Chereads / WILL WE UNITE / Chapter 21 - BAB 21- I KISSED MY BF & HAVING SEX WITH A MASHER

Chapter 21 - BAB 21- I KISSED MY BF & HAVING SEX WITH A MASHER

I KISSED MY BOYFRIEND & HAVING SEX WITH A MASHER

Semua terkejut, heran, bingung dan kecewa dengan Karenina. Satu-satunya anak perempuan mereka nyaris berkelakuan seperti jalang.

"Serius Mah, Pah demi Tuhan Rere dan pria itu memakai pengaman." ucap Rere bersumpah.

"Ga perlu bawa-bawa Tuhan lo! Kelakuan zina seperti itu masih berani lo bawa nama Tuhan?!" bentak Barra.

"Lo itu bisa dibilang murahan Re! Lebih baik lo sekarang pergi, gua muak lihat muka lo disini." tambah Barra.

"Tapi Rere ga sadar, Rere sedang mabuk. Mana bisa Rere tau apa yang sedang terjadi pada saat itu."

"MAKA DARI ITU GA PERLU DATANG KE CLUB! GUA MAU LO TEST PACK SEKARANG JUGA! SAMPAI HASILNYA POSITIF, GUA SERET TUH COWOK BUAT DATANG KE INDO!" bentak Barra, lalu ia melenggang pergi menuju halaman depan.

Lantas Karenina segera kabur berlari ke kamarnya, sedangkan Elvan dan Lexa duduk termenung. Mereka belum bisa menerima apa yang dilakukan putri semata wayangnya.

Barra sudah berada di dalam mobil, ia mengemudi sangat cepat. Ia pun rela melanggar peraturan lalu lintas demi memuaskan rasa amarahnya yang memuncak.

"Arrrggh! Sialan!" teriak Barra sembari memukul-mukul setir mobil.

Sontak pengendara lain meneriaki dan memaki Barra, namun Barra tidak peduli sama sekali. Wajahnya memerah padam, matanya pun berair. Diam-diam Barra menangis di tengah berkecamuknya amarah, ia merasa gagal melindungi adiknya.

Sesampainya di kantor, Barra segera memarkirkan mobilnya. Dan memasuki ruangan dengan wajah sadis dan mengerikan. Banyak karyawan yang menegur sapa, tetapi diabaikannya. Ia hanya menatap tajam siapa saja yang berbicara dengannya.

Tentu saja Barra menjadi bahan gunjingan di perusahaannya sendiri. Pasalnya, matanya berair dan sembab. Serta wajahnya yang memerah padam. Ia berjalan memasuki lift, menuju lantai 3.

Tak lama ia pun sampai, Barra mendobrak pintu masuk ruang kerjanya. Dan ada sebuah obyek yang mengalihkan pikirannya. Barra melihat secangkir kopi panas tergeletak di atas meja. Tanpa berpikir panjang, ia segera meminumnya.

"Kopi hitam buatan siapa ini? Rasanya beda, lebih enak dari biasanya." batin Barra bertanya.

Ia menengok kanan dan kiri ke segala penjuru ruangan, namun ia tak menemukan siapa-siapa selain sekretaris barunya.

"Rachel kemari lah." panggil Barra.

Rachel yang memang belum lama kembali dari kantin, ia segera menemui Barra.

"Ada apa Pak?" jawab Rachel.

"Siapa yang membuatkan saya kopi? Kamu tau?"

"Tidak tau Pak, saya sedari tadi di kantin dan memang belum lama baru saja kembali." jawab Rachel lembut.

"Apa sih yang kamu tau! Cepat cari tau siapa yang buat kopi hitam buat saya, cepat!" bentak Barra yang membuat Rachel terkena mental, di awal hari pertamanya bekerja.

Rachel pun segera membawa dirinya keluar ruangan, ia merasa Barra sedang menjadi monster ganas yang akan memangsa siapa saja.

"Perihal kopi saja sampai segitunya." batin Rachel kesal.

Tujuan pertama Rachel menuju dapur, ia segera turun ke lantai 1. Setibanya disana, ia segera menanyakan perihal kopi hitam di atas meja Barra. Beberapa staff cleaning service yang memang berada di dalam, sontak berdiri dan menyambut Rachel.

"Pagi Bu," sapa staff cleaning service.

Rachel pun segera menceritakan keluhannya.

"Gini-gini, pak Barra itu sedang marah-marah di lantai 3. Perihal kopi hitam di atas meja kerjanya, kalian tau siapa yang membuatkan kopi hitam itu?" tanya Rachel.

Secara kebetulan, Dara pun termasuk dari beberapa staff cleaning service yang sedang berhadapan dengan Rachel.

"Saya Bu, ada apa ya Bu? Kopinya tidak enak kah?" jawab Dara yang menjadi sorotan rekan kerjanya.

"Tidak tau saya, ayo cepat kita ke lantai 3." perintah Rachel.

Dara dan Rachel pun bergegas ke lantai 3. Ketika mereka sampai dan memasuki ruang kerja Barra, mereka berdua melihat dengan jelas, bahwa Barra sedang menghabiskan kopi hitam itu dengan 2-3 kali tegukan.

Rachel dan Dara saling pandang.

"Permisi Pak, saya telah menemukan siapa yang membuatkan kopi itu untuk Anda." ujar Rachel.

Barra yang awalnya masih fokus terhadap secangkir kopinya, kini ia menolehkan kepalanya untuk melihat siapa gerangan sosok pembuat kopi.

"Oh jadi kamu, Barra mengangguk-anggukan kepala." ujar Barra.

"Ada apa Pak? Apakah kopinya kurang enak? tanya Dara sangat hati-hati.

"Tidak, besok pagi dan seterusnya buatkan saya secangkir kopi hitam. Sudah sana kamu kembali bekerja." jawab Barra singkat.

Dara yang awalnya khawatir, takut akan kopi buatannya dimuntahkan namun kini ia merasa lega. Rasa kopinya cocok di lidah Barra. Dara mengucapkan pamit keluar ruangan, sedangkan Rachel ia meminta agar Barra mengajarinya bagaimana menjadi sekretaris.

"Pak," panggil Rachel lirih.

Barra hanya berdehem.

"Mohon bimbingannya Pak, menjadi sekretaris baru Bapak." mohon Rachel kepada Barra.

Barra pun meminta Rachel untuk mendekat, ia menjelas berkas-berkas mana saja yang harus Rachel kerjakan.

"Kamu kerjakan berkas ini, saya kasih kamu waktu 2 jam. Setelah batas waktunya habis, langsung serahkan pada saya." ucap Barra.

Rachel pun mengiyakan, iya segera pergi menuju ruangan kerjanya sendiri.

"Oh iya kamu ketik dengan format A4 ya!" teriak Barra.

"Baik Pak." jawab Rachel sembari menyalakan komputer di hadapannya.

Selang 1 jam kemudian, Barra sudah menyelesaikan berkas yang harus ia tanda tangani. Karena pikirannya masih tercampur aduk dengan masalah pribadinya, Barra bertujuan menelepon Abrial untuk mendapatkan saran ataupun solusi.

'Tring-tring.'

Panggilan suara pun tersambung.

"Halo Barr," sapa Abrial yang sedang mengetik banyak berkas di ruangannya.

"Lo sibuk? Ke ruangan gua sebentar." pinta Barra.

"Sejak kapan lo di kantor? Datang terlambat." jawab Abrial kesal.

"Tunggu gua masih ada kerjaan, 15 menit lagi." tambahnya.

Barra mengiyakan, lalu ia kembali mengistirahatkan badannya di kursi putar. Dan pandangannya ia alihkan ke luar kaca, yang mengarah ke jalan raya.

15 menit sesuai janji Abrial ia datang, Barra pun segera menyuruh Rachel untuk keluar dari ruangannya.

"Rachel, bisa kamu keluar sebentar? Apakah pekerjaanmu sudah selesai?" tanya Barra.

"Masih kurang Pak, sedikit lagi. Kenapa saya harus keluar Pak?" jawab Rachel yang juga balik bertanya.

"Kamu selesaikan saja di ruangan Abrial ya, ruang Direktur. Persis di depan ruangan saya adalah ruangan Abrial, kamu pinjam saja komputernya. Cepat." sahut Barra memberi perintah.

"B-baik Pak." Rachel yang didesak untuk cepat-cepat segera keluar.

"Harus banget gua datang kesini? Masalah kerjaan lagi? Ya Tuhan, Barra lo kan sudah punya sek-" ucapan Abrial terpotong ketika Barra mulai membuka suara.

"Adik gua."

"Si Karenina itu? Ada apa dia? Sudah balik dari USA kan? Bagus dong." jawab Abrial tanpa ragu.

"Masalahnya adik gua." sahut Barra yang spontan memukul meja kerjanya.

"Bisa ga sih lo ga perlu nunjukin tempramen lo yang buruk itu Barr." balas Abrial yang sudah bosan melihat emosi Barra yang terus meledak-ledak.

"Dia! Dia having sex sama hidung belang di club Abrial! Bajingan! Gua harus apa, jawab!" ucap Barra yang saat ini sedang menarik kerah leher Abrial.

"G-gua takut dia hamil!" teriak Barra kembali.