"Hei, jangan gugup, oke? Katakan saja kepada mereka yang sebenarnya," ucap Mars saat Alicia digiring bersiap menuju pengadilan.
"Kita akan bertemu lagi, kan?" tanya Alicia.
"Jangan khawatirkan itu, ๐ฆ๐ฉ? Dunia begitu kecil bagi kita. Fokus saja ke pengadilanmu."
"A-apa? Tolong jangan meniru logatku!"
"Baiklah, baiklah. Bagaimanpun, semoga beruntung."
Alicia diberikan set gaun seragam sebagai pakaian ganti. Set pakaian itu mirip pakaian seorang sarjana, sesuai dengan kebudayaan Camelot untuk tetap memberikan rasa hormat akan statusnya sebagai anggota keluarga bangsawan.
Setelah membersihkan diri dan mengenakan pakaian tersebut, ia dibawa ke depan sepasang pintu besar. Seorang sipir mengumandangkan pengumuman bahwa sang terduga telah sampai dan siap diadili. Kedua gerbang kayu berukiran tanaman menjalar terbuka lebar, menyingkap aula luas berbentuk lingkaran. Banyak kerumunan berselera mode pakaian apik membanjiri ruangan. Pakaian mereka tersusun dari berbagai macam kain, bentuk, perhiasan panca rona, dan ratusan bahan rajutan lainnya. Tentu busana demikian bukan untuk rakyat jelata belakaโbahkan orang kerajaan tak seglamor segenap insan itu. Ada satu hal yang menyatukan mereka semua, yaitu sebuah lambang kerangaka burung hantu yang memegang tongkat dan sapu sihir, serta sebuah pita menjalin keduanya, bertuliskan "M F M ฮฃ", tercetak di ban lengan kuning mereka atau bagian pakaian yang lain. Rupanya mereka adalah para anggota kongregasi penyihir terkemuka, Magisterium Tanah Sihir; sebagian dari mereka adalah para petingginya.
Para sipir membawa sang gadis sampai di tengah aula, membuka pengikat tangannya, dan meninggalkannya seorang diri, dikelilingi oleh kegaduhan yang menyasar ke terduga pemilik Sempena Ilahi. Di hadapan sang gadis adalah empat petinggi Magisterium Tanah Sihir yang duduk bersejajar, sebagai hakim pengadilan. Di tengah mereka, terdapat undakan menuju sebuah tahta raksasa perkasa. Dirinya tahu kalau tahta tersebut tidak diperuntukkan untuk sang pemangku dinasti, melainkan sebagai kursi kehormatan Grand Magus, pemimpin Magisterium Tanah Sihir, orang penting ketiga kerajaan. Tampak dari matanya pula, kelompok agen Roma yang menangkapnya, berdiri di sudut pemisah tempat duduk para penyihir Magisterium dan para juri.
Alicia dan segenap sahir saling berbalas tatap dengan berbagai macam reaksi. Namun mereka sontak teralihkan dengan langit-langit kubah yang dipenuhi oleh segerombolan ngengat, semakin lama semakin banyak, lalu terbang mengitari kubah. Alicia merinding dan sempat menunduk, namun ia melihat penyihir sekelilinginya tak ada yang menjerit histeris, sekalipun melihat segeromobolan serangga berterbangan di atas kepala mereka. Tidak lama, gerombolan ngengat itu turun ke dekat sudut pembatas para juri dan sang tersangka. Gerombolan tersebut membentuk sebuah lingkaran hitam, lalu lihat siapa sosok yang menampakkan diri dari gerombolan ngengat itu.
Si Whistlehoff dengan muka sendu menjengkelkannya muncul dari balik belantara ngengat! Alicia melihat Whistlehoff dengan wajah jijik bercampur takut. Seonggok ngengat kerap bertebaran di sekitar tubuh David Whistlehoff seolah-olah dirinya lampu mercusuar jangkung. Para penyihir mulai berdiri seraya David mulai membacakan sesuatu dari sebuah buku terbuka yang dipikul oleh ratusan hama bersayap.
"Yang Mulia para hakim, Yang Adil Grand Magus Magisterium Tanah Sihir, Yang terhormat para juri! Bersukacitalah kalian yang menanggapi pesan Sumber Segalanya, O Ilahi Yang Sunyi, untuk menjadi timbangan keadilan-Nya, dan palu hukum-Nya! Telah dipanggil dari kalian, pengguna sumber daya Dewata di luar restu Kota Segala Jagat, O Roma Abadi, Alicia Crimsonmane, Puan Sihir Bangsawan Crimsonmane Novitius tiga! Bangkitlah, keadilan! Datanglah, penghakiman! Nyatakanlah kepada kami, O Ilahi Sunyi, melalui orang terpilihmu, yang melayangkan palunya untuk mengusir kegelapan dan menerangkan jalan kebenaran tersembunyi! Nyatakanlah kepada kami, O Ilahi Sunyi, melalui orang terpilihmu yang menimbang perkara sehingga terbukalah wahyu apa yang layak dan pantas bagi Puan Sihir Crimsonmane! Semoga Kesunyian Ilahi memberikan ketenangan abadi bagi hamba-Nya!"
Suaranya yang turun drastis menjadi berat menambah suasana mencekam ruang pengadilan. Alicia merasa sedikit tersanjung karena diakui sebagai penyihir, namun dirinya juga menduga-duga si Whistlehoff ini sedang menyumpahi dia agar dirinya dilempar oleh kuasa Ilahi sampai ke ujung Tartarus paling dalam. Namun seperti biasa, ia tidak bisa menebaknya secara akurat dari perangai templat Whistlehoff.
Seluruh khayalak termasuk Alicia mulai memandangi tahta Grand Magus, menantikan sosok tersebut hadir dan memulai pengadilan. Seseorang tampak muncul dari belakang tahta dan berjalan perlahan, lalu duduk di kursi tersebut.
๐๐ช๐ข๐ฌ๐ข๐ฉ ๐ด๐ข๐ฏ๐จ ๐๐ณ๐ข๐ฏ๐ฅ ๐๐ข๐จ๐ถ๐ด ๐ช๐ต๐ถ? gumam Alicia dalam hati. Dilihat dari perawakannya, orang ini memang bukan main-main, sudah pasti dialah penggerak penyihir di semesta Europa. Pria berkulit coklat berambut gimbal, beberapa bekas luka sayatan meriasi wajah sang pria di mata sebelah kiri dan bibirnya. Raut wajahnya menggambarkan seekor banteng liar yang amukannya yang menggebu-gebu terpendam. Sepasang mata jahatnya yang berkilat-kilat seperti menilik kain merah dari sang matador, yang sesungguhnya adalah rambut kirmizi sang gadis sendiri. Alisnya seakan selalu tegang selamanya, menandakan pria ini bisa saja meledak sewaktu-waktu. Badannya tinggi, berseragam kelabu dan jaket hitam panjang berkerah bulu mirip para agen Roma, hanya saja kulit jaketnya penuh jahitan bekas perang, dan bulu burung pada kerahnya telah kusam digilas zaman. Berperawakan besar dan berperangai galak, pria yang Alicia anggap Grand Magus tersebut menatapnya tajam dan membuatnya semakin waswas.
Seluruh hadirin juga tetap mematung memandangi pria tersebut selama beberapa saat. Barulah kemudian, seorang hakim beranama Sylvester Camden yang lanjut usia, mulai menegurnya.
"Bartholomew Strongbark!" katanya, "Kenapa malah engkau yang duduk di sana? Dimana sang Grand Magus?"
Alicia keceplosan. "Tunggu, dia bukan Grand Magus?"
Perkataannya membuat semua penyihir menoleh kepada sang gadis yang lancang, tak terkecuali Bartholomew yang duduk di tahta.
"A-aku โฆ." Alicia yang salah tingkah kebingungan menyusun kalimat, "โฆ Maaf, keceplosan."
Bartholomew, dengan suaranya yang berat, mulai berseru, "Grand Magus sedang ada urusan. Aku, Bartholomew Strongbark akan menggantikan Yang Adil Grand Magus Magisterium Tanah Sihir mengawasi pengadilan ini. Silahkan melanjutkan pengadilannya!"
Para penyihir kembali ribut dengan bisikannya. Sylvester membalas perkataan Bartholomew. "Bah! Urusan apa lagi beliau? Beliau selalu tidak hadir setiap kali ada pengadilan sihir dan malah keluyuran mengerjakan hal lain yang dia sebut sebagai 'urusan'!"
๐๐ณ๐ข๐ฏ๐ฅ ๐๐ข๐จ๐ถ๐ด ๐ด๐ฆ๐ฅ๐ข๐ฏ๐จ ๐ข๐ฅ๐ข ๐ถ๐ณ๐ถ๐ด๐ข๐ฏ. Enteng sekali dari caranya berbicara. Alicia tampaknya sedikit kecewa mengetahui si Grand Magus bukanlah seperti yang diharapkan. Alih-alih seorang penyihir agung yang tegas dan berwibawa, malah seseorang teledor yang meminta orang lain untuk mewakilinya, sedangkan dirinya berleha-leha 'mengurus' sesuatu.
Bartholomew berpikir instruksinya sudah jelas. Dia tidak suka ini, mengulang-ngulangi perkataan. Maka ia membuka suaranya dengan sedikit bumbu kemarahan, kali ini cukup keras, suaranya menimbulkan gemuruh menakutkan di seluruh penjuru aula.
"Pak tua, aku bilang โฆ SILAHKAN LANJUTKAN PENGADILANNYA!"
Tentu saja logat kasarnya membungkam semua khalayak aula. Seorang hakim dengan papan nama Layton tanpa basa-basi membersihkan tenggrokannya dan memulai pengadilan.
"Alicia Crimsonmane. Anda dipanggil oleh pengadilan Magisterium Tanah Sihir karena terbukti memiliki benda sihir yang mengandung substansi Arcane murni secara ilegal." Sepetak lantai yang berjarak beberapa meter dari Alicia terbuka, menghasilkan lubang tempat keluarnya podium dengan Orb yang disegel, melayang di atasnya. "Apa pembelaan Anda, Puan Sihir Crimsonmane?"
"Orb!" kata Alicia pelan. Ia lalu menenangkan dirinya dan memberikan pembelannya.
"Yang mulia hakim, para hadirin, dan โฆ W-wakil Y-yang Adil Grand Magus. Saya menemukan Orb ini di dekat pemakaman Languoreth. Saya berani bersumpah tidak ada satupun niat saya untuk mencuri benda tersebut. Orb yang memilih saya."
Para hakim berembuk sebentar, dari bisikannya Alicia dapat mendengar mereka menyebut nama Languoreth beberapa kali.
"Bagaimana kau tahu kalau sumber Arcane murni ini memilihmu?" tanya Tanner Foxbane, salah seorang petinggi Magisterium termuda di sana.
"Saat itu, Orb melayang di tengah langit malam, sambil memancarkan sinar silau menggantikan bulan. Cahaya tersebut seakan mengundangku untuk mendekat."
"Jadi kau terhipnotis untuk mendekat?"
"Sama sekali tidak, Yang Mulia. Saya masih dalam kesadaran penuh, tapi pemandangan saat itu tidak mungkin diabaikan begitu saja."
Hakim yang lain, Roan Copperbolts memberikan pertanyaan pula. "Kalau begitu, seharusnya ada orang lain atau bahkan seluruh penduduk kota yang sadar akan fenomena tersebut, bukan?"
"Tidak ada seorang pun yang sadar akan cahaya itu, Yang Mulia Hakim, kecuali saya dan kedua sahabat saya."
Suasana pengadilan sunyi untuk sementara. Para hakim kembali saling berbisik sebelum kembali melontarkan pertanyaan kepada Alicia, kali ini giliran Layton untuk bertanya.
"Kedua temanmu. Apakah mereka memilikki Arcane murni juga?"
"Tidak, yang mulia."
"Siapa saja teman-temanu yang hadir bersamamu malam itu?"
"Yang mulia, saya pikir mereka tidak ada hubungannyaโ"
"Mereka bersamamu saat itu, nona Crimsonmane." Layton menyelanya. "Yang berarti, mereka terlibat, baik mereka terpapar kekuatan Arcane murni atau tidak. Kami harus mengetahui identitas mereka untuk memastikan apakah mereka benar-benar tidak memiliki kekuatan tersebut. Ini demi keamanan mereka juga."
"Yang mulia, saya bersumpah mereka sama sekali tidak punya sihir apapun. Saya mohon agar tidak melibatkanโ"
"Dengarkan aku, Puan Sihir Crimsonmane!" tukas Bartholomew dari jauh. "Kita bisa melakukannya dengan cara kasar, tapi demi kebaikan bersama, ada baiknya kau bisa bekerja sama dengan kami untuk mempermulus proses pengadilan. Jadi demi Kesunyian Ilahi โฆ Sebutkan nama kedua orang itu!"
Alicia menantang balik. "S-saya tidak bisa menyerahkan mereka! Hanya aku saja yang bisa mengendalikan kekuatan Orb! Aku bersumpah!"
Bartholomew menjulurkan tangannya yang memegang tongkat sihir. Lingkaran sihir pada tangan Alicia mulai bersinar, tubuhnya tersentak karena disetrum oleh aliran sihir dari lingkaran tersebut. Dirinya menjerit kesakitan, tubuhnya menjadi kaku dan lemas seketika saat sihir tersebut diberhentikan oleh tuan Strongbark.
"Ini bahkan bukan cara yang kasar, nona. Katakan pada kami secepatnya!"
"Kumohon! Akuโ"
Setruman listrik dihidupkan kembali, Sang gadis lagi-lagi menggeliat. Dirinya hampir ambruk. Ia dapat merasakan telinganya berdengung, semakin lama, semakin nyeri. Alicia akhirnya menyerah.
"Nadine E-Evans. G-Gilmore โฆ Murray," erangnya.
Bartholomew kembali duduk tenang di singgasananya.
Efek sihir yang menjangkiti Alicia lenyap. Dengan rasa menyesal ia pun mencoba untuk berdiri sendiri, karena tampaknya tak ada satupun yang membantu menopangnya. Para hakim yang seolah tak peduli, melanjutkan penyelidikannya.
"Para tahanan yang dibawa dari Trinketshore beberapa waktu lalu mengaku menyaksikan tahanan lain bernama John Philo, yang memiliki partikel Protos bertarung denganmu secara langsung," ujar hakim Roan. "Bagaimana pembelaanmu terhadap pernyataan tersebut?"
Alicia menahan rasa ketir di mulutnya. ๐๐ฆ๐ฏ๐ต๐ถ ๐ด๐ข๐ซ๐ข ๐ฎ๐ฆ๐ณ๐ฆ๐ฌ๐ข ๐ข๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ข๐ต๐ข๐ฌ๐ข๐ฏ๐ฏ๐บ๐ข, katanya dalam hati.
Ia langsung menjawab pertanyaan sang hakim. "Tidak ada pembelaan, Yang Mulia, Saya memang melakukannya untuk mencegah para tahanan termasuk Tuan Philo mati terbunuh. Saya hanya melakukan yang saya anggap benar."
"Berarti, kau pernah bertarung melawan pengidap partikel Protos sebelumnya?"
"S-saya pernah melawan seseorang bernama Caleb Dune di alun-alun kota. Sayangnya saat itu saya tidak bisa langsung menundukkan dia, dan dia ditemukan tewas beberapa hari selanjutnya."
"Tewas overdosis partikel Protos. Ya, kami mengetahuinya." Roan mengakhiri sesi tanya jawabnya. "Hakim lain? Ada pertanyaan?"
Tanner Foxbane menggantikan Roan untuk bertanya. "Bola ajaib menampakkan diri secara 'eksklusif' kepadamu dan teman-temanmu, dan kelihatannya sampai sekarang kau mengatakannya secara jujur. Pertanyaanku adalah, ketika kau mendapatkan bola itu, apakah kau sudah mengetahui bahwa bola itu memiliki kekuatan Arcane murni?"
"Awalnya saya tidak tahu, Yang Mulia. Sesaat setelah saya bertarung melawan Caleb Dune, barulah saya mengetahui kalau kekuatan yang dimiliki Orb ini bukan sembarang daya sihir."
"Saat bertemu dengan benda asing seperti ini, seharusnya kau melapor ke otoritas sihir atau pelindung sipil setempat. Mengapa kau memutuskan untuk menyimpannya untuk dirimu sendiri?" tanya hakim Layton.
Alicia membalasnya secara terang-terangan. "Saya sengaja melakukannya, karena saya merasa saya mungkin bisa mendapatkan kekuatan sihir dari Orb. Dan seperti yang kalian ketahui, Saya berhasil mengalirkan sihir melalui Orb!"
Sylvester mendengar hal tersebut seraya bangkit. "Tunggu dulu! Jadi โฆ kau sebelumnya bukan penyihir?"
Seluruh mata di ruangan langsung mendelik sang gadis. Pertanyaan yang paling dibenci oleh Alicia Crimsonmane, dimanapun dan kapanpun seorang penyihir mempertanyakan validitasnya sebagai praktisi ilmu mistis. Kutukan lahir dalam keluarga wizard, memang.
"Bukan, Yang Mulia, saya bukanlah penyihir," jawab sang gadis singkat.
Ruangan pengadilan sudah terlanjur gerah. Namun mereka membuatnya semakin membara dengan buangan napas mereka. Semua karena apa yang telah telinga mungil mereka dengar dari sang gadis. Alicia yang malang, seluruh khalayak menunjukkan rasa jijiknya kepada Alicia. Dia kembali menerima cercaan untuk kesekian kalinya.
"Jangan-jangan kau anak buangan Crimsonmane yang tidak bisa sihir itu!"
"Perempuan itu penista sihir! Penghujat Kesunyian Ilahi!"
"Sakrilegi! Sakrilegi!"
"Menyedihkan! Seputus asa itukah kau tidak menerima dirimu apa adanya, sampai mencari cara nekat untuk menjadi penyihir yang diakui oleh keluargamu?"
"Dasar bodoh! Tak ada bedanya kau dengan para pecandu partikel Protos yang haus kekuasaan itu!"
"Kau sama sekali tidak istimewa. terima saja kau bukan seorang penyihir!"
"Bahkan dengan kekuatan Arcane murni itu, kau tidak akan pernah menjadi bagian dari kami!"
Kedua tangan Alicia mengepal. Mimpi buruknya kembali menghantui sang gadis Crimsonmaneโmerasa seluruh dunia mencercanya karena ia aib dari keluarga penyihir tersohor.
"YA! Akulah orangnya, si Crimsonmane ๐ฃ๐ถ๐ข๐ฏ๐จ๐ข๐ฏ itu! Lantas kenapa?" Alicia mulai beringas terhadap para penyihir yang mencemooh seorang remaja enam belas tahun tanpa ampun. "Apa salahnya kalau aku ingin memperoleh kekuatan sihir? Lagipula, aku sama sekali tidak melakukannya demi diakui oleh keluargaku! Aku tak butuh pengakuan mereka."
Tiba-tiba lingkaran sihir di tangannya menyetrumnya lagi, tanda dirinya berbohong soal itu. Para penyihir semakin memandang rendah Alicia, sedangkan Bartholomew yang memandang dari atas, hanya terdiam menikmati pertunjukan kutubuku yang disiksa.
"Mungkin โฆ m-mungkin cuma s-sedikit," gagap Alicia. "Tapi tujuan utamaku adalah, untuk menebarkan kebahagian bagi dunia dengan sihir. Itulah mimpiku sebagai seorang penyihir! Orb akan membantuku meraihnya!"
Para penyihir merasa jijik dengan ambisi klise nan naif perempuan itu. Alicia yang sedang belajar meredam emosi negatifnya, menegaskan dirinya sekali lagi, "Tapi aku tidak bisa menahan kalian dari mencemoohku. Jadi apa boleh buat, cerca saja sepuas kalian."
Bartholomew bangkit dari tempat duduknya. Bukan hanya tubuhnya, amarahnya pun ikut bangkit. "Tidak ada klise omong kosong menyelamatkan dunia lagi darimu, Crimsonmane! Dirimu enam belas tahun, wanita, gunakanlanlah akalmu untuk sekali saja! Hidup dapat dipermudah dengan adanya sihir, tapi sihir bukanlah mainan yang kau bisa permainkan sesuka hati dengan dalih menyelamatkan dunia! Kau tidak akan bisa menciptakan surga di atas bumi ...."
Urat yang timbul pada wajah pria berkuli hitam itu semakin banyak. Suatu pikiran teringat olehnya, membuat dirinya semakin gusar. Bartholomew sudah tidak memandang Alicia sebagai bocah ingusan lagi.
Ia melihatnya sebagai musuh.
"Kecuali ...," tambahnya.
"Kecuali apa?"
"Dengan siapa kau besekongkol?" Wakil Grand Magus menjawab balik, "Apa keluargamu mengajarkanmu pernyataan ini? Itukah alasannya kau memegang orb itu dan tak seorang Crimsonmane-pun melaporkannya? Untuk mewujudkan dongeng akhir bahagia sialan itu? Oh, omong kosong seribu tahun itu! Kau bagian dari mereka, bukan? Kaum rambut merah mempercayai keyakinan ini? Astaga, seorang Crimsonmane di antara kamu, Ailsa, kehilangan nyawanya untuk mengungkap ancaman serius ini, dan ancaman tersebut sekarang ada di antara kita?"
Alicia juga ikut geram dengan tuduhan yang sama sekali ia tidak tahu apa itu. Sang gadis merasa sang wakil Grand Magus hanya memojokkannya sebagai penggiring opini demi memisahkan dirinya dengan sang bola ajaib, lalu dirinya di buang di jalanan. Saat ia mendengar nama ibunya di bibir sang wizard, dia juga tidak mau kalah meskipun air mata mengilapkan kedua netra.
"A-apa? Tuduhan macam apa lagi itu? Terkutuk dirimu, tidak berhak kau menuduhku sebagai bagian dari penyebab hilangnya ibuku! Kau seharusnya malu!"
Melihat situasi yang mulai tidak kondusif, Sylvester mulai berteriak untuk menenangkan mereka.
"Baiklah TENANG! TENANG! TENANG!" Sylvester berkata ke Bartholomew, "Jangan mengungkit sesuatu yang bukan pada tempatnya disini, Bartholomew! Kau tidak bisa menuduh gadis itu bagian dari mereka begitu saja."
"Bah! Kau terlalu naif, pak tua," sahut Bartholomew, "Namun baiklah. Lagian itu tidak penting. Kita tidak akan mendapatkan apapun dari dia juga, bukan?" Setelah berkata demikian wakil Grand Magus duduk kembali ke kursinya.
Barulah keributan perlahan mereda. Setelah itu, Sylvester langsuk naik pitam kepada Alicia, katanya "Kau berasal dari Trinketshore, berarti kau anak Ailsa Crimsonmane, bukan? Apakah ibumu tidak pernah mengajarkan kepadamu tentang kode etik ilmu mistis?"
"Oh, saya tahu betul apa yang Anda maksud!" balas Alicia yang mulai lancang. "Bahwa saya tidak boleh melawan kodratku sebagai manusia tanpa sihir, bukan? Sungguh peraturan yang konyol, kelewat kolot!"
Para penyihir terkejut akan pernyataan lancang sang gadis. Tidak ada yang tahu apakah Alicia mampu menanggung seluruh murka mereka!
"Hati-hati, nona Crimsonmane! Kuperingatkan kau!"
"Mengapa kalian mengekang orang seperti itu? Kupikir bangsa Camelot menjunjung tinggi kebebasan dan nilai ekspresif! Jika kita bisa menjadi apapun di sini, mengapa saya tidak bisa menjadi penyihir pula? Toh, saya tidak menerima kekuatan sihir dari partikel Protos."
"Tidak peduli kalau kau mendapatkan kekuatan sihirmu dari partikel Protos atau Arcane! Perbuatanmu tidak bisa dibenarkan! Ada alasannya hukum ini dibuat!"
"Aku tidak berada di sisi yang bersebrangan, Yang Mulia Hakim! Tujuanku sama dengan kalian, membantu mencegah kuasa Khaos menelan dunia," respon Alicia, "Namun setidaknya aku bisa menyebarkan anugerah ini dengan ikhlas, membuat segalanya lebih baik. Tidak seperti orang Roma yang menyimpan Arcane murninya untuk mereka sendiri, lalu memperlakukannya seperti aset yang diperjualbelikanโ"
"CUKUP!" jerit sang hakim tua yang sudah naik darah. Kali ini murkanya hampir setingkat dengan aura kejam si wakil Grand Magus. Sang kakek melunjak sambil mencengkram kain bajunya seolah ingin merobeknya.
"Anak akil balig bodoh sepertimu," marahnya lagi, "Tidak akan mau mendengar sekalipun aku membentakmu sampai kiamat!"
Alicia baru saja membuat pernyataan kontroversi. bisa-bisa Camelot terkena embargo dari Kekaisaran Roma! Mendapat perlakuan demikian dari sebuah negara adidaya di tengah dunia yang sedang kacau balau sama saja dengan mematikan negara itu sendiri.
Sylvester menepuk dadanya. Sebagai orang yang sudah berumur, tentu saja emosi yang meledak-ledak begini bisa membuatnya jantungnya copot di tempat. Sang kakek mengambil napas sebelum kembali berkata kepada sang tersangka.
"Manusia adalah mahluk yang tamak, apalagi soal kekuasaan! Kalau tidak ada yang membuat peraturan untuk membatasi kecendrungan tersebut, tidak peduli jika kau mengambil kekuatan dari dasar tartarus, atau dari wajah sang Ilahi sendiri! Kau akan kehilangan arah, keluar dari tujuan awalmu. Dirimu tak akan pernah puas, kau akan menggali kekuatan lagi, dan sebelum kau sadar, kau menghancurkan orang lain karena tingkah lakumu!"
Alicia awalnya hendak menjawab lagi, ๐๐ฉ ๐บ๐ข? ๐๐ฆ๐ฑ๐ฆ๐ณ๐ต๐ช ๐ฐ๐ณ๐ข๐ฏ๐จ-๐ฐ๐ณ๐ข๐ฏ๐จ ๐๐ฐ๐ฎ๐ข, ๐ฅ๐ข๐ญ๐ข๐ฏ๐จ ๐ฅ๐ข๐ณ๐ช ๐ด๐ฆ๐จ๐ข๐ญ๐ข ๐ฌ๐ฐ๐ฏ๐ง๐ญ๐ช๐ฌ ๐ฅ๐ถ๐ฏ๐ช๐ข๐ธ๐ช ๐ช๐ฏ๐ช? tapi jika itu membuatnya bertanggung jawab akan genosida penduduk Camelot, sang gadis ogah mengambil kesempatan itu.
Sylvester tua itu menambahkan lagi, "Barangsiapa tidak dapat menciptakan sihir dengan mananya sendiri, tidak akan pernah bisa mengembangkan kemampuannya, baik dengan bantuan partikel Protos ataupun dengan Arcane murni! Karena itu sudah kodratnya, nak! Tubuh dirimu dan yang lain memang sudah dirancang sedemikian rupa."
"Itu tidak mungkin benar," tanggap Alicia yang ragu namun tidak puas dengan pernyataan sang hakim. "Maafkan kelancangan saya sebelumnya, tapi bagaimana Anda tahu saya tidak akan berkembang? Setidaknya tidak bisakah segenap Magisterium dan Roma mengajari serta menguji saya cara memanfaatkan Arcane murni dengan lebih baik?"
"Bah! Kau kira aku dan buyutmu tidak pernah terpikirkan apalagi mencoba hal semacam itu?" balas Sylvester balik. "Tidak ada gunanya kami mengajarimu apapun kalau kau sendiri tidak bisa menyelami, apalagi terhubung dengan seni mistis manapun! Kekuatan murni sang Ilahi, layaknya kekuatan murni sang Khaos adalah peningkat daya sihir, digunakan untuk meningkatkan daya sihir yang sudah ada!"
Hakim Roan menambahkan pernyataan koleganya. "Tak seperti Khaos yang bisa memberikan kemampuan acak bahkan menciptakan seni mistis baru dari kekutan tersebut, orang biasa hanya bisa memanipulasi energi mentah Arcane secara dasar saja. Tidak bisa ditingkatkan menjadi apapun."
"Mereka yang bukan penyihir tidak akan bisa mengemban kedua energi mentah itu dalam jangka panjang," jelas hakim Tanner. "Tubuhmu akan kewalahan menanggungnya, bahkan jika tubuhmu mulai terbiasa, komplikasi lainnya akan muncul. Hidupmu akan lebih pendek, tapi kemampuanmu tidak akan meningkat."
"Pokoknya!" tukas Sylvester lagi. "Memberikan sumber Arcane murni itu kepadamu adalah perbuatan mubazir. Hanya karena kau pernah menghilangkan sihir hitam seseorang bukan berarti kau adalah mahluk spesial yang terpilih, nona Alicia! Itu adalah natur sejatinya Arcane murni! Kau mungkin bisa menghilangkan pengaruh Protos dari orang biasa, tapi kau tidak mungkin, sekali lagi kukatakan, tidak akan mungkin, menetralkan sihir hitam dari penyihir sesungguhnya, apalagi penyihir Morganian. Tidak dengan kemampuan konstanmu itu."
Wajah Alicia menampilkan muka yang putus asa. "Tidak mungkin. Kalian berbohong," katanya lirih.
"Percayalah, tidak ada gunanya kami berbohong," jawab Tanner lembut. "Jika kami memang ingin merebut orb ini darimu, kami tinggal merebutnya langsung tanpa perlu susah payah."
"Kalau begitu mengapa Orb memilihku? Arcane murni selalu memilih para penggunanya! Tidak mungkin ia menilai dari kemampuan sihir seseorang, ataupun kemurnian hatinya, karena tidak ada yang tahu apa itu! Jangan bilang kalian mengatakan itu adalah misteri Ilahi seperti yang ada di buku, karena jikalau demikan, pengadilan yang diskriminatif ini tidak seharusnya ada!"
Suatu pernyataan yang mungkin membuat semuanya termenung. Memberikan kekuatan Arcane dari seorang penyihir kepada orang awam? itu sudah biasa. Bangsa Roma melakukannya. Tentara mereka memiliki tenaga sepuluh orang saat perang karena Arcane mengalir di tiap-tiap mereka. Salah satu aspek mengapa Roma adalah negara adidaya. Bagaimana dengan Arcane yang memilih non penyihir sendiri? Mereka tidak menemukan apapun mengenai itu di dokumen sejarah sihir mereka!
"Hmm โฆ," Hakim Tanner tampak sedang berpikir berpikir keras. Dirinya tak peduli akan kakinya yang bergoyang-goyang sendiri. Setelah menyerukan suatu opini kepada hakim yang lain, dan mereka setuju, Tanner merapikan jas hijau tuanya yang juga terlukis pola tanaman menjalar. "Kurasa, kau memang โฆ berbeda dari yang lain. Anomali. Terobosan yang tak terduga."
Alicia sepertinya merasakan secercah harapan.
"Tapi kau tidak seistimewa yang kau pikirkan, dan kami tidak bisa mengambil resiko, nona. Dengan sekutu berada di tengah badai peperangan melawan Aliansi Hitam, kami tidak punya sumber daya dan waktu yang dapat dialokasi untuk mempelajari dirimu lebih lanjut."
"A-apa!?"
"Kau dengar kataku, nona Crimsonmane. Kau mungkin sesuatu yang lain. Tapi akan lebih baik jika sumber Arcane-mu diutilisasikan untuk hal yang lebih penitng untuk sekarang. Untuk pertahanan negara, misalnya."
Para hakim memandang satu sama lain. Mereka saling mengangguk, lalu dengan tegas Sylvester menyatakan vonisnya. "Maka dari itu, Alicia Crimsonmane, kami memutuskan bola sihir tersebut akan kami sita dan disimpan oleh Magisterium Tanah Sihir dengan bantuan pengawasan kekaisaran Roma. Setelah beberapa prosedur pemeriksaan, kami akan memulangkanmu kembali ke Trinketshore. Kasus ini ditunda sampai waktu yang tak ditentukan!"
Seorang agen Roma dengan cekatan mengendalikan Orb yang tersegel dengan jenis kekuatan yang sama dengannya. Sepertinya segel sihir tersebut membuat Orb seolah tak bernyawa, dengan mudahnya mendengarkan gerakan tangan sang agen tanpa berontak.
Alicia semakin tidak mengerti akan jalan pikir para penyihir Magisterium. Sayang sekali, kecapan manis kekuatan sihir Orb tidaklah berlangsung lama.
"Mengapa aku tidak bisa berguna untuk kalian? Aku telah mempelajari trik-trik menggunakan Orb. Kalian hanya perlu mengajariku sisanya, dan kirim aku ke divisi apapun yang kau mau! Para medis, Alchemist, apapun!" Alicia sekali lagi mengajukan bandingnya kepada para hakim.
Segenap penonton kembali berbisik mengenai betapa menyedihkannya sang gadis Crimsonmane yang mengemis kepada mereka. Di luar fakta tadi, di mata mereka sang gadis tetaplah seorang gadis. Seorang asing di luar jangkaan kaum mereka.
"Maafkan kami, nona Alicia," tutur hakim Roan, "Kau mungkin punya maksud mulia, tapi memiliki kekuatan seperti ini sangat beresiko. Jika kami membiarkan bola sihir itu kepadamu, kami khawatir keberadaanmu akan selalu menjadi incaran musuh. Kau tidak mungkin bisa mengalahkan mereka semua. Ini demi keselamatanmu juga."
Sylvester menoleh ke belakang, ke arah Bartholomew yang duduk di tahta. "Dan Anda, 'Wakil Grand Magus?' Bagaimana dengan putusan akhir tersebut?"
"Keputusan diterima, silahkan dilanjutkan," jawab Bartholomew lugas, menandakan akhir dari pengadilan tersebut.
"Dengan ini, pengadilan dinyatakan telah selesai!" Hakim Layton memukulkan palunya. Segel sihir pada tangan Alicia sudah sirna. Suasana aula menjadi sedikit lebih longgar.
Petugas penjara kembali datang dan menggiring Alicia untuk menjauhi hadapan hakim.
"Kalian โฆ kalian pasti bercanda." Alicia menaruh dendam kepada mereka karena dipermalukan oleh seaentro penyihir di ruang pengadilan. Terpaksa ia mengikuti arahan sipir tanpa muluk-muluk. Perasaan kecewa, malu, sakit hati, dan trauma masa lalu yang muncul lagi bercampur aduk jadi satu bencana emosi.
Sesaat mereka melangkah ke ambang pintu keluar, pintu tersebut tiba-tiba tertutup dengan sendirinya. Suara keras pintu mengagetkan semua hadirin di sana. Alicia dan sang sipir melihat lapisan kayu pintu mengeluarkan semacam lumpur hitam dan darah merah yang bercampur padu membentuk lingkaran sihir yang aneh, tapi meninggalkan kesan mengerikan. Sang sipir mengajak Alicia mundur beberapa langkah. Bagus, kesialan apa lagi yang akan menimpa dirinya?
"Apa yang terjadi di sana?" tanya Sylvester dengan suara menggema. Bartholomew langsung mengambil posisi siaga dari singgasananya.
Sylvester merasa ada sesuatu yang lengket di sepatunya. Ia menengok ke bawah, tanah yang dipijakinya retak dan mengeluarkan campuran kotoran dan darah serupa dengan yang di pintu. Refleks orang tua yang sudah usang tidak dapat menyelamatkannya ketika sebuah tengkorak bersimbah darah tiba-tiba mejorok keluar dari tanah dan memeluk erat sang hakim! Tengkorak tersebut tampak mengeluarkan suatu mantra, mengakibatkan Tubuh Sylvester hancur dan terurai, seolah jaringan tubuhnya berpindah ke bengkarak hidup. Tidak butuh lama selaput daging memenuhi kerangka itu dan lihat! Seorang figur manusia setengah sempurna dengan bola mata putih terciptalah! Bagaimana nasib Sylvester? Seluruh jaringan tubuhnya berpindah ke tengkorak tadi. Sekarang gilirannya lah yang menjadi tumpukan tulang, hancur tergeletak di lantai.
Sesosok pucat tadiโyang nyatanya adalah mayat hidupโlangsung menerkam hakim Roan di sebelahnya. Roan yang juga kurang gesit tidak bisa berbuat apa-apa selain menjerit dan menerima daging lehernya di cabik-cabik dan pembuluh darahnya disobek oleh sang zombi. Kumpulan tengkorak dan mayat hidup ikut bermunculan dari seluruh penjuru lantai dan tembok aula, menciptakan kepanikan luar biasa bagi mereka yang tak sigap.
Rentetan tembakan sihir tak jelas, erangan mayat, dan tangisan mereka yang dimakan merasuki sukma sang gadis. Sang sipir melindungi Alicia dan mencoba mencari tempat yang aman. Namun dengan semua jalan keluar yang tersegel rapat oleh sihir, tampaknya merekapun sama-sama terjebak di bilik neraka, apalagi Alicia yang harus menyaksikan pemandangan horror tersebut. Oh, kenangan ini akan melekat abadi di kepalanya!
Salah seorang penyihir berkerudung yang berada di kursi hadirin merasakan nyeri di sekujur tubuh. Rasanya ada sesuatu menggeliat di dalam perutnya, sampai-sampai rasa nyeri tadi menjalar menuju wajahnya sendiri. Rahangnya tiba-tiba terbuka lebar secara paksa karena ada sebuah tangan yang keluar melambai-lambai dari mulut penyihir malang itu!
Rahang bawahnya terus didorong keluar secara paksa, seolah ingin memuntahkan semangka utuh dari mulutnya. Rahangnya pun sobek dan sekujur tubuhnya pun ikut hancur tak terbentuk. Seorang manusia berlapiskan lendir dan darah keluar dari mulut penyihir malang itu sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Seseorang yang keluar dari tubuh penyihir tadi bangun dan tergopoh-gopoh, seperti bayi yang baru belajar berjalan. Namun hal itu tidak membuatnya berhenti tergelak histeris melihat para penyihir sedang dibantai oleh mayat hidup yang agresif. Tampaknya muka orang itu sedang mengenakan topeng. Sebuah topeng yang menyerupai wujud orc berhidung lancip, dan bola mata lebar berwarna merah, sekilap simbahan darah korbannya di sekujur raga. Namun topeng tersebut hanya menutupi bagian wajah atas sampai hidungnya saja, menyisakan sengiran lebar nan kejinya terekspos semesta. Tak ada yang bisa menilai penampilannya secara jelas karena terlapisi cairan merah dan potongan tubuh korban sebelumnya.
Bisa dipastikan, orang gila ini nyatanya juga seorang penyihir, hanya saja berbeda dari para wizard di aula tersebut.
"HAHAHAHAHA! Pengadilan yang sangat menggelikan! Aku masih heran penyihir Europa masih terlalu idiot sampai sekarang!" kata penyihir tersebut. "Sangat tidak mengherankan ilmu mistis kalian adalah yang paling lemah dan terbelakang dalam dunia sihir!"
Lalu ia melihat Alicia yang ketakutan berlindung di belakang pundak sang sipir. Ahli sihir gila itu memasang muka pura-pura kasihan terhadap sang gadis.
"Ouhhh, anak yang malang, apa kau masih sedih permenmu di curi oleh para perudung? jangan dengarkan mereka, nona! Bagaimana kuberi kau satu kalimat penyemangat?" Penyihir itu membungkukan badannya. "Kau, memang perempuan yang istimewa. Kau dan bola sihir itu? Kau tidak dipilih acak begitu saja. Oh sialan! Kau, memang ditakdirkan untuk mengubah wajah dunia โฆ!"
Rasa mual menghantam sang penyihir tiba-tiba. Ia mengadahkan kepalanya ke atas dan mengambil sebuah tongkat dari tenggorokannya. Rangkaian kejadian aneh yang terus berdatangan baru-baru ini membuat Alicia bahkan tidak tahu harus bereaksi apa saat melihat sang sahir menarik tongkat sihir perlahan dari mulutnya.
Tongkat tersebut secara mengejutkan hampir sepanjang tinggi penyihir gila tersebut. Di pangkalnya terdapat batok tengkorak yang hangus dipanggang di alam baka--setidaknya itu yang terpikirkan oleh Alicia saat melihat tengkorak sehitam arang penuh kerak-kerak kasar.
Penyihir itu melanjutkan perkataanya "Dan mereka memintaku untuk membawamu serta bola sihir itu," katanya. "Tapi, persetan dengan mereka! Tugasnya tersebut terlalu mudah, sama sekali tidak ada pergumulan di sana!"
Penyihir itu lalu merentangkan tongkatnya. Tengkorak hitam tadi sontak membuka tulang rahangnya, dan keluarlah sebilah mata pisau melengkung membelah udara tanpa ampun! Tongkat sihirnya sekarang menjadi penyabit raksasa!
"Bagaimana alih-alih membawamu hidup-hidup, aku mencoba membunuhmu saja?" []