Chapter 43 - chapter 43

Mereka berpencar mencari keberadaan Aluna.

Bastian pergi menuju ruang kelas Aluna.

Namun kosong tak ada siapapun.

Bagas mencari ke kelas lainnya, hasilnya sama saja tidak ada siapapun.

Begitu pula Anton mengintip di balik jendela kelas, dan hanya mendapati bangku-bangku kosong.

Hampir empat puluh lima menit mereka mencari ke segala penjuru ruangan sekolah. Di taman, kantin, toilet, perpustakaan dan lainnya. Namun hasilnya masih nihil.

Tak ada tanda-tanda keberadaan gadis yang di cari.

Mereka hampir putus asa untuk mencari di sekolah.

Mengingat-ingat kembali tempat yang sering Aluna kunjungi.

"Kemana kira-kira mereka membawa Aluna? Tanya Bagas.

Mereka telah kembali berkumpul di halaman sekolah.

"Sial, kenapa tadi aku tak mencarinya selagi masih disini" sesal Bastian.

"Kita harus tetap tenang, tak boleh panik. Pasti kita akan segera menemukannya." Ucap Bagas meyakinkan teman-temannya.

"Apa kau tahu pacar Aluna?"

Mendengar ucapan Bagas pikiran mereka sepakat tertuju pada Farel.

"Ahh, kenapa kau baru bilang. Ayo kita pergi ke rumahnya."

Samar-samar Anton mendengar suara orang berbicara.

Sumber suara berasal dari belakang sekolah.

"Eh tunggu dulu, kalian dengar suara gak?"

Hening sesaat, mendengarkan suara samar-samar orang berbicara.

"Iyah, suaranya dari belakang sekolah."

"Ssuutt.. sssssttt. Jangan sampai ketahuan oleh mereka. Kita harus melangkah pelan-pelan biar gak kedengaran."

"Jernih juga pendengaran mu ton"

Bastian dan lainnya memelankan langkah kaki, menuju sumber suara.

Benar saja empat orang nampak asyik bercengkrama sambil menghisap rokok.

"Tu tu tuh, liat ada empat orang disana."

"Sstt, jangan keras-keras nton nanti bisa ketahuan."

Bastian memberikan ide supaya mereka berjalan lewat belakang sekolah, dan melompati pagar.

Karena posisi tempat mereka persis di belakang pagar tembok sekolah.

Mereka berjalan memutar ke belakang sekolah.

Dan berhenti di dinding pagar belakang yang langsung menuju gudang.

Bastian dengan mudahnya melompat pagar seperti yang sering ia lakukan.

Bagas pun tak kesulitan untuk menaiki pagar.

Berbeda dengan Anton, badan gempal nya menjadi beban yang menghambat dirinya untuk menaiki pagar.

Ia harus di dorong dari bawah.

Brukk, gubrak.

Anton terjatuh ketika hendak mendarat di balik pagar dinding. Teman-temannya ingin menertawakan tingkah konyolnya namun ini bukan waktunya untuk becanda. Tawa mereka jadi tertahan.

Setelah semua berhasil melompati pagar, mereka menyelinap ke depan gudang.

Empat orang masih nampak di sana.

Mereka saling bertatapan memberikan isyarat kapan waktunya untuk memulai menghabisi keempat orang itu.

Bastian maju lebih dulu memimpin mereka di depan, Bagas dan lainnya mengikuti dari belakang.

Waktunya sudah tepat,

Bastian menampakkan diri di hadapan empat orang yang berjaga di depan pintu gudang.

"Hey, siapa lo?"

Tanpa basa-basi Bastian langsung memberikan hadiah berupa kepalan tinju di muka salah seorang dari mereka.

Brukk

Pukulan ala bela diri membuat ambruk seseorang dari keempatnya, hanya dalam satu pukulan saja ia langsung terkapar, darah mengalir dari hidungnya.

Melihat kondisi temannya yang ambruk ketiganya secara serempak memberikan perlawanan.

Pergerakan tangan Bastian terlalu cepat, belum sempat mereka mengenai Bastian.

Tinju kerasnya kembali menghantam tepat di ulu hati.

Orang itu langsung terdiam lalu ambruk pula di atas lantai.

Dua orang lainnya pun bernasib sama, mereka terpental akibat tendangan keras dari kaki Bastian.

Tubuh keduanya menabrak pintu masuk, sehingga pintu itu terbuka.

Empat orang sekaligus telah di lumpuhkan oleh Bastian.

Bagas dan lainnya tercengang dengan kehebatan Bastian.

Ternyata ia sama kuatnya dengan Nathan. Dapat menghadapi beberapa musuhnya seorang diri.

"Gila nih orang kuat banget" ucap Anton.

Bastian segera masuk melalui pintu yang telah terbuka.

Matanya langsung terbelalak terbuka lebar.

Mendapati gadis kesayangannya bersimbah darah di biarkan terikat di atas kursi seraya tak sadarkan diri.

"Aluna !!"

Cepat-cepat ia membuka tali pengikatnya.

Tangannya gemetar ketika melepaskan tali pengikat di badan gadisnya.

"Ya ampun pantas saja kakaknya sampai harus mengalah di perkelahian nya. Ternyata demi keselamatan Aluna."

Terjawab sudah pertanyaan mereka tentang Nathan yang tak memberikan perlawanan terhadap orang lemah nan licik yang di hadapinya.

Bastian membawa Aluna di pangkuannya yang masih tak sadarkan diri.

Ia hendak memasukkan wanita di pangkuan ke dalam mobil.

Tapi Bagas terpikirkan tentang nasib pemimpinnya yang masih dalam perkelahian.

Ia berinisiatif untuk meminta pertolongan Bastian.

"Bas, tunggu ..serahkan ia padaku, aku akan memastikan keselamatannya. Biar aku yang mengurusnya."

"Hey, apa yang kau bicarakan. Ia dalam kondisi terluka harus segera di bawa ke rumah sakit."

Bagas bertekuk lutut di hadapan Bastian yang masih memangku Aluna.

"Aku mohon tolong kami."

"Apa yang kau lakukan? Ayo cepat kita tinggalkan tempat ini."

"Biarkan Aluna kami yang mengurusnya. tolonglah kami sekali lagi. Aku mohon.!!"

"Aarrggh, tolong apalagi? Aku sedang menolong kalian."

"Tolong bantu kami melewati pertempuran yang akan terjadi, sekali lagi aku mohon."

Bagas hendak bersujud, namun Bastian segera mencegahnya.

"Baiklah. Baiklah. Jangan seperti itu. Bangun aku akan berusaha menolong mu. Sekarang bawa gadis ini ke rumah sakit. Secepatnya...!!"

Untunglah Bastian mendengar dan mengabulkan permohonan Bagas.

Ia menyerahkan gadis di pangkuannya pada Bagas.

Lalu Bagas segera membawanya ke rumah sakit.

"Hey apa yang harus aku lakukan sekarang?"

"Bastian ikutlah bersama kami" jawab Anton.

Mereka pun bergegas meninggalkan sekolah, segera menuju tempat perkelahian Nathan.

Sedangkan Bagas pergi ke rumah sakit membawa Aluna.

...

Nathan sudah tak berdaya penuh lebam di muka dan memar hingga berdarah di badannya.

"Hahaha , lihat.. lihat lah orang ini. Dia sudah hampi mati. Aku lah yang akan menjadi pemimpin kalian. !!"

Teriak Ajo merasa kemenangan sudah ada di depannya.

Namun semua yang hadir belum merasa cukup dengan keputusan sepihak nya. Karena Nathan masih nampak bernafas.

"Baiklah aku tahu maksud kalian."

Ajo mengeluarkan sebilah pisau tajam dari saku celana.

Tangan mengepal kuat menggenggam pisau. Ia hendak menusukkan benda tajam itu tepat di dada Nathan.

Dengan begitu ia telah resmi menggantikan Nathan.

Pisau sudah ada di atas tubuh Nathan, mereka telah histeris melihat pisau sebentar lagi akan menghujam tepat di dada bidangnya.

Namun ketika pisau itu hendak melesak ke bawah.

Sebuah tangan mencengkeram menahan kuat pergelangan Ajo yang menggenggam pisau.

Wajahnya menoleh ke arah orang yang menahan pergelangan tangannya.

Ia tak mengenali siapa orang di hadapannya itu.

"Siapa kau? Kenapa ikut campur dengan urusanku?"

"Cuuiihh, inikah cara yang kau lakukan untuk menjadi seorang pemimpin? Mencurangi musuh mu sendiri. "

"Arrghh, bukan urusanmu bedebah..!!"

Mereka yang hadir pun ikut bertanya-tanya tentang siapa orang yang ikut campur dalam perkelahian ini.

"Apakah kau kenal dia?" Tanya Andrea.

"Entahlah, mungkin anggota baru Shanks." Jawab Rininta.

.

.

.

.

.

.

.

Cilincing 05-08-2022 03:15 am