"Apa alasan utama yang menyebabkan pernikahan ini dibatalkan? Mohon dijawab Kak Lareina."
"Dia, yang sekarang sudah menjadi mantan saya, menduakan saya dengan seseorang yang juga mantan atlet senam ritmik dan sekarang berkecimpung di dunia perfilman seperti saya."
Flash kamera yang tiada hentinya memancarkan cahayanya serta suara ketikan dari keyboard puluhan laptop bercampur aduk menghasilkan suara bising. Konferensi pers yang direncanakan oleh Lareina untuk memberitakan bahwa pernikahannya dibatalkan serta mengungkap perselingkuhan yang dilakukan Devin akhirnya ia lakukan seminggu setelah promosi film terakhirnya selesai.
Seseorang berkacamata dengan lanyard bertulisan wartawan berdiri dan mengangkat tangannya. "Maaf jika menyinggung dan melanggar privasi, apakah Kak Lareina bersedia untuk memberi tahu dengan siapa atlet Devin Baskara berselingkuh?"
Lareina berusaha menyembunyikan senyumannya lalu dengan santai meminum air mineral kemasan yang ada dihadapannya sebelum menjawab pertanyaan wartawan tersebut. "Walaupun saya tidak menyebutkan secara terang-terangan, mungkin kalian semua tahu siapa orangnya. Semasa saya masih aktif menjadi atlet bahkan sampai sekarang saya menjadi aktris, wanita itu masih sering dibanding-bandingkan dengan saya."
"Bella Ditania?" sahut wartawan yang berada di baris depan menebak orang yang dicirikan oleh Lareina. Lareina yang mendengar jawaban tersebut hanya mengangguk pelan.
Suara ketikan keyboard dan flash kamera semakin kencang ketika mendengar nama Bella Ditania yang dibarengi dengan anggukan Lareina. Sudah dipastikan semua portal berita akan mengungkit berita ini setidaknya selama dua minggu. Lareina yang melihat para wartawan didepannya seolah mendapatkan mangsa baru untuk dieksploitasi sebagai berita hanya tersenyum sinis. Ia senang bahwa rencananya yang jahat tapi dapat dimengerti ini berhasil. Mungkin dari kasus ini semua orang yang berkaitan dengan Lareina semakin yakin untuk tidak melakukan hal buruk apapun kepadanya jika tidak ingin mendapat balasan.
Konferensi pers pun diakhiri dengan ucapan terima kasih dari Lareina kepada wartawan dan media yang mau datang dan bekerja sama dengannya. Pak Dimas yang menemani Lareina sepanjang konferensi pers hanya bisa menggeleng sembari bergidik ngeri setiap ia melihat Lareina. Pak Dimas bukan takut karena keputusan Lareina yang berani untuk melalukan konferensi pers, melainkan hal yang akan dilakukan Lareina setelah ini.
Sebenarnya, tanpa agensi pun Lareina memiliki kekuasaan yang cukup besar di industri film ini. Putri tunggal kaya raya tentunya mempunyai seseorang yang akan mendukungnya dari belakang. Lareina bisa melakukan dan mendapatkan apa saja yang ia mau dengan instan. Menghancurkan karir seseorang merupakan salah satu daftar hal yang bisa dilakukan Lareina dengan mudah.
Setelah ini Pak Dimas yakin bahwa Lareina akan memblokir semua tawaran film, series, bahkan endorsement milik Bella. Begitu pula dengan brand yang bekerja sama dengan Devin. Dengan kata lain, tamatlah karir mereka berdua dalam dunia entertaiment. Lareina mungkin tidak akan memblokir Devin dan Bella selamanya, tetapi yang jelas tidak dalam waktu dekat.
"Toilet dimana?" tanya Lareina pada Alya sesuai mereka keluar dari ruangan konferensi pers.
"Di ujung kak. Lurus aja, paling pojok. Mau aku anterin?" tawar Alya.
"Gak usah. Sendiri aja. Tunggu disini, jangan kemana-mana," ujar Lareina yang dibalas dengan anggukan Alya.
Lareina meninggalkan Alya dan staf lainnya untuk pergu ke toilet yang letaknya berada di ujung koridor. Sesampainya di toilet, ia bergegas masuk ke dalam bilik kosong untuk menyelesaikan urusannya.
"Lo denger gak statement Lareina di konferensi pers tadi? Terang-terangan banget gila."
Lareina yang hendak keluar dari bilik toilet setelah selesai dengan urusannya tiba-tiba mengurungkan niatnya karena mendengar seseorang yang sedang membicarakannya dari luar bilik toilet.
"Ya namanya juga konferensi pers. Isinya klarifikasi. Kek orang bego aja lo gak tau begituan."
"Tapi ini pendapat gue pribadi ya, tuh cewek emang pantes diselingkuhin sih."
Lareina menaikkan alisnya, menandakan bahwa ia tidak percaya dengan kalimat yang baru saja ia dengar. Namun, ia tidak ingin bertindak gegabah dan terus menguping dari dalam bilik toilet.
"Hush! Gak boleh gitu. Sesama wanita kok mendukung perselingkuhan."
"Bukan gitu. Gue kasihan aja sama pacarnya. Lo tau kan sifat Lareina udah kayak iblis bertanduk, rahasia umum itu. Wajar lah dia diselingkuhin."
"Ya tetep aj-"
"Tetep aja gimana? Gue sering banget liat berita jelek tentang dia. Yang terbaru tuh ada yang spill di tiktok kalo Lareina ngata-ngatain youtuber yang wawancarain dia. Dia hebatnya apa sih sampai bertingkah kayak gitu? Cantik biasa aja, akting juga biasa. Menang di kaya doang dia."
"Kalo aktingnya biasa aja, ya masa dia bisa dapet penghargaan? Gue bukan fansnya, tapi gue nonton kok karya-karya dia. Emang bagus sih…"
Lareina masih menyimak dan menyimpulkan bahwa ada dua orang yang membicarakannya. Satu yang menghujatnya dan satu lagi orang yang membelanya.
"Bukan fans kok lo bela mulu. Gak ada orang Dia mantan atlet, kan? Pasti bego pas di sekolahnya makanya jadi atlet."
"Dia peraih nilai Ujian Nasional terbesar di Indonesia…"
"Ah tetep aja di-"
Brak!
Lareina membuka pintu bilik dan menghempaskannya secara kasar. Kedua orang yang ternyata sedang memperbaiki riasan wajah mereka di depan wastafel itu terkejut dengan sosok yang mereka lihat dalam kaca. Lareina hanya menatap mereka dengan tatapan santai lalu menuju ke arah wastafel.
Lareina mencuci tangannya di wasfatel yang bersebalahan dengan kedua orang yang ternyata merupakan karyawan hotel tempat Lareina melaksanakan konferensi pers.
"Tetep aja apa? Lanjutin dong gosipnya," sahut Lareina yang masih mencuci tangannya sembari menatap kedua karyawan itu melalui kaca yang ada didepannya. Kedua karyawan itu hanya menunduk tanpa membalas Lareina.
Lareina menyelesaikan kegiatan mencuci tangannya lalu berjalan ke arah salah satu dari karyawan itu lalu menatap name tag bernama Sania yang tertempel di baju karyawan tersebut, "Gue bisa akting makanya dapet penghargaan, gue pinter, kaya, dan soal gue cantik atau engga ya itu relatif. But yang jelas, gue lebih cantik dari lo."
Kemudian Lareina pun berpindah pada karyawan satunya dan masih terfokus pada name tag, "Andini?" tanya Lareina yang kini mengubah ekspresinya menjadi lebih ramah. Seseorang yang bernama Andini itu menangguk.
"Thank you karena udah jelasin fakta ke temen lo yang disebelah. Gue bakal bilangin ke Pak Chandra buat promosiin lo. You have a good eye," lanjut Lareina.
"Pak Chandra…eksekutif hotel?" tanya Andini dan Sania secara bersamaan dengan wajah terkejut.
"Kenapa? Lo kaget? Perasaan tadi lo yang bilang kalau gue menang di kaya doang? Lo bener, gue punya power. Gak usah takut, gue gak bakal minta beliau buat mecat lo, tapi, temen lo, Andini, bakal pindah ke jabatan yang lebih baik, sedangkan lo emang pantes untuk tetep ada di level rendah. Bye!" ujar Lareina panjang lebar lalu meninggalkan toilet tersebut.
…
Lareina merebahkan dirinya di kursi empuk yang terletak di balkon lantai dua rumahnya sembari menikmati pemandangan langit malam yang dipenuhi oleh bintang-bintang yang memancarkan cahayanya, membuat malam tidak terasa terlalu gelap. Setelah pulang dari konferensi pers, Lareina memutuskan untuk kembali ke rumah keluarganya. Sekaligus untuk menikmati cuti dua hari sebelum ia harus memulai syuting projek film terbarunya.
Angin malam berhembus pelan yang membuat Lareina merasa tenang dan memejamkan matanya sejenak. Namun ketenangannya itu buyar ketika ia teringat dengan perkataan karyawan hotel tadi siang. Lareina yang semula ingin bersantai setelah lebih dari tiga minggu bekerja tanpa istirahat itu mengubah posisinya yang semula tidur menjadi berdiri bersender ke pagar balkon.
Bagi Lareina, hujatan dari orang-orang merupakan makanan sehari-harinya dan gadis itu juga tidak terlalu memperdulikannya. Akan tetapi, entah mengapa perkataan yang mengatakan bahwa juga pantas untuk diselingkuhi itu terus terngiang-ngiang dikepalanya. Sakit hati. Tentu saja Lareina rasakan saat pertama kali mendengar kabar bahwa pria itu bermain dengan wanita lain dibelakangnya.
Lareina bersikap acuh dan dingin sebenarnya bukan karena ia sudah tidak memiliki rasa pada Devin, melainkan wanita itu memang sulit untuk mengutarakan perasaan cintanya pada pria itu. Di dalam pikirannya, ia sudah melakukan yang terbaik untuk Devin dan hubungannya.
"Hei! Anak mama kok ngelamun?" sahut Mama Lareina yang muncul secara tiba-tiba dan membuyarkan lamunan Lareina.
Lareina menoleh ke arah belakang lalu tersenyum ketika melihat Mamanya. "Enggak apa-apa kok, Ma. Aku kecapean aja."
"Kamu bener gak apa-apa? Gak apa-apa kalo kamu mau nangis. Kamu punya bahu Mama buat tempat bersandar," ujar Mama Lareina sembari memeluk anak semata wayangnya itu dari samping.
"Beneran gak apa-apa kok, Ma," balas Lareina kemudia menatap Mamanya sebelum ia melanjutkan kalimatnya. "Ma, emang aku pantes ya diselingkuhin?" tanya Lareina yang membuat Mamanya terkejut.
"Mana ada orang yang pantes diselingkuhin sih? Itu bukan salah kamu, Rei."
"Aku tau itu bukan salah aku, cuma aku tadi denger kalo sifat aku bikin aku pantes diselingkuhin. Malah katanya yang kasian itu Devin. Sifat aku seburuk itu ya?"
Mama Lareina hanya tertawa kecil. "Kalau boleh jujur, emang sifat kamu ini bakal sedikit susah dimengerti sama orang." Pendapat Mama Lareina itu membuat Lareina memutarkan bola matanya karena kesal. "Tapi tetep aja, itu gak bisa dijadiin alasan buat kamu pantes untuk diselingkuhin," lanjut Mama Lareina.
"Tapi ini saran Mama aja, mungkin, mungkin loh ya, kamu bisa sedikit aja buat menjadi lebih baik. Mama tahu kok kamu baik, maksud Mama, mungkin kamu bisa lebih peka sedikit aja sama orang disekitar kamu. Berbuat baik dan bersikap ramah gak bakal ngerugiin kamu kok," pinta Mamanya panjang lebar dan berusaha sehati-hati mungkin agar putrinya ini tidak sakit hati dengan perkataannya.
"Jujur, aku gak tau aku salah dimana. Aku ngerasa aku baik-baik aja. Aku memperlakukan orang ya berdasarkan bagaimana orang itu memperlakukan aku? Itu salah? Lagi pula kalo aku berbuat apa yang dikatain orang 'baik' sekarang, nanti malah dibilang pencitraan lagi," ujar Lareina membela dirinya sendiri sembari menekankan kata 'baik'.
Mama Lareina menghela nafasnya lalu tersenyum. "Nanti mungkin ada momen dimana kamu bisa mengerti saran yang Mama kasih tadi. Satu saran lagi dari Mama, gak ada kata terlambat untuk berbuat baik, kamu bisa mulai kapan aja, bahkan bisa hari ini.