"𝘈𝘈𝘈! 𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬, 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬, 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬!" teriak Alicia saat sapu terbang yang ditumpanginya melaju di hamparan cakrawala.
"Alicia, jangan bergerak! Kau mengganggu keseimbangan kita!" tegur salah seorang puan sihir bernama Barbara, pemilik sapu terbang yang Alicia tumpangi.
"Aku mencoba!" jawabnya semakin panik. "Tapi badanku selalu terombang-ambing seolah mau jatuh! 𝘈𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘫𝘢𝘵𝘶𝘩!"
"Omong kosong! Kau masih panik, makanya kau merasa seperti akan jatuh!"
"Tidak bisakah aku memelukmu?"
"A-apa? T-tidak boleh!" Wajah Barbara merah merona karena jengah. "L-lagipula kau harus menjaga tanganmu tetap stabil agar pelindung sihirmu tetap menyala!"
Alicia mencoba menutup matanya membayangkan hal-hal indah, ketimbang melihat kota Eidyn seratus meter dari udara. Tetap tidak berhasil, angin yang bertiup kencang malah membuat dirinya seakan terdorong ke belakang.
"Hei, bagaimana kalau dirimu menaruh rasa percaya kepadaku untuk terbang dengan aman, layaknya kau dan Orb saling percaya satu sama lain? Kau … tidak akan jatuh!" usul sang puan sihir itu kepada Alicia.
Mata Alicia terbuka. Pemandangan Eidyn terlihat lebih kecil ketika melihat ke bawah, namun terlihat lebih tinggi dan menakutkan saat dilihat dari samping. Alicia mengambil napas dalam-dalam, lama kelamaan rasa takutnya sedikit berkurang.
"Baiklah. Aku bisa, aku bisa."
Barbara akhirnya menghela napas lega. "Bagus, akhirnya kita kembali seimbang. Tetap pertahankan pelindung sihirmu."
Bola Arcane raksasa melayang berisikan Alicia dan lima penyihir lain yang terus melaju mendekati wilayah perkuburan. Leichenhaufen sesekali memuntahkan lendir asam ke arah mereka. Walaupun terlindungi, penerbangan bisa sedikit mengalami turbulensi karena Alicia gemetaran menahan rasa nyeri. Untungnya Alicia terlihat mulai terbiasa dengan rasa sakit yang dideritanya. Mungkin salah satu khasiat elixir yang ia minum tadi? Atau sang gadis sudah semakin kuat?
***
Sementara unit Alicia melaju ke sumber sobekan dimensi, unit Haddock dan Barthie akhirnya berhasil mendekati Leichenhaufen, memampukan mereka mengepung sang raksasa dari segala arah. Seolah tidak dikasih jeda waktu untuk beregenerasi karena dibombardir sihir Arcane, zombi raksasa kian semakin agresif, menghalau mereka lebih cepat sambil meludahkan lendirnya. Marahnya sang zombi adalah manifestasi dari perasaan Agosh Grendi yang berdiri di atasnya.
Agosh geram. Ia pun ikut menembakkan gelombang sonar merah ke arah mereka. Salah seorang penyihir yang kena langsung menjelma menjadi mayat hidup, jatuh dari sapu terbangnya di atas langit, dan mencapai Leichenhaufen untuk bersatu dengan jemaat kematian.
"KENA! KENA DAN KENA! KEMBALILAH KEPADA PAMAN GRENDI! INI ADALAH KODRATMU SEBAGAI BUDAKKU!" Jeritan Agosh sungguh mememekikan telinga. Ia membalas tiap bombardir dari para penyihir Magisterium, yang tampaknya cukup membuat mereka kerepotan untuk melawan satu orang penyihir.
Barthie beserta unitnya mengapitnya dari belakang. Melihat kastil bersejarah bekas persembunyian 𝘯𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳, otaknya seolah menjadi lampu bohlam menyala.
"Kalian! Lihat kastil tua itu? Kita bisa menggunakannya untuk mengulur waktu sang 𝘯𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳, sementara unit Alicia berpacu dan menghancurkan totem-totem itu!"
Salah satu anak buahnya bernama Briston mengerti maksud perkataannya. "Tapi, tuan Bartholomew! Itu adalah tengara publik! Kita seharusnya tidak boleh menghancurkannya."
Sungguh pilihan kata-kata yang salah untuk merespon sang wakil dikala sedang menghadapi teroris sihir nomor satu kota Eidyn. Bahkan saat terpaan angin menggesek muka Bartholomew, tidak membuat mata melototnya kelilipan sambil memasang wajah keji ke arah penyihir Briston.
"Astaga, liat anak-anak, orang idiot ini! Dia lebih menyayangi kastil reyot daripada ibunya sendiri,"seru Bartholomew.
"Orang tua saya tiada, tuan Bartholomew."
"PANTAS SAJA KAU LEBIH TERANGSANG DENGAN BENDA MATI!"
"Tuan—"
"Kalau kau memang suka benda bersejarah, akan kuubah kau menjadi 'sejarah' layaknya saudaramu yang gugur disana!" tukas Barthie sambil menunjuk tumpukan mayat berjalan.
"Aku keliru, Tuan Bartholomew. Maafkan saya!"
Bartholomew tak habis pikir. Ia pun hanya menggelengkan kepalanya. "Jika tidak ada yang mau protes lagi, lebih baik segera ratakan zombi itu sampai ke tanah!"
"DIMENGERTI!" sorak semua anak buahnya.
Mereka mengarahkan tongkat sihirnya. Secara bersamaan mereka meneriakkan mantra sihir:
"𝘋𝘐𝘚𝘛𝘈𝘕𝘛𝘐𝘖 𝘗𝘌𝘙𝘝𝘌𝘕𝘐𝘙𝘌!"
Unit Bartholomew terbang melewati pundak Leichenhaufen. Mereka menahan tongkat mereka ke belakang; muka mereka menggertak mengeluarkan urat seolah sedang bersama-sama menarik beban yang berat--tak lain tak bukan adalah kastil tua di atas bukit!
Batu-batu pondasi yang berlumut retak dimana-mana, seluruh interiornya berguncang bak gempa. Agosh yang sibuk menembakkan sonar pengubah manusia menjadi jenazah tidak merasakan apapun, sebelum dirinya sadar sekumpulan remah-remah batu jatuh di atas pundak dan rambutnya yang beruban. Ia mendengar suara retakan, tiba-tiba selimut gelap membayangi dia dan peliharaannya. Agosh berbalik dan semuanya sudah terlambat. Seluruh istana raksasa hancur menimpa dirinya dan Leichenhaufen! Semua formasi ribuan mayat itu jatuh berhamburan. Sebelum para zombi itu kembali bergerombol lagi, Haddock mengeluarkan tenaga yang besar untuk meluncurkan lembing petir 𝘍𝘳𝘢𝘤𝘵𝘪𝘰𝘯𝘦𝘮 𝘛𝘰𝘯𝘪𝘵𝘳𝘶𝘢 𝘊𝘶𝘴𝘵𝘰𝘴 ke sisa-sisa bangkai jahanam itu berkali-kali. Leichenhaufen tunduk, untuk sementara waktu ....
***
Ketiga totem yang berdiri tegak untungnya tidak terpisah terlalu jauh satu sama lain. Unit Alicia telah sampai tepat di depan totem penuh mayat hidup yang berlari ke arah Leichenhaufen, menghiraukan mereka. Melihat keuntungan ini, tim Alicia langsung berlari ke arah totem sambil menghancurkan setiap mayat hidup yang ada di hadapannya. Mereka mengambil jarak beberapa meter dari totem tersebut karena temperatur di sekitar totem sangat teramat panas; bocoran liang Tartarus yang menyemburkan panas ke bumi. Totem-totem tersebut berbentuk seperti tugu yang dipenuhi oleh tengkorak-tengkorak tersusun rapi layaknya koleksi katakombe. Persis dibawahnya, robekan dimensi berupa retakan tanah berkilau hijau--terkadang merah, kelap-kelip ibarat ada pesta di dalamnya. Disitulah para mayat kabur dari "liang kuburnya" mengingat saking panasnya mereka bisa memanggang daging di sana dan gosong dalam beberapa menit. Apalagi jeritan jiwa-jiwa yang tersiksa terdengar sampai keluar, tak heran ribuan korban siksa kubur sangat ingin keluar, mencari udara segar untuk mereka sendiri. Menjadi budak sang 𝘯𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳 lebih mending ketimbang menetap di sana.
"Sekarang saatnya, Alicia" kata puan sihir yang memboncengnya, "murnikan tempat ini, dan biarkan jiwa-jiwa malang itu beristirahat dengan tenang."
"Kurasa jiwa-jiwa itu pun tidak akan pernah tenang di Hades," jawab Alicia, "tentu saja bukan berarti mereka berhak mengganggu ketenangan dunia kita!"
Kuda-kudanya sudah siap melancarkan ritual pemurnian. "Tolong pasang pelindung kalian dan lindungi aku!"
Totem pertama langsung disambar oleh ratusan benang Arcane. Totem tersebut rupanya tidak mau menerima nasib begitu saja. Tengkorak-tengkorak pada totem tersebut menjadi hidup dan berteriak sejadi-jadinya. Mereka menolak kuasa Arcane Alicia dengan kekuatan Khaos, memberikan resistensi yang ternyata menguras tenaga Alicia pula.
Alicia berusaha keras untuk menembus masuk pelindung Khaos, walaupun akhirnya pelindung itu hancur berkat daya Arcane yang lebih superior. Kekuatan Arcane masih berusaha keras menyebar ke seluruh bagian totem yang masih memberontak, sampai akhirnya menyentuh pusat inti Khaos. Meledaklah totem penyobek dimensi pertama! Tengkorak-tengkorak dalam totem tersebut mencoba melayang dan kabur, namun aliran Arcane menjaring mereka semua dan mengirim mereka semua ke ketiadaan.
Baru totem pertama yang hancur, sang gadis sudah hampir tumbang karena keletihan hebat. Alicia dapat mendengar detak jantungnya di balik napasnya yang ngos-ngosan. Ini adalah proses permunian tersulit yang ia berhasil lakukan, dan ia masih harus memusnahkan dua lainnya. Koreksi, tiga lagi. Ia masih harus menetralisir Agosh Grendi si 𝘯𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳. Bisa dibayangkan rasa tersiksa yang akan dirasakannya.
"Kau berhasil!" sorak para penyihir lainnya. "Kerja bagus, Alicia! Sisa dua totem, dan Leichenhaufen bukan masalah bagi kita lagi!"
"Aku …," dirinya masih megap-megap, "bolehkah aku berisitirahat sebentar dulu?"
"Kau bercanda? Unit Grand Magus dan tuan Bartholomew sudah berusaha keras mengalihkan perhatian untuk kita! Kita harus memanfaatkannya sebaik mungkin pula!"
"Ah, kau benar, maafkan aku." Alicia mencoba berdiri, untungnya dua penyihir membantu menopangnya. Melihat wajahnya yang pucat, Barbara menawarkan ramuan Stillmajik-nya.
"Tidak mungkin," Alicia menolak ramuan tersebut. "Bagaimana jika mana kalian habis sebelum waktunya?"
"Kami penyihir elit didikan sang Grand Magus sendiri, Alicia. Kami dilatih untuk mengalokasikan mana untuk sihir kami sebaik mungkin. Kau lebih membutuhkan ini daripada kami."
Dengan sedikit enggan, Alicia meminum ramuan itu. Ia masih merakan rasa pahit kelat menyambar lidahnya. Apa benar orang sungguh-sungguh menikmati tumbuhan ini kalau dijadikan bumbu steak? Haddock pasti mengada-ngada atau para koleganya menjilatinya dengan sanjungan agar ia tak tersinggung dan melempar lembing petir ke arah mereka. Namun di luar itu, Penyihir elit didikan Haddock rupanya lebih beradab daripada penyihir Magisterium biasa, pikirnya.
Kini ia bersiap untuk totem kedua. "Ikut aku," ajak Barbara mengajak Alicia naik sapu ajaibnya.
Mereka mengitari bukit curam itu dan menemukan sobekan dimensi kedua. Alicia melakukan sinkronisasi dengan Orb dan melancarkan pemurnian lainnya. Totem kedua hancur dan sobekan dimensi lainnya menutup. Jumlah mayat hidup yang keluar menurun drastis.
"Gila, perempuan itu sungguh melakukannya," ucap Strongbark melihat sisa ledakan totem dari kejauhan.
Reruntuhan kastil tua tersebut tiba-tiba meledak. Agosh keluar dari dekapan sisa-sisa bangkai kacungnya, namun para penyihir sudah mengelilinginya dengan tongkat penuh kekuatan Arcane. Sang 𝘯𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳 masih belum selesai bermain. Mengetahui kedua sobekan dimensi sudah tersegel, ia hanya bisa tersenyum dibalik amarahnya.
"Jalang Arcane sialan itu. Oh, dia akan masuk koleksi babuku kali ini." Agosh bergumam sambil tertawa pelan.
"Maafkan aku, teman-teman tapi tujuanku adalah perempuan Crimsonmane itu dan bola Arcane-nya," lanjutnya lagi. "Sungguh menyenangkan hari ini, mari kita bermain lagi di lain waktu!"
Agosh tertawa keras, seluruh tubuhnya tiba-tiba memucat dan membusuk; ia berubah menjadi sosok bangkai pemakan daging seperti yang lainnya. Sosok tersebut hendak menerkam salah satu penyihir namun digagalkan oleh tembakan Arcane oleh seantero penyihir Magisterium.
Sambil mendekat ke arah mayat tersebut, Haddock melihat kejanggalan pada mayat itu. Rambut Agosh yang seharusnya berwarna putih, kini hitam dan penuh pitak. Figur wajahnya pun sama sekali tidak mirip dengan wajah sang 𝘯𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳.
Para mayat tiba-tibat ikut berhamburan keluar dari reruntuhan kastil, namun alih-alih melawan para penyihir mereka berlari secepat mungkin ke arah lain.
Mata Haddock mulai melotot, dirinya langsung menyambar sapu ajaibnya. "Agosh belum kabur, dia bersama dengan unit Alicia di lokasi totem ketiga."
Bartholomew langsung menjerit, "Apa? Sialan! Semuanya! Ke lokasi totem ketiga!"
***
Alicia meneguk ramuan Stillmajik ketiganya. Ia pun bersiap menyegel sobekan dimensi terakhir untuk selamanya. Aliran Arcane mulai merasuki totem tersebut. Namun selagi dirinya memurnikan tugu kematian terakhir, para mayat yang baru keluar dari liang lahat sontak menatap sang gadis dan melompat ke arahnya! Alicia terperanjat dan jatuh ke belakang, walaupun seharusnya ia masih aman karena dilindungi kubah sihir ciptaan wizard yang lain.
Barbara menoleh kepada Alicia. "Alicia, bangunlah! Jangan khawatir, kami masih melindungimu."
Pelindung sihir langsung dikerumuni oleh ratusan wajah membiru dengan sepasang mata tanpa pupil, gigi penuh darah dan potongan daging. Mengetuk, berteriak dan mengais-ngais pelindung dengan kuku mereka tanpa peduli kulit mereka melepuh oleh Arcane.
"Mereka menjebak kita," kata Alicia sedikit panik, "itu berarti, Leichenhaufen …."
"Kalau begitu, waktumu tidak banyak, cepat lakukan proses pemurniannya!"
Aura kepanikan mulai terasa. Melihat mereka dikepung oleh pasukan kematian, Alicia malah melontarkan pertanyaan.
"Pertanyaan singkat? Apa kalian tidak merasa sakit saat mereka mengais-ngais kubah pelindung?"
"Kami semua juga jatuh pingsan kalau kamu semakin banyak bertanya! Totemnya, cepat!"
"M-maaf!"
Sang gadis Crimsonmane langsung terburu-buru mengulangi proses pemurnian lagi. Menyaksikan mereka ikut mengemban rasa sakit dengan kekuatan Arcane, moralnya kian melesat cepat. Dengan penuh motivasi aliran Arcane meliuk-liuk melewati para zombi sampai akhirnya meraih totem ketiga itu.
Belum juga satu menit setelah pemurnian dimulai, para mayat yang marah tersebut berkumpul membentuk sebuah kepalan tinju raksasa yang menjulang ke langit dan 𝘉𝘈𝘔! menghantam perisai sihir tersebut!
Para penyihir langsung goyah karena terkejut. Begitu pula perisai Arcane kolaborasi mereka mulai retak.
"Apa-apaan itu!" Alicia menjerit.
Gelombang kejut yang dihasilkan tentu membuat para wizard juga ikut panik karena rasa sakit mulai kentara. "Alicia, berapa lama lagi pemurnian tersebut berlangsung?"
"Aliran Arcane-ku baru memasuki totem, butuh lebih banyak waktu!"
"Well, kita tidak punya waktu! Kepalan bangkai raksasa tersebut terus meninju pelindung kita!"
"Aku berusaha sebaik mungkin!"
Tenaga para penyihir mulai melemah. Mereka tidak punya cukup ramuan Stillmajik. Lengan mereka nyeri bercampur ngilu menahan perisai dengan tongkat mereka. Yang bisa mereka lakukan adalah berharap kedua unit lain segera menyusul, atau Alicia menghancurkan tiang pasak jahanam itu dan segera menjauh dari neraka di atas bumi bernama pemakaman.
Agosh Grendi muncul dari atas lengan raksasa itu dalam rupa mayat hidup yang keluar dari formasi dan mencabik-cabik wajahnya sendiri, menyingkapkan hidung mancung dan senyuman lebar mengerikan khas Agosh Grendi.
"Crimsonmane, kita bertemu lagi! Lihat dirimu, sedang menghancurkan portal
x̸̧̙͔͈̥̀e̴̯͖͕̥̞̊̋̐̕n̵̨̝̤͎̲̼͍̞̥̓͂͋̑͑̀͒́͐͐͘͝ĕ̵̢̢̧̛͇̼̮̹̪͌͒̓͒̒͝ẍ̴̨̦̼̫̬̭͔̼̺̬̼̟̈̀̈́́̐̐̿̅͐͝ą̷̨̤͍͖͉̹̣̘̯̥̄̋b̷̧̢̻̹͉͊̽̌̅͛̄̂͒̀͌̐̔̇͐̕͜ͅy̴̨̝͚̺̤̼̮̫͖͗͊̔̎̃͛̀̀̑̾̇̕s̶̟̹̾͌̓͛̈́̚s̶͓̪̙̬̦̜̺̆͂͌̄͋̑́-ku. Dan kau membagikan kekuatan Arcane kepada seluruh penyihir?
Semua penyihir yang sebelumnya mencemoohmu?"
"Diam kau, 𝘯𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳 tengik!" gertak sang gadis.
"Aku turut prihatin kepadamu. Sebegitu rendahkah harga dirimu, kau rela dimanfaatkan para petinggi sihir, semata-mata agar kau diakui diantara mereka?"
Jalinan benang Arcane memudar karena Alicia kehilangan fokus. "Aku bilang diam, bajingan!"
"Jangan terpancing olehnya, Alicia!" tegas para penyihir. "Dia sedang berusaha mencegahmu menghancurkan totem tersebut."
"Aku hanya mengatakan," lanjut sang 𝘯𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳, "daripada menjadi penjilat Magisterium, alangkah lebih baik kau bekerja denganku. Kau adalah orang teristimewa yang pernah kutemui dalam dunia sihir. Manusia biasa! Dipilih oleh apa yang kau sebut 'Kesunyian Ilahi'! Diriku akan memperlakukan dirimu lebih baik dari mereka, bahkan dari mereka yang mengupahku. Dengan kekuatan Khaos dan Arcane, aku merasakan masa depan dimana kita akan menjadi pengendali semesta sihir! Hanya kita berdua saja, persetan dengan sekte gila yang menyewaku itu. Lihat, sekagum itulah diriku. Sekuat itu keinginanku untuk memilikimu! Tidak seperti mereka, niatku jujur apa adanya!"
Totem ketiga sudah hampir seluruhnya dipenuhi Arcane setelah Alicia mengumpulkan kembali konsentrasinya.
Agosh tertawa kencang sejadi-jadinya. "Kau mengacangiku? Itu menyakitkan. Seperti berbicara dengan orang mati saja!" Ia lalu mengangkat kepalan tangan raksasanya, bersiap untuk meninju mereka lagi. "Kalau begitu, kubuat kalian mati betulan. Mati! Mati! MATI!" pekik sang 𝘯𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳.
Hantaman demi hantaman terus dilancarkan dan membuat pelindung sihir retak seluruhnya! Semua anggota tubuh para penyihir mulai mati rasa. Tidak terkecuali Alicia yang mengerahkan semua kekuatannya untuk mempercepat proses pemurnian totem tersebut sementara semakin banyak bangkai yang keluar dari sana.
Sungguh waktu yang tepat ketika Haddock tiba-tiba melompat dari sapu sihir dan menerajang rahang Agosh, membuatnya terjun bebas berbarengan dengan formasi tangan raksasa yang berhamburan!
"Lihat! Unit Grand Magus dan Tuan Bartholomew sudah tiba!" seluruh unit Alicia mulai bersorak girang.
Berhasil mendarat dengan mulus, Haddock tanpa basa-basi kerap mengayunkan tongkat sihirnya untuk menembakkan sihir ke Agosh yang bahkan belum bangun karena menghantam tanah dengan keras. Perangai tenang dan acak-acakan khasnya sudah tak tampak lagi. Dengan memasang muka masam, Grand Magus meletuskan sihir bertubi-tubi ke sang 𝘯𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳 yang tergopoh-gopoh, yang mencoba meraih tongkatnya namun selalu gagal.
Para penyihir lain terbang mengitari Agosh yang merayap. Ia mencoba memanggil tongkatnya, namun sayang sekali sihir Arcane murni meludeskan sisa tenaganya. Bartholomew berjalan melewatinya dan menendang tongkat panjang itu jauh-jauh. Agosh memandangnya dengan penuh kekejian, sedangkan Barthie hanya memasang wajah remeh, menyiratkan kalimat, "Apa?"
Kemudian mereka mengikat Agosh dengan mantra 𝘚𝘵𝘢𝘵𝘪𝘤 𝘓𝘪𝘨𝘢𝘷𝘦𝘳𝘪𝘴. Sang 𝘯𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳 akhirnya berhasil diringkus.
Haddock beralih dan berteriak kepada Alicia. "Hei, kenapa kau lama sekali! Tidak bisakah kau lebih lambat lagi, hah?" Nada bicaranya yang kasar malah membuat dirinya menjadi Bartholomew Strongbark versi dua.
Alicia ingin sekali bertekak seolah dirinya sudah akrab dengan sang Grand Magus. Tetapi Alicia langsung kicep setelah melihat wajahnya masamnya menyiratkan sang Grand Magus sudah kewalahan dan emosinya tidak stabil. Untung saja sang gadis tidak coba-coba menggodanya untuk mencari tahu apakah beliau sedang bercanda apa tidak.
Sedikit lagi aliran Arcane mencapai inti kekuatan Khaos, dan totem tersebut akan musnah sepenuhnya. Sang gadis sudah gemetaran hebat, otot-ototnya mati rasa. Tanpa penopang di sisinya, ia tetap fokus meraih inti Khaos pada totem tersebut. Inti sihir gelap itu berhasil digerogoti kuasa Ilahi dan seketika tiang pasak kematian musnah bersama dengan portal dimensinya!
Semua sisa mayat hidup langsung dibasmi oleh para wizard. Alicia yang melepas sinkronisasi Orb berlutut sambil memandangi kedua tangannya yang gemetaran dan kaku. "k-kita berhasil, Orb … S-sungguh lelah, tapi kita b-berhasil …."
Barthie menghampiri sang gadis berkacamata sambil membawa ramuan Stillmajik. "Untuk seorang yang bukan penyihir, kinerjamu tidak buruk." Penyihir lelaki tersebut menjatuhkan botol ramuan ke tanah. "Tapi kau jangan senang dulu, masih ada satu mahluk yang harus diurus."
Alicia dipandu mendekati Agosh yang terikat tak berdaya.
"Sang Anak Mukjizat sudah menampakkan sosoknya kepada dunia," tutur Agosh, "tidak ada jalan kembali untukmu, Alicia Crimsonmane. Kuharap kau tidak menyesal di kemudian hari, bocah!"
Haddock menatapnya heran. Perkataannya mengenai "Anak Mukjizat" seolah memicu ingatannya. Rasanya tidak asing, apakah ia pernah mendengarnya? Darimana kira-kira istilah itu berasal?
"Apa yang kau bicarakan?" tanya Alicia sambil memandangnya jijik.
"Ups. Aku tidak mau kasih tau. Aku tidak mau kasih tau, wleee."
"Jangan membuang-membuang waktu, cepat selesaikan!" tegur sang Grand Magus dari belakang.
"S-siap, Grand Magus. Siap laksanakan!"
Inilah dia. Ritus penutup untuk hari ini. saatnya mencabut kuasa Khaos dari pria menjijikan ini.
Alicia menjalankan sinkronisasi dengan Orb, menyuntikkan aliran arus Arcane ke titik tubuh 𝘯𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳. Agosh yang gila malah tertawa lepas saat pemurnian berlangsung! Khaos bergulat dengan Arcane dalam diri Agosh. Ia semakin tertawa histeris sementara sang gadis semakin lemah melawan kuasa Khaos yang besar menyelimuti pria tersebut. Agosh Grendi sengaja menyalurkan rasa sakit berlipat ganda kepada Alicia hanya untuk membuatnya menderita.
"Nona, berhenti menggelitikku!" olok sang 𝘯𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳. Seruan masokis semakin menjadi-jadi saat Khaos perlahan tercabut dari dekapan tubuh Agosh Grendi. Alicia menangis tidak tahan dengan siksaan ahli nujum yang diibaratkan mengoyak daging dan mematahkan tulang belulang si puan sihir. Namun dengan semua siksaan tersebut ia masih memaksa dirinya untuk tetap tegar. Barbara, Briston dan para penyihir lain menahan berat tubuh Alicia, menyemangatinya agar tetap kuat.
"Kau kuat, Alicia. Lebih kuat daripada Agosh Grendi. Kau sudah sejauh ini, bertahanlah sedikit lagi! Kekuatan Arcane menyertaimu," bisik Barbara ke telinganya.
Setelah pertarungan yang menyiksa raga dan batin itu, Khaos sekali lagi tunduk kepada supremasi Sempena Ilahi. Kuasa kegelapan meledak keluar dari tubuh Agosh Grendi, kemudian digerogoti habis oleh kekuatan Orb. Agosh yang tersenyum pulas berpasrah diri memasuki alam khayalan.
Magisterium Tanah Sihir berjaya menyelamatkan hari.
Dan Alicia? Ia benar-benar memurnikan tiga tugu sihir dan satu penyihir jahat dalam satu hari. Rekor yang sangat luar biasa. Ia telah membuktikan dirinya sebagai jawara Sempena Ilahi.
Seluruh insan yang hadir menyuarakan senandung sukacita mereka, serasa kepenatan itu tidak pernah ada. Tentunya ini tidak berlaku untuk Alicia Crimsonmane. Tatapannya kosong, semua aklamasi baginya tak lain hanyalah gumaman bak gema paus. Tepukkan di pundaknya serasa pukulan yang makin memaksanya tumbang. Dan tentu saja, Alicia ambruk di tengah-tengah sorakan yang diperuntukan untuknya, yang mungkin tidak akan ia dengar lagi. []