Chereads / Starting From Today / Chapter 21 - Chapter 21 : Mission Start!

Chapter 21 - Chapter 21 : Mission Start!

Bel masuk sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu, tetapi guru pengajar belum juga datang. Keadaan kelas tanpa guru seperti biasa, kacau. Sean selaku ketua kelas pun menyuruh anak-anak kelas 12-A untuk tidak berisik dan duduk di bangku masing-masing.

Setelah menertibkan teman-temannya, Sean beranjak dari bangkunya menuju bangku Lareina dan Moezza.

"Lo tukeran tempat duduk sama Yohan," ujar Sean membuat Lareina dan Moezza menoleh kearahnya.

"Hah?" tanya Lareina dan Moezza kompak.

"Lo duduk sama Yohan sementara gak apa-apa, kan, Zza?" tanya Sean.

Moezza mengangguk paham. "Gue gak apa-apa sih, tapi tiba-tiba banget deh? Ada apa Sean?"

"Gue ada urusan sama temen lo yang satu ini. Gak apa-apa, kan?"

Radithya terkekeh lalu menepuk pundak Lareina. "Buru beres-beresin buku sama tas lo," canda Radithya.

Lareina yang masih dalam keadaan kebingungan pun membereskan buku yang ada di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas. Ia dan Sean pun kembali beranjak menuju bangku Sean.

"Han, pindah," pinta Sean tanpa basa-basi.

Yohan memicingkan matanya curiga. "Ada-ada aja alasan lo. Urusan apaan coba sampe harus tukeran tempat duduk," ujar Yohan tidak terima.

"Bacot. Sana pindah."

Setelah perdebatan singkat antara Sean dan Yohan, Lareina pun akhirnya duduk di bangku barunya. Gadis itu tidak berhenti menatap Sean dengan tatapan kebingungan.

"Ada apa nih mindahin tempat duduk gue segala?" tanya Lareina membuka suaranya.

"Gue tuntun lo buat jadi orang baik," jawab Sean yang semakin menambah kecurigaan Lareina.

"Kok tiba-tiba baik? Kemaren aja lo ceramahin gue."

"Tiba-tiba baik? Eh, kapan ya gue gak baik sama lo? Suruhan lo semuanya gue turutin, kurang apa lagi?"

Cherry dan Lia yang duduk dibelakang bangku mereka pun menahan tawa mereka ketika mendengar Lareina dan Sean bertengkar seperti sepasang kekasih.

"Cie… ada yang lagi berantem nih," sahut Lia masih menahan tawanya.

"Sirik banget deh kelas 12 tapi masih bisa pacaran, huhu…" canda Cherryl.

Lareina dan Sean menoleh ke belakang bersamaan. "Diem," balas mereka kompak.

Lareina dan Sean pun kembali menghadap ke depan dan melanjutkan percakapan mereka.

"Lo pengen jadi orang baik, kan? Cara mudahnya, lo bisa mulai dari bantu orang di sekitar lo. Contohnya anak-anak kelas," jelas Sean.

"Terus?"

"Gue serahin tugas gue sebagai ketua kelas ke lo mulai sekarang. Karena tingkat kepekeaan lo yang rendah banget, nanti gue kasih tau siapa kira-kira anak yang butuh bantuan lo."

Lareina menghela nafasnya dengan berat. Gadis itu tidak bisa menolak karena ia sudah bertekad untuk menjadi "orang baik". Ia mengangguk setuju dan membiarkan Sean melanjutkan kalimatnya.

"Makanya, gue suruh lo duduk sama gue. Biar lebih gampang. Ngerti, kan, sekarang?"

Lareina kembali mengangguk. "Terus tugas gue apa?"

Sean tersenyum kecil ketika melihat Lareina yang menurutinya begitu saja tanpa harus melakukan perdebatan panjang. "Sabar. Biasa mereka butuh bantuan pas di kasih tugas sama guru. Nanti gue kasih tau kok, tenang."

"Sebenernya, gue ada maksud lain juga sih. Sebulan ini gue bakal sibuk sama persiapan lomba, jadi gue minta lo buat handle kelas," sambung Sean.

Lareina menatap tajam Sean lalu memukul bahu pria itu dengan sekuat tenaga karena kesal. Ia kira niat Sean menolongnya itu tulus tanpa pamrih, tetapi tak disangka bahwa ada udang di balik batu. Sean memang ingin meringankan tugasnya sebagai ketua kelas dengan melimpahkan sebagian kewajibannya kepada Lareina selaku wakil ketua kelas.

Sean tertawa lepas ketika melihat wajah kesal Lareina. Mungkin, hanya di dimensi ini orang-orang bisa tertawa setelah melihat wajah kesal Lareina tanpa memikirkan apa yang akan terjadi pada mereka jika menertawakan Lareina.

"Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Lo bisa jadi orang baik dengan jadi ketua kelas yang mengayomi anak-anak dan gue bisa fokus ke lomba, adil, kan?"

"Kampret emang lo."

Percakapan sepasang ketua dan wakil ketua kelas itu pun harus berhenti karena Bu Indah, guru pengajar pada jam ini telah datang.

Semua murid fokus mendengar penjelasan Bu Indah mengenai materi pelajaran Bahasa Indonesia yang kemungkinan akan keluar dalam ujian perguruan tinggi tahun depan. Bu Indah juga memberikan mereka latihan soal yang menyerupai soal ujian perguruan tinggi untuk dijadikan sebagai tugas hari ini.

"Ibu kasih waktu sampai waktu pelajaran habis. Berarti sekitar 45 menit. Cukup kok untuk ngerjain 30 soal. Asal kalian tau aja, nanti pas ujian, kalian cuma dikasih waktu satu menit satu soal, anggap aja ini latihan, paham?" ujar Bu Indah sembari membagikan lembaran soal ke setiap barisan.

"Paham, Bu!" jawab Murid kelas 12-A serentak.

"Ibu gak minta kalian harus kerjain sendiri-sendiri. Kalau bingung, boleh tanya ke temen yang lebih paham. Tapi, tetep usahin kerjain sendiri, ya," lanjut Bu Indah lalu pergi keluar dari kelas karena beliau sudah dipanggil untuk menghadiri rapat guru.

Lareina mengerjakan tugasnya, begitu pula dengan Sean. Mereka menyelesaikan tugas sebanyak 30 soal dengan cepat dan tanpa hambatan. Peringkat satu dan dua seangkatan memang pantas untuk mereka dapatkan.

Gadis itu menopangkan dagunya sembari membolak-balikkan kertas soal. Memastikan tidak ada yang terlewat atau salah jawab. Sean juga melakukan hal yang sama. Mereka sekarang terlihat seperti sepasang saudara kembar yang melakukan semua hal dengan identik tanpa mereka sadari.

"Sean… gue mau nanya nomor 21 dong," ujar Lia sembari menepuk punggung Sean dari belakang.

Sean pun menoleh ke arah lia lalu berpindah ke arah Lareina, memberikan sinyal untuk gadis itu agar menolong Lia mengerjakan tugasnya. Lareina hanya memutarkan bola matanya malas lalu ikut menoleh ke belakang, ke arah Lia.

"Nanya ke gue aja. Pak ketua lagi bisu, gak bisa jawab," ujar Lareina menyindir halus Sean. "Nomor 21? Jawabannya A," lanjutnya.

"Gue juga tau jawabannya A, tapi dapet jawabannya dari mana itu yang gue gak paham," balas Lia dengan nada memohon.

Cherryl mendekatkan kursinya dengan Cherryl, dengan maksud untuk bergabung dalam obrolan. "Gue juga jawabannya A, tapi buat penjelasannya sendiri gue masih gak paham," sambung Cherryl.

Lareina menggaruk kepalanya. Sebenarnya, gadis itu juga hanya menjawabnya tanpa memahami dengan betul mengenai teori yang digunakan dalam soal ini. Soal nomor 21 adalah soal penalaran sederhana yang hanya memerlukan logika untuk menjawabnya.

Lareina memutar otaknya, berusaha untuk menjelaskan. "Lo tau kan ini jenis soal penalaran umum? Soal ini pake silogisme aja buat ngejawab soal ini."

"Hah? Silogisme? Itu istilah apaan lagi, Rei…" ucap Lia yang semakin kebingungan.

"Silogisme tuh, gimana ya, aduh."

Sean memperhatikan Lareina yang sedang berusaha untuk membantu Lia dan Cherryl dengan menjelaskan jawaban dari soal nomor 21. Tanpa disadari, pria itu menyunggingkan senyumannya. Kelakuannya tersebut ternyata dilihat secara langsung oleh Cherryl. Gadis itu terkekeh lalu menegur Sean dengan mencolek bahu pria itu perlahan.

"Woy! Liatinnya biasa aja kali. Kalo ketahuan orangnya, entar lo malu sendiri," bisik Cherryl sembari menyembunyikkan gerak mulutnya dengan telapak tangannya agar tidak terlihat dan terdengar oleh Lareina.

Sean pun mengalihkan pandangannya kembali ke papan tulis dan menutup wajahnya yang telah memerah karena malu.

Pria itu kemudian bergumam dalam hati. "Malu-maluin aja sih lo, Sean."