnya, dalam pertarungan terakhirku, pasukan kami sempat tertahan dan aku kehilangan pasukan dengan cepat, sebagai Panglima, aku harus turun tangan dan mencoba untuk menahan pasukan musuh sebisaku, ini aku lakukan untuk membuka celah bagi pasukan-pasukanku untuk mundur dan kembali mengulangi proses yang sama di desa berikutnya.
Loria ya, aku penasaran bagaimana keadaannya sekarang.
"Semuanya sudah lengkap." Ucap Celline selesai memeriksa tas dan barang bawaan lainnya.
"Kalau begitu, tunggu apa lagi?"
Kami lalu membentuk sebuah lingkaran dan saling menggenggam tangan satu sama lain, barang-barang kami diposisikan di tengah-tengah lingkaran ini.
Tidak beberapa lama, bayangan tubuh Crystal yang ada di tanah mulai melebar dan menyebar ke segala arah dan berhenti membentuk lingkaran yang mengelilingi kami semua. Setelah itu, bayangan ini mulai menanjak naik dan perlahan membentuk kubah yang menyelimuti kami semua.
Kami sekarang dikelilingi oleh kegelapan, aku memejamkan mataku.
Sesaat setelah diselimuti oleh kehampaan yang rasanya tiada akhir ini, aku dapat merasakan hembusan angin mengalir di rambutku, dengan perlahan membuka mataku kembali. Kubah hitam ini mulai terbuka dan aku dapat melihat dinding besar Loria yang menjulang tinggi, dinding yang terbuat dari bebatuan ini membayang-bayangi banyak bangunan di Loria, membuat beberapa bangunan hanya mendapatkan sinar matahari pada waktu-waktu tertentu saja.
Setelah kubah bayangan milik Crystal sepenuhnya menghilang, semerbak aroma busuk dan udara yang lembab langsung menghantam kami. Sebenarnya, apa yang sudah terjadi disini?
Crystal langsung menutupi hidungnya, begitu juga Celline, aku juga rasanya tidak tahan jika harus terus mencium aroma ini terlalu lama.
Crystal tiba-tiba memegang tangan Celline dan mengajaknya pergi menjauh dari sini sambil membawa barang-barang yang kami bawa, dan dengan begitu saja, sosok mereka menghilang diantara gang-gang kecil yang ada di kota ini.
Garth langsung mendekatiku, dia terlihat tidak terganggu dengan keadaan disini.
"Pakailah ini, jangan sampai muntah di depan mereka," Ucap Garth sembari memberikanku sepotong kain, yang kemudian aku gunakan untuk menutupi hidung dan mulutku. Meskipun sudah berkurang, baunya tetap saja masih dapat tercium.
Garth lalu mengajakku untuk berjalan ke suatu tempat, walaupun aku sudah lama tidak mengunjungi tempat ini, namun, aku cukup mengenali jalan-jalan disini.
Dalam dua minggu aku dulu pernah tinggal disini, menghafal dan mengingat jalan-jalan disini sangatlah penting, terutama untuk alasan evakuasi dan untuk mengidentifikasi tempat-tempat yang dapat digunakan untuk melakukan serangan penyergapan saat menghadapi musuh.
Jalan-jalan disini rasanya sangat berbeda dengan sebelumnya, jalanan yang biasanya ramai dengan pedagang dan pejalan kaki, kini sepi dan hanya diisi dengan orang-orang yang terduduk lemas sambil menadahkan tangan mereka di pinggir jalan.
Garth sepertinya sedang mengarahkanku ke pusat kota, di tengah-tengah Loria ini, terdapat sebuah lapangan besar yang biasanya digunakan untuk acara dan sebagai tempat berkumpul dan bersantai oleh warga sekitar untuk mengisi waktu kosong mereka.
Perasaanku semakin buruk pada setiap langkah yang kami ambil, rasanya semerbak bau busuk yang sedari tadi aku cium menjadi semakin kuat, dan sekarang ini kami hanya sekitar dua gang lagi sebelum mencapai pusat Loria itu.
Saat sampai disana, mataku terbelalak, entah karena memang aromanya yang serasa menusuk kedua mataku, atau, karena keadaan lapangan ini yang benar-benar sudah berubah drastis.
Lapangan ini sudah berubah menjadi sebuah kamp pengungsian besar, aku mencoba untuk bertanya kepada salah satu penjaga, mengenai berapa banyak tenda yang ada di dalam satu lapangan besar ini, ia lalu menjawab setidaknya ada lebih dari dua puluh tenda dan masing-masingnya dapat menampung sekitar lima belas orang, dua puluh orang jika saling bersesak-sesakkan.
Bau busuknya memang datang dari sini, bercampur dengan bau-bau tidak mengenakkan lainnya, rasanya benar-benar memuakkan. Tingkat sanitasi disini sangat rendah, seakan-akan standar kebersihan tidak pernah ada di kota ini.
Makanannya juga sepertinya dimasak dalam jumlah banyak dalam satu waktu oleh para sukarelawan dan warga lainnya. Anak-anak yang biasanya dapat dengan riangnya berlari-lari di lapangan kota ini, sekarang kebanyakan dari mereka sedang tertidur lemas di karpet tipis tenda-tenda pengungsian. Beberapa dari mereka bahkan terlihat sangat kurus, jatah makanan sepertinya memang menjadi masalah besar bagi tempat ini. Sebagai kota yang menggantungkan hal-hal seperti ini pada posisinya sebagai kota perdagangan besar, perang telah menciptakan sebuah krisis kemanusiaan yang mengerikan di tempat ini.
Pada saat-saat seperti ini, makanan hanya dapat dikirim dari desa-desa terdekat, itu juga jika desa-desa itu memiliki jatah lebih dari hasil panen mereka.
Kami melangkah lebih jauh, melewati tenda-tenda yang ada, hatiku rasanya terenyuh saat melihat keadaan mereka yang menyedihkan seperti ini.
"Mereka ini, datang dari mana?" Tanyaku kepada Garth, aku berasumsi bahwa dia kurang lebih tahu apa yang terjadi disini.
"Pengungsi dari desa utara, sebelumnya, kamp-kamp pengungsian didirikan tidak jauh dari desa-desa terluar dari sini, hanya saja, keadaan sudah berubah dan invasi Zortar sudah memasuki daerah-daerah terluar itu."
"Dan akhirnya Loria digunakan sebagai sebuah kamp penampungan raksasa?"
"Bukankah memang itu fungsi lainnya sebagai benteng raksasa?"
Kami melangkah lebih jauh, menuju ke pusat kamp pengungsian ini, aku melihat semakin banyak prajurit dan sukarelawan yang berlalu-lalang, kebanyakan dari mereka membawa keranjang dan kotak-kotak kayu yang berisikan bahan makanan dan barang-barang penting lainnya.
Aku sempat mengintip bahan makanan yang ada di dalam tumpukan kotak-kotak itu, meskipun belum membusuk, beberapa sayuran seperti tomat, kol, dan sawi, sudah dalam keadaan yang tidak begitu bagus.
Garth menyapa salah satu prajurit, wajah prajurit yang awalnya terlihat lelah itu berubah menjadi ekspresi sedikit lega saat melihat Garth. Ia lalu membawa kami melewati tenda-tenda, menjauh dari kamp dan akhirnya berhenti di salah satu bangunan yang ada di pinggir lapangan ini.
Di depan bangunan yang sedang aku tatap ini, terdapat dua prajurit yang sedang menjaga pintu depannya. Kedua prajurit ini bukanlah prajurit biasa, seragam dengan corak keemasan menandakan bahwa mereka adalah salah satu prajurit kerajaan yang biasanya menjaga orang-orang dari kalangan atas.
Apakah salah satu dari Empat Panglima LordBart berada disini?
Aku sendiri dulunya merupakan salah satu dari mereka, setidaknya sampai sebelum aku dikabarkan meninggal.
Jika memang benar orang penting yang ada di dalam bangunan ini adalah seorang panglima, semoga saja ia bukan orang yang menggantikanku, jika iya, rasanya aku sangat malu jika dia tahu kalau selama ini aku masih hidup dan menghilang selama beberapa tahun.
Prajurit yang membawa kami tadi lalu membawa kami masuk ke dalam, bagian dalam bangunan ini sama seperti bangunan-bangunan lainnya yang ada di sekitaran sini, dinding-dinding batu, tiang-tiang yang terbuat dari kayu-kayu besar, dan lantai yang terbuat dari kayu-kayu yang dipotong memanjang.
Prajurit yang menuntun kami lantas membawa kami naik ke lantai dua, tangga yang terbuat dari kayu ini rasanya membuat langkah kaki kami bergema ke seluruh bagian bangunan ini.
Momen yang menegangkan itupun tiba, aku kini berdiri di depan sebuah pintu kayu berwarna coklat gelap, di tengah-tengah pintu ini tergantung emblem kerajaan, yang dalam ukirannya terdapat dua belah pedang menyilang di depan lambang kerajaan, dan di bawah lambang-lambang itu terukir sebuah nama, Nura.
Tidak salah lagi, ini emblem seorang panglima.
Prajurit yang membawa kami mulai membuka pintu itu dengan perlahan.
Suara pintu yang menggores lantai kayu membuatku sedikit bergidik tidak nyaman.
Di dalam ruangan itu aku melihat seseorang yang sedang memandangi sebuah peta dengan lekat, ia memiliki rambut merah yang terang dan panjang, serta sosoknya yang terlihat gagah jika dilihat dari belakang, tidak salah lagi, ini orang yang menggantikanku.
Ah, apakah ini saatnya untuk menunduk lalu lari ke luar? Mungkin saja.
Belum juga aku sempat menentukan cara melarikan diri, orang itu sudah berbalik dan menyapaku.
"Hai Gar –" Orang itu berbicara, namun, ucapannya terhenti begitu saja. Mulutnya masih menganga, seakan tidak percaya dengan apa yang ia lihat.
Garth lalu meminta prajurit yang membawa kami kesini untuk keluar dan meninggalkan kami bertiga.
Orang itu lalu menatap diriku dan Garth bergantian, seakan meminta penjelasan dengan apa yang ia lihat sekarang.
"Halo," Ucapku sembari menjulurkan tangan. Memintanya untuk menggenggam tanganku dan membuktikan bahwa aku benar-benar manusia dan bukan hantu.
Ia lalu menjabat tanganku, menggoyangkannya dengan kuat, lalu mengucapkan namanya.
"Nura," Ucapnya sambil menatap wajahku dengan serius, ia sepertinya masih tidak bisa mempercayai apa yang ia lihat dan pegang sekarang.
Aku sendiri sebenarnya tidak begitu dikenal oleh banyak orang sebagai salah satu panglima, berbeda dengan tiga panglima lainnya yang seringkali mengedepankan politik dan citra mereka di depan publik, aku lebih banyak berkutat di area pelatihan dan di dalam ruang kerjaku, mungkin, orang-orang banyak akan mengenali namaku sebagai salah satu dari empat panglima, tetapi, yang mengetahui wajahku dapat dihitung jari. Maka dari itu, aku sendiri terkejut kenapa Nura bisa tahu siapa yang sedang berjabat tangan dengan dirinya ini.
Garth lalu memecahkan suasana canggung ini dengan suaranya.
"Sepertinya kamu sudah tau dia siapa, dan ya benar, dia masih hidup, sulit dipercaya bukan?"
"Informasi sepenting ini dan kau tidak segera membertahuku?!" Nura terlihat marah, tidak, mungkin terkejut? Atau mungkin keduanya.
Garth mengangkat kedua bahunya, "Perintah raja," Ucapnya dengan mudah.
Aku yakin Nura tidak sepenuhnya percaya dengan jawaban Garth itu, namun, sepertinya dia juga tidak punya pilihan lain selain percaya dengan itu, sebuah jawaban mudah pada masalah kompleks yang sedang menatapnya ini.
"Ceritanya panjang," Ucapku, mencoba untuk menenangkan Nura.
"Aaagh, sudahlah, aku perlu air." Nura melepaskan genggamannya, ia lalu berlari keluar dari ruangan ini dengan cepat, meninggalkan diriku dan Garth berdua dengan keadaan yang cukup canggung ini.
"Laki-laki yang aneh," Celetuk Garth.
"Tidak, aku rasa itu cukup normal, lagipula reaksinya jauh lebih normal daripada langsung mengajak bertarung," Candaku.
Garth lalu mengalihkan perhatiannya ke peta yang tadi dipandangi oleh Nura.
Ini adalah peta Loria, skema jalan, skema bangunan, serta rute-rute kecil yang berada di luar dinding besar.
Diatas peta Loria dan wilayah sekitarnya ini terdapat bidak-bidak besar dan kecil yang tersebar di berbagai tempat, bidak-bidak musuh ditandai dengan warna merah dan bidak prajurit kami ditandai dengan warna biru. Bidak-bidak berwarna biru itu tersebar di sepanjang dinding besar Loria, beberapa kelompok kecil juga disebar di hutan yang ada di depan dinding batu itu sebagai kelompok-kelompok pengintaian kecil, biasanya, mereka juga ditugaskan untuk memasang perangkap-perangkap mematikan.
Bidak-bidak berwarna merah tersebar di daerah luar hutan yang ada di depan Loria, aku tidak tahu jumlahnya berapa banyak, tapi, setidaknya, jika dilihat dari jumlah bidak berwarna merah yang ada di depanku ini, totalnya ada sekitar sepuluh ribu orang.
Jumlah mereka jauh lebih banyak dari sebelumnya, bagaimana caranya? Aku tahu aku pergi dalam waktu yang cukup lama, tapi, untuk tiba-tiba bisa memiliki jumlah pasukan sebanyak ini?
Langkah kaki yang berat terdengar dari luar ruangan.
Nura lalu masuk dengan membuka pintu dengan kuat, baru kali ini aku dapat memperhatikan wajahnya dengan seksama, kantung matanya yang terlihat mengkhawatirkan, matanya yang berwarna merah akibat kurang tidur, serta rambut panjangnya yang berhamburan ke segala arah, perang ini benar-benar membuatnya kesulitan. Ia sekarang sedang memegang sebuah gelas berisi minuman di tangan kanannya, dari aromanya yang kuat, sepertinya bir yang sedang ia minum sekarang.
Aku perlahan mendekati Nura, dari gerak-geriknya, aku dapat melihat bahwa ia belum sepenuhnya mabuk, namun, ia sudah tidak sepenuhnya dapat berpikir jernih.
Nura menjatuhkan dirinya ke salah satu kursi, ia lalu mulai memandangi peta Loria dengan tatapan yang dalam, lalu terdengar helaan nafas panjang dari Nura. Ia kemudian mengalihkan pandangannya kepadaku, sekali lagi, ia menatapku dengan serius, dan tidak berapa lama setelah itu juga, ia kembali menghela nafas panjang.
"Kenapa kamu harus datang disaat seperti ini?" Ucap Nura, ia lalu meminum bir yang sedari tadi dipengangnya itu.
Aku yang tidak memiliki alasan yang baik tidak dapat menjawab pertanyaannya itu.
"Padahal lebih baik kamu tetap mati saja." Tambahnya lagi, kali ini dengan nada suara yang lebih ketus.
Garth langsung memegang kerah baju Nura dengan kuat.
"Tarik kata-katamu barusan!"
Nura menatap mata Garth dengan tatapan kosong, ia sama sekali tidak terpengaruh oleh ancaman Garth.
Aku menarik pundak Garth, mencoba untuk menghetikannya.
"Sudahlah, bagaimanapun juga, dia adalah seorang panglima, jangan membuat kerajaan menjadi musuhmu Garth."
Apalagi saat sedang dalam keadaan perang seperti ini, jika Garth dianggap sebagai seorang mata-mata perang yang dapat mengacaukan keadaan di LordBart, hukuman mati adalah hukuman yang pasti akan diterimanya.
Garth melepaskan cengkramannya, Nura terjatuh kembali ke kursinya.
Aku lantas menanyakan bagaimana keadaan pertahanan Loria sekarang.
Nura dengan enggan mulai menjelaskan kondisi peperangan disini.
Selama beberapa tahun belakangan ini, agresi Zortar menjadi semakin agresif, kaum Ablec sendiri sudah mulai melarikan diri dan mengungsi ke berbagai tempat, membuat LordBart menjadi fokus utama dari serangan kaum Zortar. Meskipun kerajaan mengetahui posisi Zortar yang semakin mendekati Loria, para petinggi kerajaan hanya memerintahkan untuk melakukan strategi yang sama seperti yang aku lakukan dulu, meskipun tidak masuk akal, tiga dari empat panglima menyetujui usulan ini dan kerajaan terus mengirimkan bantuan dalam jumlah minim ke daerah-daerah yang sedang diserang itu.
Strategi untuk menahan pergerakan Zortar memang aku usulkan kepada kerajaan, namun, aku juga sangat yakin sudah memberitahu mereka bahwa rencana ini hanyalah rencana sementara untuk memperlambat gerakan musuh, dan mempersiapkan prajuri seharusnya menjadi fokus utama kerajaan LordBart.
Belajar dari kematianku, kerajaan kemudian memutuskan untuk berhenti mengirimkan panglima sebagai bala bantuan, posisi panglima sulit untuk digantikan dan dianggap jauh lebih berharga daripada prajurit-prajurit kelas rendahan yang dikirimkan ke sana.
Menurutku, ini adalah kesalahan fatal, bagaimanapun juga, perintah dari kerajaan akan memakan waktu lama untuk sampai ke barisan depan pertahanan kerajaan. Meskipun tiap-tiap kelompok ataupun batalion yang dikirim memiliki kapten tersendiri, informasi mengenai posisi musuh, strategi yang mereka gunakan, dan kemampuan dari prajurit musuh tidak dapat disampaikan dalam kurun waktu yang singkat. Belum lagi jika kapten-kapten ini harus mengambil keputusan yang sulit, tanpa adanya posisi Panglima di tempat untuk menyetujui ataupun menolak keputusan mereka, perintah yang diberikan dari kerajaan akan sampai terlambat dan kemungkinan besar kelompok prajurit mereka sudah mengambil keputusan mereka sendiri dan kehilangan banyak orang dalam prosesnya.
Nura mengatakan bahwa kerajaan kehilangan banyak prajurit sejak itu, evakuasi yang tidak terkoordinasi menyebabkan banyak orang kebingungan dan terlantar pada kamp-kamp yang telah dibuat di daerah luaran Loria. Arus logistik bahan makanan dan barang-barang penting lainnya seperti selimut dan baju-baju bekas juga terhambat karena kurangnya koordinasi antara pihak kerajaan dan pedagang.
Bantuan ke daerah-daerah luar ini juga dipersulit oleh adanya kontrak longgar yang dimiliki mereka, pada dasarnya pihak kerajaan LordBart sudah membantu mereka sebisa mungkin, meskipun minimal, namun, menurut kontrak yang ada, secara teknis telah dipenuhi oleh kerajaan, ini menyebabkan para pengungsi mulai kelaparan dan kedinginan, mereka yang tidak punya banyak pilihan mulai menuntut dan mengadakan protes terhadap kerajaan, berusaha sebisa mungkin untuk bertahan hidup dalam kondisi yang menyedihkan.
Posisi mereka yang bukan dianggap sebagai rakyat dari kerajaan LordBart akhirnya tidak mengubah keputusan apapun dari kerajaan. Keputusan mulai berganti hanya saat adanya protes dari dalam negeri untuk membantu para pengungsi, protes-protes inilah yang membuat kerajaan memutuskan untuk mulai mengungsikan beberapa kelompok ke dalam benteng Loria, sementara itu, bagi mereka yang sudah memiliki tempat di kamp pengungsian di luar Loria, agar tetap berada di sana sampai terdapat keadaan mendesak yang harus mengungsikan mereka ke dalam benteng Loria.
Agresi Zortar yang semakin mendekat ini juga yang membuat kerajaan akhirnya memutuskan untuk mengirimkan salah satu panglimanya ke Loria. Nura adalah orang yang dipilih, bukan karena ia menginginkan untuk ada disini, namun, karena diantara keempat panglima, hanya ialah yang terus berbicara tentang mengirimkan bala bantuan ke Benteng Loria.
Nura sudah satu bulan berada disini, evakuasi pengungsi dari daerah luar juga sedang terjadi, sementara itu, masuknya arus pengungsi besar-besaran ini membuat Loria menjadi semakin sesak dan tempat yang dapat digunakan sebagai kamp pengungsian semakin sedikit.
Bangunan-bangunan batu yang ada di Loria diprioritaskan kepada prajurit kerajaan dan sukarelawan yang datang ke Loria, juga digunakan sebagai gudang sementara untuk menyimpan keperluan perang.
Nura lantas menghentikan ocehannya itu, menandakan bahwa ia telah selesai menceritakan semua hal yang ia tahu.
Keadaan perang yang sudah sangat kacau, pihak kerajaan yang kurang tanggap, serta permasalahan-permasalahan lainnya yang membuat masalah yang ada semakin runyam. Ada banyak hal yang ingin aku katakan, tapi, aku hanya bingung aku harus memulai dari mana.
"Mau melihat dinding besar Loria? Sekaligus mencari angin segar, kamu sepertinya memerlukannya," Ucap Garth kepadaku.
Aku mengiyakan ajakan Garth, meskipun aku dapat menggambarkan kejadian yang sedang ada di luar sana lewat peta Loria ini, namun, akan lebih baik jika aku dapat melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.
"Crystal!" Teriak Garth.
Sebuah gumpalan hitam tiba-tiba muncul di hadapanku, dan dari gumpalan itu keluar sosok Crystal.
"Bagaimana dengan Nura?" Tanyaku.
"Biarlah, lihat saja dia, sepertinya dia perlu istirahat," Balas Garth, ia sepertinya tidak terlalu suka berada di sekitar Nura.
Keadaan Nura memang terlihat kacau, ia mulai terlihat setengah tertidur dan mengeluarkan kata-kata yang tidak masuk akal dari mulutnya. Bir yang ada di gelasnya juga sudah hampir habis, sepertinya, sebentar lagi ia akan tertidur dengan sendirinya.
Crystal mengulurkan kedua tangannya kepadaku dan Garth, kami lalu ditelan masuk oleh sebuah gumpalan hitam dan sesaat setelahnya kami sudah berada di atas dinding besar Loria.
Pemandangan yang menakjubkan sedang dihamparkan di depan mataku.
Hutan lebat yang ada di depan dinding ini, serta tanah lapang berwarna hijau yang terlihat seperti tidak memiliki akhir. Sayang sekali, pemandangan sehebat ini sebentar lagi harus dirusak oleh peperangan yang akan terjadi.
Mataku kemudian melihat ke segala penjuru, dan benar saja, posisi Zortar sudah cukup dekat. Dari ketinggian ini aku dapat melihat kamp-kamp besar yang ada di pinggiran hutan, bendera-bendera dengan lambang kaum Zortar berkibar hebat ditiup angin yang lalu, jumlah mereka sangatlah tidak masuk akal, terlalu banyak untuk mungkin dapat kami hadapi.
Jalan utama untuk menuju gerbang besi Loria juga diisi oleh karavan-karavan yan membawa pengungsi dan kotak-kotak besar, prajurit kerajaan disiagakan di sekitar mereka untuk melindungi mereka dari serangan musuh ataupun binatang buas.
Aku kemudian melirik ke sekitarku, di atas dinding ini hanya diisi oleh para pemanah dan beberapa kesatria bertombak, aku lalu melihat ke bawah dinding dan dapat melihat prajurit yang mahir menggunakan pedang kebanyakan ditempatkan di tanah.
Kekhawatiran mulai muncul dari dalam diriku, meskipun dinding ini kuat dan tebal, kita tidak bisa tahu berapa lama waktu bagi Zortar untuk menembus dinding besar ini, dan faktor ketidakpastian inilah yang membuatku sulit untuk menentukan strategi pertahanan.
Belum lagi aku masih tidak tahu banyak tentang sihir-sihir seperti apa saja yang dapat kaum Zortar gunakan, dinding besar ini tidak ada gunanya jika para prajurit kita dapat dengan mudah dipukul mundur dan tinggal menunggu waktu saja sampai dinding besar ini dirobohkan oleh serangan mereka.
Matahari yang masih tinggi, angin yang berhembus kencang, langit yang masih berisikan awan-awan tipis. Pemandangan ini, sebenarnya seberapa lama lagi aku dapat menikmatinya?
Crystal memegang lengan bajuku, seakan mengatakan, bahwa apa yang barusan aku pikirkan tidak jauh dari kenyataan yang akan kami segera hadapi.