"John, kenapa kamu diam saja? Sebenarnya ada di mana istrimu?" Jannet bertanya-tanya dengan tatapan menyelidik.
"Dia meninggalkan aku, Ma," jawab John dengan menekuk wajahnya, tak bisa menutupi tentang kekacauan rumah tangganya lagi. "Semua ini salahku. Sebenarnya aku ke new York untuk mencarinya tapi dia benar-benar bersembunyi dariku. Orang-orang ku sudah berusaha untuk membantu aku mencarinya tapi tetap tidak bisa menemukannya. Mereka sempat bertemu dengan adiknya tapi adiknya melarikan diri ... Itu berarti dia dan adiknya benar-benar tidak ingin bertemu aku lagi."
"Kenapa, bisa terjadi kekacauan semacam ini? Kesalahan besar Apa yang kamu lakukan sehingga istrimu yang penyabar dan lugu akhirnya memilih untuk meninggalkan kamu?" Jannet bertanya-tanya dengan tidak sabaran.
"Aku tidak tau, mungkin dia merasa kurang bahagia bersamaku karena aku terlalu sibuk bekerja akhir-akhir ini," jawab John bohong.
Jannet tersenyum sinis. "Apa kamu sedang mencoba membohongi mama? Tidak mungkin istrimu yang sangat baik lugu dan penyabar meninggalkan kamu begitu saja hanya karena merasa kurang diperhatikan? Tidak mungkin dia berani melakukan hal ini jika hatinya benar-benar tidak terluka .... Pasti ada kesalahan yang sangat fatal yang kamu lakukan sehingga dia memilih untuk meninggalkan kamu dan segala kemewahan yang sudah kamu berikan padanya!"
John terdiam dengan menundukkan kepalanya, berpikir apa yang harus dia katakan pada ibunya.
"Tidak mungkin seorang istri yang sangat lembut dan sangat mencintai suaminya, meninggalkan suaminya begitu saja hanya karena kurang diperhatikan!" ucap Jannet dengan heran. "Baru beberapa bulan kalian itu menikah dan honeymoon ... Tapi kenapa harus seperti ini. Kenapa seorang istri yang sudah kamu angkat derajatnya menjadi wanita terhormat rela meninggalkan kamu dan meninggalkan gelar-gelar kehormatannya. Itu pasti karena kamu sangat menyakiti hatinya. Apa yang sebenarnya sudah kamu lakukan padanya?"
"Aku selingkuh," singkat John.
"Apa?"
"Aku selingkuh ... Aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri saat aku melihat ada gadis yang sangat menarik," jelas John tanpa ingin membawa-bawa nama Rachel, karena dia berpikir jikalau memang tidak ditakdirkan untuk kembali lagi bersama Phoebe, maka dia akan memilih bersama Rachel. Oh, Rachel hanya sebagai cadangan saja.
"Kamu benar-benar bodoh!" seru Jannet dengan sangat marah kemudian beranjak berdiri. "Apa yang kamu dapatkan dari wanita itu sedangkan kamu sudah dapatkan Phoebe sebagai istri yang sempurna yang tidak mungkin menghianati kamu ataupun menyakiti kamu. Kamu benar-benar bodoh ... Kamu merusak hubunganmu dengan dia hanya karena kamu tidak sanggup menahan dirimu untuk tidak menyukai gadis yang lebih menarik. Jika kamu terus bersikap seperti ini, maka kamu tidak akan pernah merasa puas dengan satu wanita!. Pantas saja istrimu memilih untuk pergi daripada bertahan, pastinya hatinya sangat terluka dan dia tidak peduli dengan kemewahan yang kamu berikan karena yang dia butuhkan adalah kasih sayang dan kesetiaanmu!"
"Aku tau ... Aku tau aku salah, Ma. Aku akan mencoba memperbaiki kesalahanku, tapi dia tidak memberi kesempatan dan malah pergi," ucap John.
Jannet menghembuskan nafas kasar, menatap benci pada John yang berlaku sangat tidak terhormat sebagai putra kebanggaannya. Dia benar-benar kecewa, membayangkan akan segera menimbang cucu ketika putranya itu sudah menikah, akan tetapi bayangan itu tidak pernah menjadi kenyataan. Hmm, dia tidak tahu bahwa menantunya sedang hamil, tapi jika tahu itu juga berbahaya karena dia bisa saja merebut bayi itu ketika sudah lahir.
"Mama tidak mau tahu, sampai kapanpun kamu tidak boleh menikah dengan gadis lain. Yang Mama inginkan menjadi menantu mama adalah Phoebe, tidak ada yang bisa menggantikannya!" serunya dengan tegas kemudian pergi meninggalkan ruangan tanpa menunggu tanggapan dari John.
John terdiam dengan masih menundukkan kepalanya, menyesali apa yang sudah terjadi. Perkataan ibunya sungguh membuatnya menyesal karena sudah membuat Phoebe marah dan pergi.
'Aku sangat merindukannya dan entah kenapa hidupku tidak ada artinya tanpa dia,' batinnya sakit.
Drett ... Drettt ....
John merogoh aku jaketnya untuk mengambil ponselnya yang berdering. Dia melihat ada panggilan masuk dari Rachel kemudian menjawabnya,
"hallo."
"Sayang, apa kamu sudah tiba di Ohio?" tanya Rachel dari telepon.
"Iya, aku sudah di kantor dan langsung mendapat cacian dari mamaku," jawab John dengan lesu.
"Ya Tuhan, apa dia sudah tau semuanya?"
"Ya, aku sudah mengakui tentang kekacauan rumah tanggaku, tapi aku samasekali tidak menyebut namamu. Dia tidak tau tentang hubungan gelap kita," jelas John sambil memijat kepalanya yang pusing. "Kapan kamu akan menyusul aku? Sepertinya aku tidak sanggup menjalani hari-hariku sendirian. Rasanya sangat tidak adil ketika aku di sini sendiri sedangkan kamu di sana bersama pacarmu."
"Kamu tidak perlu khawatir karena aku sudah mengatur jadwal untuk datang ke sana. Aku sudah punya alasan yang tepat supaya orang tuaku dan pacarku tidak mencurigai."
"Ya, tentu saja kamu harus berpikir tentang supaya kita bisa terus bersama karena kamu harus selalu ada untuk aku ... Karena kekacauan yang aku dapatkan saat ini adalah karena kamu pernah muncul di hadapanku dan membuat aku jatuh cinta lagi," ucap John dengan lesu, seolah tak memiliki semangat hidup. 'Setidaknya meskipun aku tidak bisa mendapatkan cinta dan kasih sayang dari Phoebe, aku bisa dapatkan dari Rachel sambil menunggu kabar dari orang-orang ku yang terus mencari Phoebe,' batinnya.
"Kamu tenang saja, aku akan datang dan selalu ada untuk mu. Sekarang aku harus melakukan sesuatu," sahut Rachel terdengar begitu manis.
John hanya tersenyum tipis kemudian memutuskan sambungan telepon itu. Dia menghela napas, beralih menatap tumpukan dokumen di atas meja yang harus dia periksa atau tandatangani, membuatnya merasa makin bosan dan kesal.
___
New York ...
Phoebe sedang mengelap meja ruang tengah sambil bersenandung lirih menyanyikan lagu milik Taylor Swift yang berjudul begin again.
"Phoebe ..."
Phoebe menoleh ke belakang, lalu beranjak berdiri, menatap pemanggil itu adalah Rachel yang baru memasuki ruang tengah. Dia menatap gadis itu dengan ketus, tidak bisa menyembunyikan kebenciannya padanya.
"Ada perlu apa memanggil ku?" tanyanya.
"Aku hanya ingin memberitahu mu kalau John sudah kembali ke Ohio. Dia sudah mengatakan pada ibunya bahwa kamu meninggalkan dia," ucap Rachel dengan sinis, bersendekap tangan menatap Phoebe dengan sedikit menunduk karena lebih pendek. "Kamu harus ingat, ketika dia berani mengatakan masalah kalian pada ibunya, itu berarti dia sudah tidak begitu mengejar kamu, dia sudah berani mengambil keputusan untuk terus mempertahankan pernikahan kalian atau tidak ..."
"Aku tidak peduli karena aku tidak akan pernah ingin kembali padanya, dia hanya seperti pria jalang di mataku!" sahut Phoebe dengan ketus, lalu berbalik menghadap ke meja lagi, hendak melanjutkan pekerjaannya.
Rachel tersenyum sinis, menatap Phoebe yang bersikap sok kuat dan mengabaikannya.
"Pergilah, bagiku hubungan ku dengan John sudah selesai, terserah kamu mau merebut dia, dia bukan milikku lagi," ucap Phoebe dengan tegas, meski sebenarnya hatinya begitu sakit menyerahkan suaminya pada gadis sinting itu.
"Aku akan melakukannya, kamu akan lihat itu," sahut Rachel sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. "Tapi kamu harus ingat, berpisah darinya bukan berarti urusanmu dengannya dan keluarganya akan selesai. Kamu hamil, kamu mengandung anaknya. Dan jika keluarganya tau, pasti mereka akan menanti anak itu, bukan menanti kamu. Mereka akan merebut anak itu dengan segala cara, dan kurasa mereka akan berhasi karena mereka punya banyak uang untuk membayar pengacara untuk mendapatkan anak itu."
Seketika Phoebe terdiam dengan perasaan kesal, benci, dan juga khawatir. Bayangan menyerahkan bayinya pada John kemudian akan diasuh oleh Rachel yang akan jadi istri John mulai muncul di otaknya, membuatnya bergidik membayangkan bagaimana bayi itu akan diperlakukan oleh Rachel yang sangat licik dan tidak berperasaan.
"Tidak, itu tidak boleh terjadi!"