Chereads / WILL WE UNITE / Chapter 20 - BAB 20- PENASARAN

Chapter 20 - BAB 20- PENASARAN

PENASARAN

Dara terus melanjutkan menyapu dan mengepelnya, tanpa melihat lagi sosok wanita yang sedang menatapnya. Hingga akhirnya, ia sudah selesai membersihkan ruangan kerja Barra.

Namun Dara berpikir, apakah ia juga membersihkan ruangan kerja sosok wanita itu? Diingatnya lah kembali perkataan kakak senior yang menyuruhnya di lantai 3.

"Oke, semua lantai 3 Dara, semua!" ucap Dara meyakinkan dirinya sendiri.

Ia pun memberanikan berjalan menuju ruangan kerja sebelah Barra, dan betul sosok wanita itu nyata bukan lah halusinasi ataupun hantu. Dara tersenyum dan meminta izin akan membersihkan ruangannya.

"Pagi Bu, saya Dara staff cleaning service. Saya ditugaskan membersihkan ruangan Ibu." ucap Dara sopan.

"Dipanggil ibu? Tua banget gua." batin Rachel.

"Ya silakan, saya terlalu pagi datangnya. Ternyata pak Barra belum datang." jawab Rachel sembari bangun dari duduknya.

Rachel pun pergi, mereka saling tatap dan saling tersenyum satu sama lain.

Dara segera membersihkan ruangan Rachel, ia dengan sengaja bergerak super cepat. Namun tiba-tiba Dara mempunyai inisiatif ingin membuatkan Barra minuman hangat di pagi hari. Tanpa basa-basi, ia segera keluar dari ruangan Barra membersihkan sisa lantai 3, setelah selesai ia menuju dapur.

*Di ruang cleaning service & dapur*

"Eh Dara, sudah selesai membersihkan lantai 3?" tanya salah satu rekan kerja.

"Sudah, eh pak Barra biasanya suka minum apa di pagi hari? Teh atau kopi?" tanya Dara random.

"Kenapa nih tiba-tiba tanya seperti itu? Pak Barra minta tolong lo buat bikin Ra?" sahut rekan kerjanya.

"A-anu itu i-iya, pak Barra yang minta. Jadi kopi manis atau teh manis?" tanya Dara kembali.

"Emang pak Barra sudah datang ya? Pak Barra suka kopi manis Ra, kalo kurang enak dilidahnya dia pasti bakal marah."

"Oke baik-baik."

"Ya sudah Ra, gua mau ke kantin belum sarapan." ujar rekan kerjanya sembari meninggalkan Dara.

"Iya terima kasih ya." jawab Dara sembari tersenyum.

Dara segera membuatkan kopi untuk Barra, dengan bantuan resep yang pernah Pricilla ajarkan kepadanya. Sewaktu Dara diminta membuatkan kopi, untuk bapak warga desa di kampung.

Ia menambahkan 2 sendok teh kopi pahit ke dalam cangkir kecil, dan menambahkan 1 sendok makan gula pasir. Lalu Dara menuangkan air panas ke dalam cangkir, ia juga mencicipi dengan sendok baru yang baru saja Dara ambil.

"Pas, seharusnya sih pak Barra suka." ucap Dara monolog.

Setelah semuanya beres, Dara dengan hati-hati mengantarkan kopi panas ke ruangan Barra. Ia berharap Barra belum datang ke kantor. Dara berjalan dengan senyum yang merekah, entah mengapa ia menjadi seperti ini. Ingin mengambil perhatian Barra.

Sesampainya di ruang kerja Barra, Dara kembali mengetuk pintu. Tetap sama, masih tidak ada jawaban. Dara mulai membuka pintu dan masuk secara diam-diam. Meletakkan kopi panas di atas meja kerja Barra, tetapi tiba-tiba ada suara pintu terbuka dari arah belakangnya. Yang dimana artinya ada seseorang (orang lain), yang memasuki ruang kerja Barra.

"Ra," ucap seseorang itu.

Dara membalikkan badan, ternyata pria yang tidak asing sudah berada di hadapannya. Menatapnya dengan tatapan bingung.

"Eh Abrial, kamu ngapain disini?" tanya Dara gugup.

"Gua lagi nunggu Barra, kok tumben dia belum datang jam segini." jawab Abrial.

"Lah lo ngapain?" tambah Abrial sembari menunjuk Dara.

Dara yang tidak ingin diketahui perbuatannya, segera membelakangi secangkir kopi panas dan pura-pura menggaruk kepalanya.

"A-aku, aw panas!" jerit Dara yang tak sengaja menyenggol cangkir kopi.

"Eh lo kenapa Ra?" jawab Abrial mendekat.

Namun sorot matanya tertuju dengan segelas kopi di belakang Dara.

"Lo habis buat kopi untuk Barra?" tanya Abrial menyelidik.

"Sst!" jawab Dara sembari menutupi mulut Abrial.

"Tolong ya Abrial, jangan beritahu siapa pun jika ini aku yang buat. Hanya untuk pertanda maaf saja kok, selama ini aku selalu ceroboh." tambahnya.

Abrial membulatkan mata, ia berjarak sangat dekat dengan Dara. Bahkan kedua tubuh mereka benar-benar saling menempel. Tak ingin dikelilingi rasa canggung, Abrial pun segera menurunkan tangan Dara. Dan ia berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

"Eh maaf," ujar Dara sembari menjauhkan dirinya.

"Ya sudah Abrial, aku mau ke kantin." tambah Dara sembari keluar dari ruangan Barra.

"Ra, gua ikut Ra." teriak Abrial mengejar.

Sesampainya mereka di kantin, Dara memesan soto ayam dengan minum es jeruk manis. Sedangkan Abrial memesan nasi goreng cumi dengan minuman jus jambu. Mereka mulai melahap makanan yang mereka pesan.

Namun di tengah mereka mengunyah, pikiran Dara terbesit untuk menanyakan sosok wanita yang ia lihat.

"Abrial, aku mau tanya sesuatu deh." ucap Dara serius.

"Kenapa Ra? Tanya aja." jawab Abrial disela-sela mengunyahnya.

"Tadi waktu aku bersih-bersih ruang pak Barra, ada sosok wanita di sebelah ruangannya. Aku baru pernah lihat dia, kamu tau dia siapa? Atau dia kekasih pak Barra?" sahut Dara penasaran.

"Ah gua tau yang lo maksud, itu Rachel, sekretaris barunya Barra. Jadi sekarang Barra ada yang bantu, setidaknya juga meringankan beban kerjaku. Selama ini kan Barra hanya mengandalkanku saja, bukan kekasih Barra bukan. Dia jomblo Ra." jawab Abrial fokus ke makanannya, tanpa menatap Dara sedikit pun.

"Oh gitu, ya sudah setidaknya tadi aku bersikap sopan padanya." ujar Dara yang mulai mengabaikan Rachel di pikirannya.

"Untung bukan kekasih pak Barra." batin Dara berbicara.

Barra dan Karenina tiba di rumah mereka, Barra segera keluar dan mencari keberadaan Elvan. Sedangkan Karenina, masih duduk di dalam mobil, ia takut akan apa yang terjadi setelah ini.

"Barra kok kamu pulang? Bukannya ke kantor? Mana adikmu si Rere?" tanya Elvan.

"Iya mana Rere, mamah rindu sekali." ucap Lexa yang baru saja datang.

Barra terdiam, ia menatap lekat kedua mata Elvan serta memasang raut wajah kesal. Ia melenggang pergi ke ruang tamu, tanpa menjawab sedikit pun pertanyaan dari Elvan maupun Lexa.

"Anak ini, ada apalagi." ucap Elvan keheranan.

"Bertengkar ya sama Rere?" jawab Lexa.

"Ayok lah Pah, kita susul ke depan siapa tau Rere masih di mobil." tambahnya sembari menarik tangan Elvan.

Dugaan mereka benar, Karenina masih di dalam mobil.

Elvan Dan Lexa segera mengetuk-ngetuk kaca pintu mobil dan menyuruh Karenina untuk turun.

"Re ayok turun, kenapa kamu masih di dalam saja?" bujuk Lexa.

Elvan mencoba membuka pintu mobil, dan berhasil. Namun pemandangan yang mereka dapatkan adalah si bungsu Karenina, tengah menangis deras.

"Loh sayang ada apa? Bertengkar sama abang?" tanya Lexa.

Namun Karenina masih terdiam, mereka membantu menenangkan sembari membawa barang-barang yang Karenina bawa. Elvan, Lexa dan Karenina pun menghampiri Barra yang masih duduk terdiam di ruang tamu.

"Ada apa ini Barra? Jelaskan." ucap Elvan.

Barra menatap tajam wajah Elvan, "Rere dia berani main ke club sama teman cowoknya. Mabuk."

Lexa yang masih merangkul Karenina segera melepaskan pelukannya, lalu ia mulai menanyakan apakah benar yang sedang dikatakan Barra.

"Benar itu Re?" tanya Lexa tak percaya.

Karenina terus menangis, lalu ia memilih duduk di samping Barra.

"Re benar itu? Kok bisa kamu seliar itu Nak. Papah kan sudah bilang jangan coba-coba kamu pergi ke club dengan orang lain. Apalagi dengan teman cowok, jika sama papah, mamah dan abangmu boleh-boleh saja. Atau dengan orang yang kami kenal dan kami percaya. Papah ga habis pikir sama kamu Re," ujar Elvan kecewa.

Lexa yang awalnya berdiri mematung, ia segera duduk di samping Elvan. Ia mulai menenangkan suaminya.

"Ga perlu nangis, air mata buaya! Jujur sama gua, lo udah lakuin hal selain mabuk-mabukan itu kan? Apa yang lo lakuin?" tanya Barra ketus.

"Maksudmu apa Barra?" tanya Lexa.

"Cih, ga mungkin Rere hanya mabuk-mabukan saja. Apalagi dengan teman cowok, cowok Mah." jawab Barra.

"R-Rere minta maaf Pah, Mah, Bang. Rere merasa bebas banget disana." jawab Karenina sembari terisak.

"JAWAB RE!" bentak Barra yang mulai emosi.

Elvan dan Lexa pun tersentak, begitu pun Karenina.

"Rere sudah melakukan-" ucapan Rere terpotong ia benar-benar sangat takut untuk mengatakannya.