"Ya, benar. Dia adalah Ratu Alatariel Artanis Rin dari Kerajaan Tirtanu. Dia pernah datang ke Kepanu, 4 tahun yang lalu", jawab salah satu prajurit Kepanu.
Grizelle kaget. Ternyata mimpinya bukan sembarang mimpi. Dia baru menyadari bahwa kata Rin yang dia dengar dalam mimpi berasal dari sebuah nama, Alatariel Artanis Rin. Kelopak mata Grizelle mulai bergetar. Dia mulai ketakutan, panik, dan bingung. Dia berusaha mengingat masa lalunya tapi buntu.
"Alasan apa lagi yang ingin kau pakai?" tanya Raja Orlen.
Grizelle segera berpindah tempat ke belakang prajurit menghadap Raja Orlen.
"Maaf, Yang Mulia. Sungguh saya tidak ingat dengan nama asli saya", balas Grizelle.
"Baiklah. Kalau begitu aku ganti pertanyaannya. Di mana kau menyimpan penawar sarin?" tanya Raja.
Kata sarin membuat Grizelle teringat sesuatu. Dia teringat mimpinya. Dalam mimpi itu ada pria yang tingginya sekitar 180 cm berdiri di depan Grizelle. Pria dalam mimpi itu mengucap 2 kata yang jelas, yaitu Rin dan Sarin. Grizelle menaikkan pandangannya agar bisa melihat wajah Raja.
"Bukan! Raja Eldamanu bukanlah Raja yang ada di mimpiku", batin Grizelle.
"Kau mendengarku, kan?" tanya Raja Orlen.
"Maaf, Yang Mulia. Saya juga tidak tahu apa itu sarin. Saya tidak tahu di mana penawarnya", jawab Grizelle.
"Apa kau mau aku ingatkan?" tanya Raja Orlen.
"Maaf?", jawab Grizelle yang bingung menebak arah pembicaraan.
"Jenderal, bawa wanita ini ke 'kau tahu siapa'! Lalu untuk dua orang ini, bawa ke ruang yang biasanya!", perintah Raja Orlen.
"Baik, Yang Mulia!" jawab Jenderal Aiden.
Jenderal Aiden mengangguk sekali untuk berpamitan. Lalu, dia memerintahkan anak buahnya untuk membawa dua prajurit Kepanu ke suatu tempat. Setelah anak buahnya pergi, dia memengang tangan kanan Grizelle dan membawanya pergi keluar dari aula utama.
"Kita mau ke mana?", tanya Grizelle.
"Ke suatu tempat", jawab Jenderal Aiden.
"Di mana?", tanya Grizelle.
"Tempat untuk memulihkan semua ingatanmu", jawab Jenderal Aiden.
"Memang ada tempat seperti itu? Dilihat dari ekspresi wajah Yang Mulia tadi, sepertinya itu bukan tempat yang baik", kata Grizelle.
"Kita lihat saja nanti", balas Jenderal Aiden.
Sambil mengobrol, Grizelle dan Jenderal Aiden terus berjalan melewati lorong dan akhirnya keluar istana. Mereka keluar dari pintu samping. Mereka terus berjalan melewati jalan setapak di tengah taman. Seekor kuda sudah menunggu di ujung jalan untuk mereka naiki.
Sekarang sudah malam, tapi masih belum terlalu larut. Jenderal Aiden terus memacu kudanya melewati kerumunan warga, jalan sepi, pepohonan lebat, dan area persawahan. Setelah melalui itu semua, mereka tiba di sebuah kastil.
Dari luar pagar, halaman kastil terlihat sangat luas. Kastil warna abu-abu berdiri gagah di belakangnya. Anehnya, di kastil itu tidak ada satupun penerangan. Letak kastil ini terpencil dan jauh dari keramaian. Tidak ada satupun suara di sana. Gelap, sunyi, dan sepi.
"Pekkkkk", Tiba-tiba muncul suara dari atas.
Grizelle yang masih duduk di atas kuda kaget. Sontak dia langsung mencari sumber suara. Ternyata itu suara burung hitam. Entah burung apa. Grizelle tidak bisa melihat karena di sana sangat gelap seperti mati lampu.
Jenderal Aiden langsung turun dari kudanya. Dia berjalan menuju pagar kastil. Dia mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Grizelle terus melihat apa yang Jenderal Aiden lakukan. Tiba-tiba cahaya kuning muncul dari tangan Jenderal Aiden. Ternyata, dia menyalakan korek.
Setelah menyala, dia mengangkat koreknya ke atas dengan tangan kanannya. "Kkkkkrrrrkkkk". Tiba-tiba pintu gerbang terbuka sendiri. Padahal tidak ada orang yang membukanya. Jenderal Aiden juga tidak menyentuh pintu sama sekali. Grizelle langsung lemas seketika. Wajahnya pucat ketakutan. Dia ingin memeluk leher kuda di depannya, eeh… kudanya malah menunduk. "Gdddebukk!", Grizelle jatuh dari kuda dan pingsan.
Kaget, Jenderal Aiden langsung menoleh ke belakang. Ternyata Grizelle sudah jatuh di atas tanah. Jenderal Aiden mematikan korek apinya. Dia segera merapikan bajunya dan pergi menghampiri Grizelle.
"Apa dia takut karena pintu ini? Kenapa harus pingsan sih? Bawanya kan susah", kata Jenderal Aiden.
Jenderal Aiden terpaksa membopong Grizelle. Dia menaruhnya di atas kuda dengan keadaan tengkurap seperti membawa karung di atas kuda. Kemudian dia memasuki kastil itu dengan menaiki kuda.
Seorang pria misterius sedang duduk di sebuah kursi menghadap jendela. Dari kaca jendela yang bening, dia melihat Jenderal Aiden menaiki kuda di halaman kastil.
"Ada mangsa baru, ya?" kata pria itu.
Pintu kastil tertutup tapi tidak terkunci. Jenderal Aiden segera membuka pintu kastil dan memasukinya sambil menggendong Grizelle di pundaknya. Untungnya, berat Grizelle hanya setara dengan dua karung beras. Masih cukup ringan bagi Jenderal Aiden.
Jenderal Aiden segera menaiki tangga, melewati lorong-lorong, hingga tibalah di sebuah ruangan. Dia membuka ruangan itu, ternyata itu ruang makan dengan satu meja yang sangat besar. Jenderal Aiden segera menidurkan Grizelle di atas meja itu. Meja itu di kelilingi banyak kursi.
Jenderal Aiden langsung duduk di salah satu kursi di dekat kepala Grizelle. Punggung rasanya lega sekali. Jenderal Aiden yang kelelahan segera mengatur napasnya.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara langkah kaki dari luar ruangan. Langkah kaki itu terdengar sangat jauh tapi semakin lama semakin mendekat. Jenderal Aiden berdiri, memutar kursinya menghadap pintu, lalu duduk lagi.
Tak berselang lama, muncullah seorang pria dan berdiri menghadap ke Jenderal Aiden. Rambut pria itu pendek. Berbeda dengan Raja, Jenderal Aiden, dan pria lain pada umumnya yang memanjangkan rambutnya. Dia memakai jubah sederhana berwarna coklat muda. Usianya sekitar 40 tahunan jika dilihat dari wajahnya. Walaupun begitu, dia terlihat cukup tampan dari usianya.
"Sudah lama, Jenderal", sapa pria itu.
"Apanya sudah lama?" balas Jenderal dengan tersenyum ramah.
"Sudah lama kita tidak bertemu", jawab pria itu.
"Ya, begitulah. Terakhir kali bertemu, kita bermain go selama dua hari. Itu sudah sekitar dua tahun yang lalu", kata Jenderal Aiden.
Pria misterius itu berjalan memasuki ruang makan dengan penuh senyuman. Lalu dia duduk di salah satu kursi di dekat Jenderal Aiden.
"Kau pemain go yang jenius. Aku akui itu. Jadi, siapa dia?" tanya pria itu.
"Seorang wanita misterius yang tiba-tiba datang entah dari mana", jawab Jenderal Aiden.
"Dia bukan kekasihmu, kan?" tanya pria misterius.
"Apakah dia terlihat seperti tipe idealku?" balas Jenderal Aiden.
"Baguslah. Aku tak mau bertengkar denganmu hanya karena seorang wanita", kata pria itu sambil mengusap kening Grizelle dan membelai rambutnya pelan.
"Tapi ini aneh", lanjut pria itu.
"Aneh kenapa?" tanya Jenderal Aiden.
"Aku tidak bisa melihat masa lalunya dan apa yang ada dipikirannya saat ini. Padahal biasanya aku tidak pernah seperti ini", kata pria itu.
"Maksudnya?", tanya Jenderal Aiden.
"Biasanya, aku langsung bisa membaca pikiran atau masa lalu benda hanya dengan menyentuhnya. Tapi untuk kali ini tidak bisa", kata pria itu.