Eldamanu, Tahun 1350
"Kemarin di kapal ngobrolin apa aja? Kalian terlihat mesra banget. Kami semua sampai sungkan mau mendekat", kata Vernon.
Ternyata Vernon dan awak kapal yang lainnya tahu kalau Aiden dan Grizelle sedang menikmati matahari terbit bersama. Banyak yang berlalu lalang di samping dan di belakang mereka. Tapi mereka berdua mengabaikannya. Seakan dunia milik mereka berdua. Yang lain ngontrak dan bayar 2 Juta Piece per bulan.
"Tidak. Tidak. Tidak ngobrolin apa-apa. Grizelle hanyalah seorang Grizelle", kata Jenderal Aiden.
"Jadi namanya Grizelle", balas Vernon sambil melirik ke arah Grizelle dan Bu Uti.
"Tapi, Bang! Kalau ngomongin tentang uang. Abang kan sudah jadi Jenderal sejak tahun1335. Sekarang kan tahun 1350. Jadi, total sudah bekerja selama 15 tahun sebagai Jenderal. Gaji abang tidak mungkin sedikit kan? Tapi abang gaji abang 15 tahun malah tidak diambil. Kalau dihitung-hitung, abang pasti punya uang lebih dari 100 juta piece. Bahkan mungkin 1 milyar piece. Kapan abang nraktir aku liburan? Bagi abang 75 juta piece itu murah banget", kata Vernon sambil nyemil ikan agwi.
"Pandanglah emas sebagai batu! Itu pesan ayah. Gaji dan uang hanyalah sebatas angka. Tidak lebih dari itu. Makan sudah dapat gratis di markas dan istana. Pakaian juga dapat dari kerajaan gratis. Pedang juga dapat gratis. Apalagi yang mau aku beli? Nikmat apa yang didustakan? Jadi, semuanya aku tabung", balas Jenderal Aiden.
Grizelle menata piring pada baki. Di atas itu ada es degan dan mie dingin rumput laut. Setelah semua tertata rapi, dia segera mengantarkannya ke pelanggan kedai.
"Ini pesanannya!", suara perempuan tiba-tiba muncul dari belakang Jenderal Aiden.
Vernon yang tahu siapa pemilik suara itu segera menendang kaki Jenderal Aiden. Jenderal Aiden menoleh ke belakang. Ternyata, itu suara Grizelle yang mengantarkan pesanannya. Grizelle tersenyum sesuai prosedur operasi standar. Jenderal Aiden membantu Grizelle untuk mengambil makanan dari baki dan meletakkannya ke meja.
"Pantesan gula di rumah habis", kata Vernon.
"Emang kenapa?", tanya Jenderal Aiden.
"Apa karena manisnya ada di kamu?" tanya Grizelle.
"Karena belum beli. Emang aku semanis itu, Nona Grizelle?", tanya Vernon.
Vernon tiba-tiba merangkul Jenderal Aiden di depan Grizelle. Dia mendekatkan wajahnya pada kakaknya menghadap Grizelle. Keduanya sama-sama tampan.
"Siapa yang paling manis di sini? Aku atau Aiden?", tanya Vernon menggoda Grizelle.
"Hahahaa… Situasi macam apa ini?" ucap Grizelle yang malu-malu canggung.
"Baiklah. Saya kembali saja. Selamat menikmati!", lanjut Grizelle yang masih salah tingkah.
Grizelle kembali bekerja. Dia mengambil makanan dari dapur, memotong sayuran, meracik makanan, mengantar pesanan, kembali lagi, dan hal itu terulang berkali-kali. Sama halnya dengan Grizelle, Bu Eila juga tidak kalah sibuknya. Bu Eila membuat minuman, menghitung pesanan dan uangnya, memasak, dan sebagainya. Sedangkan Jenderal Aiden dan Vernon asik mengobrol dan menikmati makanan mereka. Semua orang sibuk dengan urusan masing-masing.
Setelah membayar, Jenderal Aiden dan adiknya pulang. Jam makan siang sudah habis. Vernon kembali ke markas sedangkan Jenderal Aiden kembali melanjutkan perjalanan. Kedai Bu Eila kembali sepi kini.
Ternyata Jenderal Aiden pergi berkunjung ke rumah keluarga timnya yang gugur saat melawan bajak laut. Dia meminta maaf dan berusaha menghibur keluarganya. Tentu saja, Jenderal Aiden tidak pergi dengan tangan kosong. Dia juga memberikan bingkisan yang entah apa isinya pada keluarga almarhum.
Memang bingkisan itu nilainya tidak seberapa jika dibandingkan dengan nyawa almarhum. Bukan nilainya yang penting, tapi niat untuk bertanggung jawab dan berusaha memperbaiki keadaan, itu yang penting. Itulah yang dilakukan Jenderal Aiden karena dia tahu. Pihak kerajaan tidak terlalu peduli pada hal ini. Raja Orlen sang penguasa Kerajaan Eldamanu tidak akan bersedia datang untuk menemui keluarga mediang. Ironis? Memang seperti itu kenyataannya.
Hari sudah berganti malam. Kedai Bu Eila kini sudah tutup. Piring-piring sudah dicuci. Semua yang berantakan, sudah dirapikan. Kini yang mereka lakukan sekarang adalah menghitung uang yang mereka perolah hari ini.
"Bu Eila, apa yang anda lakukan kemarin? Beli mimpi atau jual mimpi?", tanya Grizelle sambil menghitung uang.
"Oh, itu. Tidak jadi. Sebenarnya aku mau jual mimpi tapi tidak jadi", kata Bu Eila sambil menghitung uang juga.
"Kenapa, Bu?" tanya Grizelle.
"Karena mimpi itu simbol keberuntungan dan harapan. Sayang kalau dijual", jawab Grizelle.
"Memangnya mimpi bisa dijual, Bu?" tanya Grizelle.
"Bisa. Jangankan mimpi yang bagus, mimpi buruk pun juga bisa dijual", kata Bu Eila.
"Emang ada orang yang mau beli mimpi buruk?" tanya Grizelle.
"Ada. Banyak malah. Terkadang, apa yang dianggap buruk oleh seseorang itu bisa berarti baik bagi orang lain. Pemilik mimpi buruk butuh uang dan pembeli mimpi buruk berharap dapat keberuntungan dari mimpi buruk itu", kata Bu Eila.
"Cara jualnya bagaimana, Bu?" tanya Grizelle.
"Gampang kok. Cukup datang ke kios yang kemarin lalu bilang kalau mau menjual mimpi. Mimpimu akan dicatat lalu penjualnya akan membacakan mantra. Kalau sudah, penjual itu akan memberimu uang", jawab Bu Eila.
"Sebenarnya akhir-akhir ini saya sering bermimpi aneh. Tapi saya tidak tahu apakah ini mimpi atau masa lalu. Ingatan masa lalu saya hilang. Grizelle bukanlah nama asli saya. Grizelle adalah nama pemberian dari nenek Hansa yang menolong saya. Saya tidak tahu siapa saya sebenarnya. Saya ingin ingatan masa lalu kembali", kata Grizelle.
"Kamu yakin ingin ingatan masa lalu kamu kembali? Terkadang, melupakan masa lalu bisa jadi sesuatu yang baik. Bahkan beberapa orang berharap bisa melupakan masa lalu agar bisa melanjutkan hidup", balas Bu Eila.
"Kakek Oba, suami dari Nenek Hansa yang menolongku pernah bilang. Beliau berkata kalau masa lalu itu dimaafkan, bukan dilupakan. Melupakan masa lalu tidak akan menghilang rasa sakitnya", ucap Grizelle.
"Kalau begitu ceritanya. Akan lebih baik jika kamu datang ke kios mimpi. Tapi jangan malam ini. Kamu masih belum beristirahat dengan benar. Kamu bisa ke sana besok malam. Bilang saja ke penjualnya kalau kamu tidak bisa membedakan mimpi dan ingatan masa lalu. Sisanya, serahkan pada penjual!" saran Bu Eila.
Keesokan harinya, setelah seharian bekerja dan jam makan malam sudah lewat, Grizelle bersiap-siap untuk pergi ke kios jual beli mimpi. Bu Eila memberikan upah kerja harian untuk Grizelle. Semua uang yang Grizelle punya dibawa untuk berjaga-jaga. Grizelle berpamitan pada Bu Eila.
"Kamu masih ingatkan jalannya?" tanya Bu Eila.
"Masih", jawab Grizelle sambil menyalakan obor.
"Hati-hati di jalan!" kata Bu Eila.
"Terima kasih", jawab Grizelle.
Grizelle berangkat ke kios jual beli mimpi. Jalanan Desa Lumina cukup ramai sekarang. Mungkin karena belum terlalu larut malam, masih banyak warga yang berlalu lalang. Berbeda dengan yang Grizelle rasakan saat pertama kali datang ke sini tengah malam.
Ada anak-anak bermain. Ada orang berjualan makanan. Ada orang membeli lampion. Ada yang menarik gerobak. Ada yang bermesraan dengan kekasihnya. Itulah yang Grizelle lihat di sepanjang jalan. Semua aktivitas itu membuat desa lebih hidup dan itulah yang menghibur Grizelle di sepanjang jalan.
Akhirnya, Grizelle tiba di kios jual beli mimpi. Ternyata, antriannya sudah mengular panjang. Padahal, Grizelle sudah berusaha datang lebih awal di malam itu. Kios ini hanya buka di malam hari karena banyak orang yang bermimpi di malam hari. Kios ini adalah satu-satunya kios yang bisa melakukan jual beli mimpi se-kerajaan Eldamanu. Jadi, banyak warga dari luar desa yang datang ke sini.
Walaupun kesal, Grizelle tetap harus mengantri bersama warga yang lain. Antrian Grizelle perlahan-lahan maju. Kini dia bisa melihat pintu kios walau dari kejauhan. Tampak sebuah kios kecil dari kayu yang diapit oleh dua gedung besar yang terbuat dari batu. Di sini hawanya lebih dingin daripada di rumah Bu Eila. Untungnya, di sini ramai orang. Jadi, Grizelle tak merasa takut sedikit pun di sini. Beda dengan kemarin, saat melewati jalanan sepi.
Setelah menunggu lama, Grizelle akhirnya bisa berasa di depan pintu kios. Satu langkah lagi. Tinggal satu langkah lagi untuk mengetahui masa lalunya yang sebenarnya. Grizelle sangat gugup. Perasaannya campur aduk. Keringat dingin mulai meluncur turun di dahinya.
"Silakan masuk", ucap seorang pria membuka pintu.
Begitu pintu terbuka, Grizelle melihat seorang perempuan duduk di tengah-tengah ruangan. Usianya sekitar 50 tahunan. Di depannya ada bola kristal, dupa, beberapa potongan kayu berbentuk seperti stik es krim panjang, dan sebuah singing bowl. Hanya ada satu ruangan di dalam.
"Mau jual atau beli?", tanya perempuan itu.
"Saya sedang amnesia. Jadi tidak tahu mana mimpi dan mana yang masa lalu. Saya ingin mengetahui masa lalu yang terlupakan", kata Grizelle.