Chereads / My Beautiful Pregnant Maid / Chapter 23 - Menolong Matheo

Chapter 23 - Menolong Matheo

Karena merasa kasihan pada Matheo yang terlihat kelelahan, gadis pemilik rumah itu pun memberikan minuman kepadanya lalu duduk di dekatnya dengan posisi berhadapan. Gadis itu menatap iba pada sang pemuda yang sedang minum, tapi juga merasa penasaran tentang kenapa dia menjadi buronan preman-preman menyeramkan tadi..ugh, dia tidak bisa membayangkan jika wajah tampan pemuda di hadapan itu akan babak belur karena ulah preman tadi jika tidak berlindung di rumahnya. 

"Sebenarnya kenapa kamu dikejar-kejar oleh preman tadi?" tanya Gadis itu dengan tatapan menyelidik.

"Ini masalah pribadi, aku tidak bisa memberitahu," jawab Matheo dengan menekuk wajahnya, meletakkan botol minuman di sampingnya. 'Tidak mungkin aku mengatakan yang sebenarnya, karena bisa saja dia gadis yang tidak bisa dipercaya,' batinnya.

"Baiklah kalau kamu tidak ingin memberitahu karena ini juga bukan urusanku," ucapkan gadis itu kemudian mengulurkan tangannya ke arah Matheo. "Aku Angelica Van Houten," lanjutnya memperkenalkan diri.

Matheo meraih tangan gadis bernama Angelica itu sambil berkata, "aku Matheo Rae Jackson, panggil saja Matheo." 

Gadis itu tersenyum dan mengangguk kemudian menarik tangannya kembali. Dia tidak tahu harus melakukan apa karena ingin mengusir Matheo yang sebenarnya adalah orang asing tapi dia tidak tega karena sedang sangat kelelahan. 

Matheo terdiam dengan tatapan kosong, membayangkan bagaimana jika dia sampai tertangkap oleh preman-preman suruhan John, pastilah semua akan jadi berantakan, terutama Phoebe akan kembali dalam penderitaan. 

'Aku harus segera menghubungi dia sekarang. Dia tidak boleh keluar dari rumah majikannya karena orang-orang suaminya yang gila itu berkeliaran di kota ini,' batinnya kemudian merogoh saku jaketnya untuk mengambil ponsel namun dia tidak mendapati ponsel itu. Pemuda itu pun beranjak berdiri, merokok saku celananya hingga menggeledah tasnya namun tidak mendapati benda canggih itu.

"Kamu mencari apa?" tanya Angelica sambil mendongak menatap Matheo.

Matheo terus menggeledah tasnya hingga mengeluarkan semua benda-benda di dalamnya. "Sepertinya aku kehilangan ponselku. Aku merasa sudah membawa ponselku saat keluar dari cafe, tapi kenapa sekarang tidak ada," ucapnya bingung. 

Angelica terdiam, menatap Matheo yang sedang kebingungan mencari ponselnya. "Mungkin kamu menyimpan di jaketmu sebelumnya, lalu terjatuh saat kamu lari," ucapnya.

"Apa mungkin begitu?" tanya Matheo sambil merogoh saku jaketnya, membayangkan kemungkinan ponselnya terjatuh saat dia berlari menghindari kejaran preman tadi. 

"Itu bisa saja terjadi," jawab Angelica. 

Matheo langsung lemas, menjatuhkan tasnya dan kembali duduk di lantai. Dia meremas rambutnya dengan frustasi, menyesali ponselnya yang hilang begitu saja padahal dia baru saja mengganti nomor baru dan hanya itu cara dia untuk bisa berkomunikasi dengan kakaknya. Selain itu dia juga khawatir jika ponsel itu ditemukan oleh preman tadi, lalu mencari nomor telepon kakaknya.

"Ini benar-benar kacau, bahkan sangat kacau jika menemukan ponsel itu!" ucapnya kesal. 

"Eh ..."Angelica jadi sangat bingung. Dia ingin mengajak Matheo untuk mencari ponsel itu bersama-sama tapi keadaan sungguh tidak memungkinkan, karena preman-preman tadi pasti saja masih berada di sekitar kawasan dekat sini. 

Matheo terdiam, berpikir terus menerus mengenai apa yang harus dia lakukan untuk tetap menjaga keamanan kakaknya. 

"Matheo, Apa ada yang aku bisa aku lakukan untukmu? Aku benar-benar ingin membantumu..." Angelica menawarkan bantuan dengan tatapan iba pada Matheo. Dia segera mengambil ponselnya yang ada di atas meja kemudian duduk di lantai, berhadapan dengan pemuda itu. "Mungkin aku bisa membantumu dengan ponselku. Atau mungkin aku akan keluar sekarang udah untuk mencari ponselmu ..."

"Tidak, kurasa itu tidak perlu karena mungkin saja ponselku juga sudah ditemukan orang lain lalu dijual ... Tapi kemungkinan terburuk adalah ditemukan oleh preman-preman tadi. Aku khawatir jika mereka menemukan ponsel itu, mereka akan menemukan nomor kakakku dan mulai melacaknya sehingga mereka bisa menemukan keberadaan kakakku," ucap Matheo dengan gusar. 

"Eh ... Memangnya apa yang terjadi sampai kamu dan kakakmu dikejar preman-preman tadi?" tanya Angelica.

Matheo terdiam, melirik Angelica yang sejak tadi ingin tahu tentang masalahnya. 

"Beritahu saja padaku siapa tahu aku bisa membantumu,"seru Angelica karena melihat keraguan di wajah Matheo.

Matheo menghela napas. "Kakakku kabur dari rumah suaminya karena dia tidak ingin berbagi cinta. Suaminya selingkuh ... Suaminya tidak bersedia untuk mengakhiri hubungan dengan selingkuhan itu sehingga kakakku memilih untuk pergi. Sekarang suaminya dan preman-preman itu pasti sedang mencari dia ... Aku benar-benar khawatir jika ponselku ditemukan oleh preman-preman tadi, mereka akan menemukan nomor kakakku dan melacaknya."

"Itu berarti kamu harus menghubungi kakakmu supaya mematikan nomornya," ucap Angelica dengan tatapan begitu serius, membayangkan bagaimana wajah Kakak Matheo. Terlintas di benaknya bahwa Kakak pemuda itu pasti cantik, karena pemuda itu juga sangat tampan dan keren meski hanya bergaya sederhana.

"Aku tidak punya ponsel lagi sekarang," ujar Matheo dengan wajah frustrasi.

"Kalau begitu... apa kamu mengingat nomor telepon kakakmu?" Angelica mengulurkan ponselnya pada pemuda itu. "Kamu bisa menggunakan ponselku," tambahnya.

Matheo menggeleng pelan sembari menatap Angelica. "Tidak hafal ... Aku tidak ingat sama sekali karena kakak ku menggunakan nomor baru," ucapnya yang membuat Angelica menghela napas panjang sembari menarik lagi ponsel yang akan dipinjamkannya.

"Kalau begitu, apa kamu tahu kakakmu ada di mana?"

"Aku tahu ... Dia bekerja di sebuah rumah mewah. Lumayan agak jauh dari sini."

"Ya sudah kalau begitu, Ayo, aku antar kamu untuk menemuinya!" ujar Angelica dengan antusias. 

Matheo menatap Angelica dengan tatapan tidak nyaman. "Tapi kenapa kamu mau mengantar aku? Apa kamu tidak merasa kerepotan?"

"Tidak, samasekali tidak ... Aku tulus ingin membantu mu," ucap Angelica dengan tersenyum meyakinkan kemudian beranjak berdiri. Dia menarik Matheo untuk berdiri dan mengajaknya berjalan menuju keluar rumah.

Angelica mengajak Matheo menuju sebuah garasi kecil yang terlihat kusam dan tak terlalu diurus.

Angelica menarik pintu garasi besi yang sudah agak berkarat itu, lalu masuk ke sana diikuti oleh Matheo yang kebingungan.

"Kita naik apa?" tanya Matheo, sebab dia tidak melihat ada mobil di garasi itu. 

"Naik ini," jawab Angelica meletakkan tangan di atas jok sebuah vespa tua berwarna biru muda. 

"Bukan dengan mobil?" tanya Matheo dengan mata yang melotot.

"Kamu tau sendiri di sini tidak ada mobil. Lebih baik pakai motor saja, lebih nyaman dan hemat bahan bakar," ujar Angelica menurunkan standar dua pada vespa itu dan membawanya ke halaman. Matheo ikut ke luar dan membantu menutup pintu garasi.

"Kamu bisa mengendarai motor?" tanya Angelica.

"Bisa, tapi... apakah vespa ini masih baik-baik saja? ..maksudku, Vespa ini berfungsi dengan baik?" Matheo tampak ragu.

"Tenang saja ... Walaupun terlihat tua, tapi keseluruhan mesin Vespa ini masih bagus. Ayo, cepat!" Angelica memberikan helm yang tergantung di stang vespa pada Matheo. Pria itu memakai helm, kemudian berusaha untuk menyalakan vespa.

"Kamu tunggu di sini sebentar. Aku akan ambil tas ku dan mengunci rumah," seru Angelica saat Matheo masih berusaha menyalakan Vespa itu. 

Matheo hanya dia karena fokus berusaha menyalahkan Vespa tua itu. Pemuda itu sampai berkeringat karena beberapa kali mencoba mencoba menyalakan Vespa itu dengan menginjak engkol namun tidak kunjung memyala.