Donar mendengarkan dengan tenang semua penjelasan Alicia, Nadine dan Gilmore. Mukanya yang berkerut tegang seharian sudah tak lagi nampak. Namun cerita yang ia dengar menambah satu lagi beban pikiran setelah yang lainnya sudah hilang; bagaimana ia harus memberitahukan ini ke seluruh anggota keluarga? Persetan, bagaimana melaporkan ini ke kakek Alasdair? Seorang aib keluarga malah membuat mereka menjadi bahan bulan-bulanan. Yang terlupakan adalah anomali yang sebetulnya. Beda lagi dengan Haddock, ia menelan ludahnya sendiri melihat tanda luka di tangan sang gadis.
"Aku sepertinya pernah melihat tanda luka itu," kata Haddock sambil memegang kepala, "Tapi aku lupa di mana."
Donar juga ikut keheranan, bekas luka tersebut memiliki pola yang tidak biasa, seperti dicap logam panas. "Kau benar. Tanda luka ini bukan cuma luka lepuh biasa. Ini benar-benar dari bola (Orb) itu?"
"Orb," timpal Alicia.
"Apa?"
"Sebutannya Orb."
"Ya, Papa baru saja menyebutnya bola (Orb)."
"Tidak. Namanya Orb. Jangan memanggilnya dengan kata benda. Dia tidak suka itu."
"Bagaimana dia bisa tah--baiklah, lupakan. Orb, benar? Maaf, jadi luka ini adalah kerjaan Orb?"
"Iya, ia mengukirnya dengan sengatan listrik, kurasa," jawab sang gadis. "Jadi, Anda pernah melihat tanda ini?" Alicia beralih ke Haddock. "Bisakah Anda mencari tahu lagi apa arti tanda ini?"
Haddock mengernyitkan dahinya, "Uh … yah, tentu. Hanya saja, aku melihat banyak tanda sihir, rune, dan lain-lain. Mungkin kebetulan mirip atau semacamnya."
"Aku baru ingat. Si necromancer itu. Dia sempat mengatakan kepadaku bahwa aku dan Orb ditakdirkan mengubah wajah dunia," ujar Alicia lagi, "Aku tidak tahu apa artinya itu, tapi mungkin ada hubungannya dengan tanda ini? Atau salah satu alasan baik sang necromancer maupun seorang shinobi mencoba menculikku?"
Haddock dan ayahnya semakin tak habis pikir dengan yang dialami oleh Alicia. "Aku mengerti. Serahkan padaku, aku akan mencari tahu semampuku," Haddock berjanji padanya.
Leith menukas pembicaraan mereka. "Jadi, setelah kalian mendengarkan penjelasannya dengan baik, apakah kalian akan tetap menyimpan Orb atau bagaimana?"
Alicia ikut berbalik menatap Haddock dengan penuh pengharapan.
"Akan lebih baik kalau Orb dimanfaatkan sebagai sumber Arcane murni bagi Magisterium," Donar membuka suaranya pertama kali. "Memiliki sumber kekuatan suci terpisah dari Roma akan sangat membantu dalam penumpasan kasus sihir hitam yang marak akhir-akhir ini."
Baik Alicia dan Leith menoleh ke arah Donar sambil berkata "Papa!"--bedanya Alicia menjerit tidak terima, lain dengan Leith yang lebih halus namun tak menghilangkan intonasi tegasnya. Sang adik tampak lebih paham maksud di balik perkataan ayahnya mengingat ia dan ayahnya punya tugas rahasia berkaitan dengan Orb.
Donar sepertinya tidak terlalu banyak berekspetasi. Dibalik muka datarnya, ia pikir lebih baik Orb itu disimpan oleh Magisterium saja. Tentu ia punya mandat dari sang patriark Crimsonmane. Namun persoalannya sudah pelik karena putri kesayangannya terlibat. Ini sudah lain cerita.
"Kita tidak bisa terus menyimpan Orb," kata Donar, "Kau tidak akan pernah aman bersama Orb. Papa dan Magisterium tidak bisa melindungimu terus."
Terdengar nada kecewa dari mulut Alicia, "Jadi Papa juga menganggapku tidak bisa mengembangkan kemampuan sihir? Sama seperti mereka yang di pengadilan?"
"Maafkan papa," Donar menyesal, "Sayangnya mereka tidak salah akan hal itu."
Butuh waktu lama bagi si gadis berkacamata untuk mencerna semua perkataan Donar dan para penyihir di pengadilan. Mungkin mereka bisa saja benar, atau tidak. Tapi dia sepenuhnya mengerti, bahwa bahaya yang mengintai kulitnya adalah kerugian yang harus dia terima bersama dengan penerimaannya pada Orb. Menyusahkan semua orang yang dia cintai adalah penghindaran utama yang harus dia pertimbangkan—mengingat dia memang tidak punya banyak orang untuk dicintai.
"Aku mengerti," Alicia menundukkan wajah murungnya.
Donar memberikan senyuman kecil. "Terima kasih atas pengertiannya, sayang."
Haddock memasukan Orb ke dalam sebuah kontainer khusus. "Baiklah, kalau begitu," ucap Haddock. Seraya kontainer itu tertutup, Alicia menatap Orb untuk terakhir kalinya, tanpa mengucapkan sepatah katapun. Orb ikut mengeluarkan bahana melankolis sebelum kontainer tersebut tersegel rapat.
"Orb aman dengan kami. Alicia, kau dan yang lain boleh meninggalkan tempat ini. Tenang saja, aku akan tetap mengubrak-abrik dokumen sihir untuk mencari tahu arti luka itu. Aku akan mengabarimu."
"Terima kasih, Tuan Haddock," jawab Alicia.
"Dan berhubung si necromancer masih ada di luar sana," Haddock berimbuh, "Aku akan mengirimkan penyihir elit Magisterium untuk berjaga ketat di rumah dinas Tuan Donar."
Alicia sekeluarga beserta Nadine dan Gilmore pamit dan pulang ke rumah dinas sang ayah.
Sejak saat itu, Alicia lebih sedikit berkata-kata dari biasanya. Dia tetap berbicara seperlunya, memasak dan mengurusi apartemen Donar. Namun udara gundah gulana tidak bisa diabaikan begitu saja oleh mereka yang bersamanya.
Saat perjamuan malam pun, Alicia makan tanpa mengobrol ataupun mencari topik makan malam seperti biasa.
"Aku mau langsung ke kamar. Aku permisi dulu," ujarnya sehabis menyelesaikan makanannya dengan cepat.
"Cepat sekali," komentar Donar, "Kau yakin tidak mau tambah? Sebelum jatahmu dilahap oleh Gilmore."
"Aku sudah kenyang, Papa," Alicia menghampiri wastafel dan membersihkan peralatan makannya. "Selamat malam, semua."
Gilmore mencoba membujuknya, tetap tidak ada jawaban. Alicia bergegas masuk ke ruang pribadinya. Nadine dan Gilmore merasa canggung sendiri.
"Kita susah payah membantunya, dan dia malah mengabaikan kita," Leith yang kurang bersimpati kembali mengomel dalam gumaman.
"Leith, tidak sekarang. Beri kakakmu waktu," tanggap sang ayah.
Alicia bergelung di tempat tidurnya sambil bermuram durja. Anehnya ia sama sekali tidak menangis walaupun suasana hatinya diliputi badai Penjaga Petir. Netra yang lelah hanya menangkap tirai putih yang menyelebungi jendela, menghalangi sang gadis melihat dunia luar dalam kelam malam. Demikian sampai waktunya ia dijemput ke dalam angan-angan utopia. []