Kerajaan Gaharunu, Tahun 1345
Jenderal Calvin duduk di kamarnya. Di depannya ada meja. Di atas meja ada kertas berserakan. Kertas itu berisi banyak tulisan dan gambar denah. Jenderal Calvin teringat dengan perkataan anak buahnya sesaat setelah Eiham dan Ian berangkat.
— Flashback —
"Jadi, apa yang akan kita lakukan selanjutnya?", tanya Jiru.
"Kita cari lagi lokasi penyimpanan sarin", jawab Jenderal Calvin.
"Caranya?" tanya Ghazi.
—----
Sudah beberapa minggu setelah Eiham dan Ian berangkat, tapi hingga sekarang Jenderal Calvin belum tahu cara mengetahui lokasi sarin. Jenderal Calvin berpikir keras untuk mencari ide di kamarnya. Sayangnya, pikirannya masih buntu hingga malam ini. Merasa frustasi, Jenderal Calvin memutuskan untuk keluar dari penginapan sendirian dengan pakaian abu-abu biasa seperti warga desa lainnya.
Jam makan malam baru saja usai. Jenderal Calvin melihat bahwa masih ada banyak warga yang berlaku lalang. Malam itu, jalanan terlihat lebih ramai dari biasanya. Jenderal Calvin terus berjalan mengikuti arah perginya warga yang lain. Ternyata ada festival lampion di ujung jalan.
Dengan berbekal uang seadanya, Jenderal Calvin pergi ke arah tempat berlangsungnya festival. Semakin dekat, jalanan semakin ramai menyesakkan. Jenderal Calvin berhasil menerobos kerumunan orang dan tiba di sebuah kios lampion yang sedang kelarisan.
"Wie viel kostet es? (Harganya berapa?)" tanya seorang pembeli.
"Nur zwei Goldmünzen (Cukup dua koin emas saja)" jawab pedagang lampion.
"Warum so teuer? Wie wäre es mit zehn Silbermünzen? (Kok mahal banget? 10 koin perak saja,ya?)", tawar pembeli.
"Dieses Laternenmaterial ist selten. Kaufen Sie das Material im Ausland. Okay, 1 Goldmünze (Bahan lampion ini langka. Belinya di luar negeri. Baiklah, 1 koin emas saja)", ucap pedagang lampion.
"Okay", jawab pembeli.
Pembeli menyetujui harga. Dia segera memberikan uangnya pada pedagang lalu pergi membawa sebuah lampion naga berwarna biru. Sekarang, tiba giliran Jenderal Calvin untuk membeli lampion. Jenderal menirukan apa yang pembeli sebelumnya lakukan.
"Wie viel kostet es? (Harganya berapa?)" tanya Jenderal Calvin.
Jenderal Calvin tahu kalau dia tidak bisa menawar. Dia menunjukkan ke pembeli bahwa dia hanya punya sebuah koin perak. Ekspresi wajah penjual langsung sebal dan bergumam. Melihat hal itu, Jenderal Calvin menambah 1 koin perak lagi. Jadi ada 2 koin perak di tangan Jenderal Calvin.
"Wenn es nur zwei Silbermünzen sind, nimm diese Laterne (Kalau cuma 2 koin perak, dapatnya yang lentera ini)", kata pedagang sebal.
Jenderal Calvin keluar dari kios sambil membawa sebuah lampion apung yang kecil, bulat, jelek, dan berwarna putih kusam. Wajah Jenderal Calvin jadi sebal.
"Bagaimana bisa dua koin perak hanya dapat satu lampion seperti ini? Bukankah ini penipuan?" gumam Jenderal Calvin kesal.
Jenderal pergi ke sebuah sungai tak jauh dari deretan kios-kios. Di sungai itu ada jembatan kecil yang hanya bisa dilewati pejalan kaki. Di sekitar jembatan kecil, ada banyak warga desa yang menghanyutkan lampion ke sungai. Lampion-lampion itu bertuliskan harapan dan do'a mereka.
Jenderal Calvin juga ikut duduk di dekat jembatan. Karena tidak membawa tinta dan sedang berhemat, Jenderal Calvin menuliskan harapannya dengan jari telunjuk. Jari telunjuk itu dibasahi dengan air sungai. Setelah selesai, Jenderal Calvin menghanyutkan lampionnya ke sungai.
"Semoga aku bisa menemukan lokasi sarin dan orang yang membawanya ke Tirtanu", kata tulisan di lampion Jenderal Calvin.
Di sisi lain sungai setelah jembatan, ada perempuan misterius yang membaca tulisan lampion Jenderal Calvin. Perempuan itu menggunakan topi jerami yang dilapisi kain tipis untuk menutupi wajah berwarna hitam. Perempuan itu memakai pakaian hitam dan rok emas. Dari luar kain terlihat bahwa perempuan itu tersenyum setelah membaca tulisan lampion Jenderal Calvin yang terapung di sungai.
"DORRRR!" Tiba-tiba muncul kembang api di langit malam. Jenderal Calvin melihat kembang api itu lalu memutuskan untuk segera pergi dari sungai. Jenderal Calvin pergi ke arah munculnya kembang api. Ternyata itu berasal dari sebuah pertunjukan sulap.
Kembang api adalah tanda bahwa pertunjukan sulap akan dimulai. Untungnya, Jenderal Calvin langsung pergi tepat setelah kembang api dinyalakan. Jadi, dia tiba di pertunjukan sulap tepat sebelum acaranya dimulai. Dia memilih untuk duduk di bagian paling depan. Pertunjukan ini gratis. Penonton bisa memasukkan uang seikhlasnya di sebuah kotak di depan panggung setelah acara selesai.
Seorang pesulap masuk dan berdiri di tengah-tengah panggung. Dia tersenyum, dia seorang warga Gaharunu. Semua warga yang duduk di depan panggung mengenalinya kecuali Jenderal Calvin. Di depannya berdiri sebuah meja kaca sederhana. Hanya ada selembar kaca yang ditopang oleh 4 potongan kayu besar sebagai kakinya.
Bagi warga desa di Kerajaan Gaharunu, kaca adalah salah satu barang mewah pada tahun 1345. Semewah berlian saat ini. Hanya kaum bangsawan yang menggunakan meja kaca. Semua mata warga tertuju pada meja kaca. Mereka kagum dan tertarik pada meja itu. Pesulap menyadari itu.
"Tok… tok… tok… " pesulap mengetuk meja kaca dengan keras untuk mendapat perhatian.
Seketika warga sadar dan kembali memperhatikan pesulap itu.
"Tuan-tuan dan nona-nona, selamat datang di pertunjukan sulap kami yang hanya ada di festival bulan purnama. Saya tahu… kaca adalah barang yang mewah", sambut pesulap itu.
Tiba-tiba seorang wanita berjalan memasuki panggung dengan membawa sebuah palu. Dia memakai atasan hitam dan rok emas. Dia juga menutupi wajahnya dengan topi kerucut yang dilapisi kain hitam transparan. Benar, dia adalah perempuan yang sama dengan yang tadi membaca lampion Jenderal Calvin.
Perempuan itu memberikan palu yang dia bawa pada pesulap. Anehnya, dia tidak melihat ke arah pesulap. Pandangannya lurus ke depan menatap Jenderal Calvin. Ternyata, dia tahu bahwa Jenderal Calvin ingin menemukan tempat penyimpanan sarin. Perempuan itu mengenali Jenderal Calvin tapi Jenderal Calvin tidak mengenalinya.
"Bagaimana kalau kaca yang mahal dan mewah ini aku pecahkan di depan anda?" tanya pesulap sambil mengayunkan palunya ke arah kaca.
"Aaaaarghhhh", penonton teriak histeris.
Namun pesulap berhenti saat palu berada tepat di atas meja kaca. Penonton lega. Ternyata itu hanyalah sebuah aksi teatrikal untuk menarik perhatian penonton.
"Tenang, aku tidak akan memecahkan ini. Tapi aku butuh satu orang untuk memeriksa, apakah ini benar-benar kaca atau tidak?", ucap pesulap.
Perempuan yang tadi memegang palu berjalan ke arah penonton. Dia berjalan mondar-mandir dari arah kanan ke kiri. Lalu dia kembali lagi dan mengulurkan tangannya pada Jenderal Calvin.
"Baiklah. Silakan naik ke atas panggung, Tuan!" ucap pesulap.
Jenderal Calvin yang tidak paham bahasa Gaharunu, hanya bingung dengan apa yang terjadi. Dia tidak tahu bahwa pesulap mempersilakannya untuk naik ke atas panggung. Perempuan misterius itu mengayunkan tangannya, memberi isyarat agar Jenderal Calvin mau memegang tangannya. Akhirnya, Jenderal Calvin naik ke atas panggung bergandengan tangan dengan perempuan itu.
"Tolong, ketuk kaca ini? Apakah benar ini kaca sungguhan?", tanya pesulap sambil mengetuk meja kaca.
"Tok… tok… tok… ", suara ketukan kaca.
Jenderal Calvin ikut mengetuk kaca itu dengan rasa bingung. Dia tidak yakin dengan apa yang dia lakukan. Untungnya pesulap tidak curiga bahwa dia sebenarnya tidak bisa bahasa Gaharunu.
Pesulap meletakkan 3 buah koin di atas meja kaca. Dia mengetukkan sebuah koin dengan tangan kanannya pada kaca seakan dia ingin memastikan lagi bahwa kaca itu benar-benar padat. Kemudian, dia meletakkan tangan kirinya di bawah meja. Pesulap kemudian mengetuk koin di atas meja dengan tangan kanan. Telapak tangan kirinya ditempelkan tepat di bawah koin. Hanya saja, ada lapisan kaca yang memisahkan koin dan telapak tangan kirinya.
"Abracadabraa", ucap pesulap itu.
Tiba-tiba koin yang berada di atas kaca, bisa jatuh menembus kaca dan ditangkap oleh tangan kiri pesulap. Semua orang bertepuk tangan melihat itu. Jenderal Calvin juga terpesona dengan atraksi sulap itu. Dia ikut mengetukkan koin lainnya ke atas meja dan meletakkan tangan kirinya di bawah. Dia berharap koin yang dia pegang bisa menembus kaca tapi dia tidak bisa.
Tiba-tiba, Jenderal Calvin teringat sesuatu…