Kerajaan Gaharunu, Tahun 1346
Pen lalu mengambil kuas yang paling kecil dan batu tinta. Dia membasahi batu tinta sedikit dengan air minum Jenderal Calvin agar kuasnya bisa dibasahi dengan tinta. Pen menandai beberapa wilayah pada peta di depannya.
"Tembok putih didirikan di sini. Di balik tembok putih, ada pegunungan yang dulunya wilayah Gaharunu. Jika ini tempat persembunyian yang baik, maka sarin kemungkinan di simpan di sebuah gua bawah gunung. Untuk ke sana, kita harus menembus tembok putih. Seperti koin yang menembus meja kaca. Sedangkan terusan bawah tanah ada di jalur ini", ucap Pen sambil mencoret-coret peta.
"Lalu, hubungan antara gua dan terusan ini? Ini jaraknya cukup jauh, lho?" tanya Jenderal Calvin.
"Gua di bawah tembok putih adalah jalur bawah tanah yang sangat strategis. Di dekat gua, ada simpang empat. Simpang empat ini menghubungkan Gaharunu, Jamujunu, Eldamanu, dan laut barat. Jika tidak tersesat, kita bisa keluar masuk wilayah dari 3 kerajaan dengan bebas tanpa ketahuan. Sayangnya, rute gua bawah tanah ini sangat rumit dan sering banjir. Gua yang pernah kita masuki itu adalah salah satu jalur menuju terusan utama dan itu menyambung dengan simpang empat. Kita sudah tahu betapa rumitnya jalur gua ini", ucap Pen.
"Ada banyak sekali pecahan jalur. Kalau tidak ada kamu, kami bisa tersesat selama berbulan-bulan. Terima kasih. Terusan utama masih dibuka?", tanya Jenderal Calvin.
"Tidak, terusan utama Gervas sudah ditutup dan dijaga ketat", jawab Pen.
"Terusan utama Gervas itu yang di perbatasan Gaharunu dan Eldamanu?", tanya Jenderal Calvin.
"Ya, benar", jawab Pen singkat.
"Pen, kenapa kamu tidak memberitahu kami tentang ini sejak awal?", tanya Jenderal Calvin.
"Karena anda tidak pernah tanya. Saya tidak tahu misi anda", balas Pen.
"Maaf. Ini misi rahasia. Jadi tolong rahasiakan ini dari siapapun. Lalu, bagaimana cara masuk gua di bawah tembok putih?", tanya Jenderal Calvin.
"Untungnya, pintu masuk gua ini hanya ada di Gaharunu. Gua ini gua buntu. Hanya ada satu pintu masuk. Pintu masuk ini terhubung dengan simpang empat. Namun, pintu masuk ini dijaga ketat oleh penjaga. Penjaganya sangat galak. Dia akan membunuh siapapun yang ingin masuk ke gua itu kecuali anggota keluarga kerajaan", jawab Pen.
"Carl dan Raja Clodio bisa masuk ke sana. Berarti sarin memang disimpan di sana. Lalu?", tanya Jenderal Calvin.
"Kita bisa masuk dari rumahku. Rumahku dekat dari jalur simpang empat. Tapi aku sudah lama tidak ke sana, jadi aku lupa jalurnya. Kita mungkin saja akan tersesat", jawab Pen.
"Untuk itu, kita bisa rundingkan dengan anak-anak Araukaria, besok pagi. Sekarang kita istirahat dulu. Terima kasih sudah menjelaskan banyak hal. Selamat malam!", kata Jenderal Calvin.
"Selamat malam, juga. Saya pamit dulu", pamit Pen.
Matahari pagi sudah terbit. Kamar penginapan masih berantakan. Semua tim Araukaria dan Pen sudah bangun. Walaupun belum mandi, mereka berdiskusi tentang cara untuk masuk gua tembok putih. Hal ini dilakukan karena Pen harus berangkat kerja pagi-pagi. Hasilnya, mereka sepakat untuk berangkat 2 hari lagi saat Pen libur kerja.
Setelah rapat usai, tim Araukaria sibuk menyiapkan bekal dan menyusun rencana cadangan. Pen berangkat kerja ke istana Gaharunu seperti biasa. Di malam hari mereka rapat lagi bersama Pen dan menyiapkan perbekalan.
Hari H, datang. Tim Araukaria memilih melakukan perjalanan di malam hari tepat setelah Pen pulang kerja. Semua orang sudah siap untuk berangkat. Mereka tinggal menunggu Pen yang masih makan malam.
"Kau yakin mau langsung berangkat. Kau mau tidur dulu sebentar?", tanya Jenderal Calvin pada Pen yang masih makan malam dengan tergesa-gesa.
"Ya, saya masih kuat untuk melakukan perjalanan. Ada sebuah pos di hutan, sejalur dengan perjalanan kita. Saya bisa beristirahat di sana", jawab Pen.
"Baiklah", jawab Jenderal Calvin.
Jenderal Calvin masuk ke kamarnya. Ternyata di sana ada Ren yang sedang berkemas. Dia memasukkan beberapa perlengkapan yang ada di kamar Jenderal Calvin.
"Anda yakin mau menyerahkan ini pada Pen? Kita tidak begitu mengenalnya. Dia juga bukan orang Tirtanu. Dia tahu banyak hal tentang misi rahasia ini. Anda yakin dengan ini?", tanya Ren yang merasa tidak enak dengan hal ini.
"Kita butuh petunjuk Ren. Kita tidak bisa melakukan ini sendirian tanpa bantuan warga lokal. Kita tidak tahu kondisi Gaharunu yang sebenarnya seperti apa. Tidak ada satupun dari kita yang paham bahasa Gaharunu. Kau punya ide yang lebih baik?", sindir Jenderal Calvin.
"Tidak. Hanya saja saya memiliki firasat buruk tentang ini", kata Ren.
"Baiklah. Mari kita lebih berhati-hati dan waspada!", jawab Jenderal Calvin.
Jenderal Calvin, Pen, dan 7 anggota tim Araukaria yang lain keluar dari penginapan satu persatu di malam hari. Mereka semua menggendong perbekalan dalam buntalan kain.
"Jadi kita tidak membawa kuda?", tanya Ghazi.
"Ya, kita jalan kaki. Jika kita pergi dengan kuda, jejak kita akan ketahuan", jawab Pen.
Pen, Dhafi, Ghazi, Darsh, Ezra, Hoshi, Ren, Jiru, dan Jenderal Calvin berangkat meninggalkan penginapan di pusat kota Gaharunu. Mereka berjalan kaki dengan berbekal obor yang masih mati. Mereka baru menyalakan obor saat memasuki hutan yang gelap gulita. Ternyata, kepergian mereka disaksikan oleh seseorang dari balik pohon. Dia adalah asisten pesulap kemarin yang menggunakan topi caping yang tertutup kain hitam. Hanya saja sekarang dia memakai pakaian putih biru.
Sejam kemudian rombongan tim Araukaria sampai di area hutan. Asisten pesulap bertopi caping masih mengikuti mereka tapi mereka tidak sadar. Mereka mulai menyalakan obor sehingga mereka semakin mudah untuk diikuti.
Tiga jam kemudian, tim Araukaria tiba di sebuah pos yang dimaksud oleh Pen. Mereka langsung mendirikan tenda di tanah yang datar dan aman dari angin. Begitu jadi, Pen langsung masuk dan beristirahat. Mereka tidak menyalakan api unggun karena itu menarik perhatian. Ada anggota Araukaria yang tidur dan ada juga yang membuat kopi di dalam tenda.
Setelah sarapan, rombongan Araukaria mulai berangkat melanjutkan perjalanan. Kini mereka memasuki bagian hutan yang lebih dalam. Awalnya, semuanya baik-baik saja. Mereka berjalan dengan penuh keikhlasan.
Beberapa jam kemudian, suasana semakin gelap. Jalur pendakian semakin sempit. Pepohonan semakin lebat. Saking lebatnya, kini cahaya matahari tak bisa lagi menembus pepohonan. Padahal ini siang hari, tapi rasanya seperti malam hari. Pen sebagai penunjuk arah berjalan di bagian paling depan dan Jenderal Calvin berada di bagian paling belakang sebagai sweeper.
"Kau yakin ini jalan yang benar?" tanya Ren yang ada tepat di belakang Pen.
"Ya, ini jalannya. Sebenarnya ini bukan jalur utama tapi ini jalan pintas agar kita cepat sampai ke tujuan tanpa ketahuan. Bagaimanapun juga ini misi rahasia, kan?" jawab Pen.
"Bukankah sudah bertahun-tahun kau tidak ke sini? Kau yakin masih ingat jalannya?" tanya Ezra sinis.
"Ya, aku masih ingat jelas. Sebenarnya, saat hari libur aku pergi ke rumah lamaku di dekat tembok putih. Ibuku dan adikku meninggal di sana. Jasadnya masih belum ditemukan hingga sekarang. Jadi aku sering ke sana untuk mencari jasadnya waktu liburan", jawab Pen.
"Kau tidak sedang menipu kami, kan?" tanya Ren.
Mendengar itu, Pen langsung berhenti. Dia berbalik ke arah Ren, menatap matanya.
"MAKSUD LO APA?", bentak Pen.
"Kau dari istana Gaharunu, kan?" sindir Ezra.
"BUKK!", tiba-tiba Pen meninju pipi Ezra dengan satu pukulan keras. Melihat hal itu, Ren marah dan langsung membalas Pen dengan satu pukulan, "BUKK"! Pen membalas pukulan Ren dan langsung menarik kerah bajunya dan meneriakinya.
"MAKSUD LO APA? Gua capek-capek ke sini buat bantuin lho!", bentak Pen tepat di depan wajah Ren.
Ghazi, Jiru, Hoshi, dan Darsh yang berada di belakang langsung melerai Pen, Ren, dan Ezra dengan memegangi badan mereka. Tapi sayangnya, kekuatan mereka bertiga sangat kuat. Begitu terlepas, mereka bertiga saling adu jotos lagi. Ghazi, Jiru, Hoshi, dan Darsh sempat kuwalahan melerai mereka bertiga. Keadaan berubah ketika, Jenderal Calvin dan Dhafi datang.
"BERHENTI!!! Kalian semua berhenti!", teriak Jenderal Calvin.
Apakah itu saja cukup? Tentu saja tidak. Jenderal Calvin langsung menerobos kerumunan, memegangi tangan Pen dan membawanya menjauh. Jenderal tidak sendirian, Ghazi ikut membantu memegangi Pen. Dhafi dan Hoshi memegangi Ren. Sedangkan Ezra dipegangi Jiru dan Darsh.
"PEN, REN, EZRA, TENANGLAH! Adu jotos tidak akan menyelesaikan masalah kita" teriak Jenderal Calvin.
"Lalu, bagaimana jika Pen dibayar istana Gaharunu untuk menipu kita. DIA KAN MATA DUITAN!" teriak Ezra emosi.
"LANTAS KITA DIAM SAJA KALAU DITIPU ORANG?", teriak Ren.
"WOYY!!! Kalau gue memang berniat menipu lo, gue sudah lakuin dari dulu. Gue gak perlu capek-capek ke sini karena gue sudah kaya!", jawab Pen dengan bahasa campuran karena terlanjur emosi.
"DIAM! SEMUANYA DIAM! PEN, IKUT AKU! Kalian semua tunggu di sini dan obati luka kalian!", perintah Jenderal Calvin.