Chereads / Starting From Today / Chapter 22 - Chapter 22 : Free Class

Chapter 22 - Chapter 22 : Free Class

Lareina memijat kepalanya yang terasa pening karena suara bising yang dikeluarkan oleh teman-teman sekelasnya. Sepertinya, sudah menjadi kebiasaan untuk anak sekolahan memanfaatkan jam pelajaran kosong tanpa guru untuk digunakan sebagai waktu mengeskpresikan diri mereka.

Ada yang mengobrol, bermain game, bahkan bernyanyi selayaknya sedang pentas. Di saat seperti ini, Lareina merindukan ruang meditasi sunyi yang terdapat dalam apartmen mewah miliknya.

Kurang lebih selama satu bulan Lareina menjadi siswa SMA, sekolahnya terlalu sering memiliki jam kosong. Entah karena rapat atau hal lainnya. Hari ini contohnya. Sekolah kedatangan pihak sponsor sehingga beberapa kelas mendapatkan jam kosong karena guru mereka menghadiri pertemuan dengan pihak sponsor tersebut.

Gadis itu tidak mengerti apa hubungan kedatangan sponsor dengan berbagai guru yang memilih untuk tidak mengajar sementara. Bukankah cukup beberapa orang aja yang menjamu tamu tersebut. Sekali lagi, Lareina tidak akan pernah paham.

Rumor mengatakan bahwa jam kosong akam terjadi setidaknya hingga bel istirahat pertama dibunyikan. Lareina memutar otakknya untuk keluar dari kelas ini tanpa harus berkeliaran tanpa arah di sekolah. Ia juga tidak mau bertemu dengan guru yang sedang melewat ketika sedang berkeliling sekolah.

Lareina tersenyum kecil ketika menemukan tempat yang cocok untuknya. Ruang UKS. Lebih baik Lareina berisitirahat dan tidur disana dari pada harus mendengar kebisingan kelas.

Ia juga dapat menaruh harapan ketika ia bangun, ia dapat kembali ke studio set tempat ia syuting untuk proyek film terbarunya dan semua pengalaman perjalanan waktunya ini hanya lah bunga tidur belaka.

"Gue izin ke UKS ya. Pusing pala gue," ucap Lareina kepada Sean.

"Mau gue anterin?"

Lareina menggeleng lalu bergegas menuju UKS. Sesampainya disana, ternyata terdapat anggota Palang Merah Remaja atau PMR yang menjaga ruangan tersebut. Dengan kemampuan akting kelas atasnya, Lareina mengatakan bahwa kepalanya sangat sakit sehingga butuh rehat sejenak. Tentu saja, Lareina diizinkan karena akting sakitnya yang meyakinkan.

Lareina merebahkan dirinya di kasur keras dan tipis yang terdapat di bilik pertama UKS. Gadis itu memejamkan matanya yang terasa berat dan akhirnya terlelap.

.

.

.

Lareina berlari kecil sembari mengambil secara sembarang buku yang ada di rak yang ia lihat. Lagi pula, tujuan utama gadis itu datang ke perpustakaan yang jaraknya cukup jauh dari tempat latihannya ini memang bukan untuk belajar.

Setelah dirasa buku yang ia bawa cukup berar, dengan terburu-buru Lareina pergi ke lantai delapan untuk mencari tempat duduk yang nyaman.

Lareina duduk di sebuah kursi yang menghadap langsung dengan jendela luar perpustakaan. Gadis membalikkan badannya lalu menyoroti seluruh ruangan perpustakaan dan raut wajahnya seketika kecewa.

Ia memutuskan untuk kembali fokus dengan buku-buku yang bertumpuk dihadapannya. Perasaan kecewa itu masih bertengger dihatinya. Gadis itu teringat betapa sulitnya untuk ia meminta izin dari latihannya agar bisa datang ke perpustakaan ini hanya untuk dikecewakan.

Lareina berpikir, mungkin ini teguran dari tuhan yang menyuruhnya untuk fokus belajar dan latihan.

Buku dibolak-balikkan secara sembarang oleh Lareina. Gadis itu terus menerus menggerutu kesal tanpa membaca isi dari buku tersebut. Ia terlalu kesal untuk peduli dengan buku apa yang ia baca.

"Reproduksi? Bukannya lo anak IPS ya?"

Deg!

Lareina mematung ketika mendengar suara dari sosok yang sepertinya ia kenal. Gadis itu bingung apakah detak jantungnya ini berhenti atau berdetak lebih cepat saking paniknya. Lareina dengan segera menutup buku tersebut dan menoleh ke belakang secara perlahan.

Siluet pria itu terlihat dari ujung ekor mata Lareina. Gadis itu tersenyum ketika dugaannya ternyata benar. Pria itu adalah orang yang ia tunggu. Lareina mengetahui itu meskipun masih badannya saja yang terlihat. Pria tinggi itu berdiri disampingnya, sehingga Lareina harus ikut berdiri atau setidaknya mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah pria itu.

Lareina berdiri dan menunduk, mempersiapkan dirinya untuk melihat wajah pria tersebut. Setelah mengumpulkan semua keberaniannya, Lareina pun akhirnya mengangkat wajahnya.

.

.

.

"Lareina!"

Lareina membuka matanya secara paksa karena guncangan yang ia terima dari Moezza. Lareina kembali berada di UKS. Gadis itu lagi-lagi terkejut karena mimpinya yang terlalu jelas dan nyata.

Lareina mengusap matanya lalu menatap Moezza dengan tatapan tajam karena membangunkannya dari tidur yang tidak terlalu lelap karena ia bermimpi.

"Maaf, bukan maksud ganggu tidur lo, tapi lo kebo banget deh tidur sampe istirahat pertama beres. Ayo balik ke kelas."

Lareina dan Moezza pun kembali ke kelas. Sesampainya di kelas, ternyata Bu Nindy sudah duduk di meja guru dan di papan tulis pun sudah terdapat nama-nama kelompok beserta tugas yang harus dikerjakan.

Semua umpatan dikeluarkan oleh Lareina dalam hati. Ia sudah muak dengan tugas kelompok yang seakan tidak pernah habis ini. Lareina kembali berkelompok dengan Sean dan Shana, kali ini ditambah dengan Bastian.

Tugas kelompok kali ini mudah karena hanya perlu mengerjakan latihan soal tanpa harus dipresentasikan. Terdapat perubahan secara jelas pada Shana setelah diberi 'nasihat' oleh Lareina. Shana terlihat lebih giat dan dapat mengikuti diskusi kelompok, bahkan menyumbangkan jawaban.

Meskipun tidak mau mengakuinya karena image acuh tak acuhnya, ada sedikit rasa bangga dalam diri Lareina ketika melihat perubahan temannya itu. Begitu pula dengan Sean yang memperhatikan Lareina yang sedari tadi tersenyum kecil ke arah Shana. Pria itu melihat Lareina secara transparan dan tahu jelas bahwa gadis itu sedikit merasa bangga.

Tidak membutuhkan waktu yang lama atau setidaknya tidak selama kelompok lain, tugas Lareina dan kelompoknya sudah selesai. Bastian mengumpulkan tugas tersebut ke meja Bu Nindy dan mereka berempat kembali ke tempat duduk masing-masing.

Lareina menopangkan dagunya lalu termenung memikirkan mimpinya saat ia tidur di UKS tadi. Ia dibangunkan oleh Moezza sebelum ia dapat melihat wajah pria yang ada dimimpinya.

Namun, suara dan proporsi badan pria itu terlihat tidak asing baginya. Lareina menoleh ke arah teman sebangkunya, Sean. Gadis itu membungkam mulutnya sendiri ketika ia menyadari bahwa ciri-ciri pria dalam mimpinya itu memang mirip dengan Sean.

Lareina menepuk pipinya perlahan. Ia tidak menyangka bahwa sudah kedua kalinya Sean muncul dimimpinya. Gadis itu menggelengkan kepalanya, menolak kenyataan bahwa pria ini dengan mudahnya masuk ke alam bawah sadarnya.

Sean melihat Lareina yang menepuk pipinya sendiri. "Lo gak apa-apa?" tanya Sean dengan nada khawatir.

Sebenarnya, pria itu sudah khawatir semenjak Lareina izin untuk ke UKS karena kepalanya pusing. Namun, kekhawatiran itu sirna ketika Moezza mengatakan bahwa Lareina tidak sakit dan hanya membutuhkan alasan untuk keluar dari kelas.

Lareina menggelengkan kepala ketika suara Sean menyadarkannya. Gadis itu secara asal membuka buku tulisnya karena panik.

"Ngomong-ngomong, lo kapan mau ngerjain tugas makalah? Lumayan loh makan waktu lama, mending lo cicil dari sekarang," tanya Sean mengganti topik pembicaraan.

"Hari ini kayaknya. Gue mau ke perpustakaan buat cari-cari referensi," balas Lareina.

"Perpustakaan sekolah?"

"Bukan. Perpustakaan umum deket sekolah."

"Oh, kita pernah ketemu disana, kan?"

Lareina mengangguk.

"Gue juga mau kesana. Deket rumah gue juga. Mau bareng?" tawar Sean

Lareina menyetujui ajakan Sean tanpa ragu. Ia hanya tinggal meminta izin untuk pulang lebih lama ke Bu Farrah, Mamanya.