Chereads / Thaumaturgy (INA) / Chapter 32 - “PLEASE, LET ME DIE!”

Chapter 32 - “PLEASE, LET ME DIE!”

Mata monster itu jelalatan melihat para penyihir yang ngeri. Mahluk tersebut melolong, meminta tolong agar jiwanya dibebaskan dari perbudakan sang necromancer. Matanya mengangga lebar mengeluarkan pendaran merah.

"Oh lihat kalian, sangat sangat sangat lezat! Kalian semua akan menjadi kacungku!" teriak si necromancer heboh.

Alicia menantangnya dan monster suruhannya. "Tidak ada yang ingin menjadi budakmu. Enyahlah, necromancer!"

"Oh, apakah begitu, jalang arcane murni!?" oloknya balik kepada Alicia yang membuatnya cengesan akan hinaan tak bermoralnya sendiri. "Perkenalkan, ini adalah salah satu karyaku, Plaxenin-3499."

Plaxenin-3499. Nama yang aneh untuk mahluk yang dipanggil oleh sihir, memberikan kesan bahwa monster tersebut adalah spesimen eksperimen keji si ahli nujum gila daripada mahluk sihir yang menjalin kontrak. Dibalik tatapannya yang mati, tangisan melengking Plaxenin-3499 jelas menyiratkan permintaan belas kasihan. Kemungkinan besar Plaxenin-3499 adalah roh dalam selubung daging busuk, yang mana secara jasmani sudah mati, tapi ia tetap meronta-ronta untuk kembali 𝘮𝘢𝘵𝘪.

"Ayo kita main sebuah permainan! Lawanlah Plaxenin-3499 dengan kekuatan sucimu, jika kau bisa menangkis ludahnya, mungkin kita bisa bertarung di lain waktu. Gagal? well, sihir Plaxenin-3499 akan mengubahmu menjadi budak mayatku. Lalu kuubah seluruh penyihir di ruangan ini pula! Aku tidak bisa membayangkan apa jadinya jika memegang kekuatan Khaos dan Arcane di kedua tanganku! HAHAHAHA!"

Alicia menepis pernyataan sang ahli nujum. "Memegang Khaos dan Arcane bersamaan? Kau pasti bercanda!"

"Oh, kau kan bukan penyihir, kau tahu apa?"

Walaupun ketar-ketir, Alicia merasa tertantang oleh necromancer beserta para penyihir di sekelilingnya. Alicia menapakkan kakiknya sedikit ke depan lagi, ke arah necromancer itu. Ia mempersiapkan posisinya, Orb yang melayang terang mengeluarkan kelipan debu bintang yang ikut berpendar. Suasananya menjadi sangat tegang.

"Alicia, serahkan Orb kepada kami, jangan melawannya!" teriak Bartholomew

"Kau dengar pak wakil ketua," ujar Kirillios. "Hentikan apapun yang akan kau lakukan! Dia sedang memancingmu. sihir Khaos miliknya sangat kuat--"

"Tidak, aku bisa melakukannya. Akan kubuktikan kepada kalian--"

"Tidak ada yang perlu dibuktikan! Kau tidak bisa mendalami seni mistis, kau tidak akan bisa menggunakan Arcane murni dengan terampil untuk mengalahkan mantra gelapnya."

Kirillios hendak mencegatnya, namun terhalang oleh sihir tembaknya yang dilontarkan oleh si necromancer terlebih dahulu.

"Ah, ah, ah." Si necromancer memperingatinya. "Tidak ada yang boleh menyentuhnya, bahkan sehelai rambutnya sekalipun! Aku bisa membantai kalian semua walaupun aku cuma sendiri, aku serius!"

Bartholomew merupakan yang terkuat di sana tahu kalau ahli nujum ini juga bukan orang sembarangan. Dia terpaksa menyuruh anak buahnya untuk mundur.

Ruangan aula menjadi senyap, Alicia dan Plaxenin-3499 resmi memulai pertikaian sihir ala barat liar.

Mulut Plaxenin-3499 yang menganga berpijar, serasa sedang tersedak. Sambil mengadah ke atas, Plaxenin-3499 mencoba mengeluarkan sesuatu dari tenggorokan dengan otot-otot dalam mulutnya, karena tampaknya ia tidak memiliki tangan yang muncul dari kolam darah.

Tanpa peringatan sekalipun, Plaxenin-3499 memuntahkan gumpalan belatung yang melompat-lompat seperti percikan api ke arah Alicia. Alicia yang terburu-terburu langsung menghantam muntahannya dengan tembakan plasma. Muntahan itu lebih lambat daripada plasma dari Alicia, namun Alicia terguncang setelah sekilas melihat plasma yang ditembakinya terbelah menjadi beberapa bagian, masing-masing menyebar ke arah yang berbeda.

𝘔𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯 𝘤𝘶𝘮𝘢 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵. 𝘈𝘬𝘶 𝘮𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘭𝘦𝘴𝘦𝘵.

Dirinya hanya mampu menembakkan dua tembakan susulan sebelum gumpalan itu semakin dekat, membuatnya harus membentuk bola perisai sihir. Alicia, dengan segala kesadarannya yang ikut dihantam syok, mengetahui matanya tak menipu dirinya sama sekali. Dua tembakannya tidak hancur, tapi terpotong lalu terus melesat ke arah lain. Padahal ia sudah fokus, posisinya sudah siap dan tegas. Seharusnya tembakannya menembus gumplan itu dengan mudah, bukan?

Gumpalan itu akhirnya menghampiri medan gaya Alicia. Gumpalan itu seolah hidup, mulai menggeliat dan menyelubungi sebagian perisai sihirnya.

Kandungan protos dari gumpalan tersebut tentu saja bereaksi dengan permukaan perisai yang penuh Arcane murni. Tapi siapa sangka reaksi ini memberikan rasa sakit yang luar biasa kepada Alicia yang malang! Ia menjerit kesakitan. Bebannya semakin berat. Kakinya gemetaran goyah. Apa yang terjadi?

Sebagian penyihir mulai merasakan simpati terhadap pekik sang gadis yang tersiksa dibalik selubung sihir biru. Nixas, salah satu agen memandang Kirillios dan bertanya, "Hei, bukankah kita seharusnya mengeluarkannya dari situ?"

Kirillios pun memandang Bartholomew. Bartholomew sepertinya tidak mau muluk-muluk soal itu.

"Aku tidak bisa menyelamatkan orang yang tak mau diselamatkan. Dia yang memilih ini, biarkan saja dia mati dilahap oleh Khaos dan menjadi budak ahli nujum itu. Kita akan langsung rebut bola sihirnya seketika necromancer itu lengah. Suruh agen yang lain bersiap."

"T-tapi, dia hanya seorang gadis kecil! Belum lagi dia putri Baron Trinketshore."

Bartholomew beralih kepada Nixas dengan mata mendelik.

"Aku harap aku bisa lebih peduli lagi. Satu pengorbanan kecil berjasa untuk segenap dunia sihir. Bukankah ini jalan bangsamu, Nixas?"

"T-Tuan Bartholomew …."

Pernyataan yang sangat mencengangkan, juga mengguncang moralitas Nixas.

Alicia sama sekali tidak bisa mengambil napas karena nyeri misterius dari reaksi sihir hitam dan Arcane menusuknya terus. Alicia bahkan tidak terkena gumpalan belatung-belatung, tapi kenapa rasa sakit yang dialami hampir menyeretnya ke alam Hades? Dia tidak pernah merasa sesakit ini saat memurnikan John Philo ataupun Caleb Dune. Tapi ini? Ini sesuatu yang lain, sesuatu tidak bisa terpikirkan olehnya. Kekuatannya terkuras habis untuk sihirnya dan sayang otaknya tak kebagian asupan itu.

Perisai sihirnya kemudian juga berperilaku aneh. Mungkin karena tertimpa gumpalan tersebut, perisainya mulai terpotong-potong menjadi gelembung kecil yang melayang di udara. Perisainya semakin menciut dan melemah.

Alicia menyerah di luar kehendaknya. Fokusnya sudah buyar dan pelindungnya sirna.

Momen yang ditunggu sudah tiba. Para agen sudah bersiap untuk merebut Orb dari tangan sang gadis, sebelum sang necromancer mengendalikan Alicia dan Orb dalam keadaan tak bernyawa. Nixas, yang mengalami dilema moral, mencuri giliran lebih cepat, sekonyong-konyong mendorong Alicia, membuat gumpalan itu jatuh di lengan kiri Nixas.

Nixas ikut berbagi rasa sakit yang dialami Alicia. tangannya membusuk dan para belatung malah berlipat ganda jumlahnya seraya mengurai lengannya. Dengan spontan, Nixas mengeluarkan lingkaran sihir, lalu menggunakannya sebagai pisau bundar raksasa guna menghancurkan serta memutuskan lengannya sebelum gerombolan pemakan daging mencapai otaknya dan merubahnya menjadi kacung zombi. Para belatung yang berjatuhan ke tanah seketika mati dan terurai di tempat.

"TIDAK, BOCAH JAHANAM!" Si necromancer yang jahil itu menunjukkan perangai murkanya. "KALIAN SEHARUSNYA TIDAK MENGGANGGU, KALIAN SEHARUSNYA TIDAK BOLEH MENGGANGGU!"

Necromancer itu kembali berteriak, "Plaxenin-3499! Bunuh mereka semua!"

Plaxenin-3499 memuntahkan belatung-belatungnya kembali, kali ini secara beruntun ke tiap sudut ruangan secepat kilat Penjaga Petir. Aula pengadilan kembali menjadi ruang panik dengan para penyihir yang kocar-kacir.

Nixas tergeletak pucat dengan darah mengucur dari lubang raksasa yang dulu adalah lengan kirinya. Alicia yang juga tergeletak setengah sadar memandang pria muda itu dengan syok.

"Oh hebat, aku harus cebok pakai tangan kanan," gumam Nixas yang masih sempat melemparkan lelucon ditengah kepanikan massal.

"Ta-tanganmu …," sahut Alicia.

"Nona …," jawab Nixas pelan, "kau sebaiknya memang layak untuk diselamatkan."

Perasaan menyesal mulai menyelubungi si gadis kacamata. Apakah ini semua karena keegoisannya muncul lagi? Apa gunanya membuktikan sesuatu ke orang lain kalau sampai-sampai semua orang itu mati? Gadis bodoh.

Alicia mengucurkan air mata. Ia ingin mendekati Nixas, tapi seluruh tubuhnya kebas, menghalanginya untuk bergerak, apalagi meraih Orb yang tergeletak cukup jauh akibat dirinya didorong.

"M-maafkan aku," tangisnya. "Maafkan aku! Kamu seharusnya jangan menyelamatkanku. Kenapa kamu mau menyelamatkan orang bodoh sepertiku?"

"Nona Crimsonmane …."

"Aku memang bodoh, memang idiot! Seharusnya kamu menungguku mati dulu baru ambil bola sihir itu!"

"Hentikan itu!" Nixas terbatuk, "kau memang orang bodoh yang tak tahu apa-apa soal sihir, tapi bukan berarti kau pantas dihukum mati seperti itu."

Alicia sama marahnya dengan necromancer tadi. Dengan badan gemetaran, ia mencoba menopang tubuhnya. Kedua tangannya menumpu tanah, tapi rapuh bergoyang bagaikan senar gitar. Suaranya pun ikut bergetar. "N-necromancer sialan …! Aku b-benci pemegang sihir hitam! Kau tidak akan kumaafkan!"

Kedua tangan penumpu yang kelelahan saja hampir menumbangkan raga sang gadis. Kini ia malah mengambil satu tangannya ke udara, mencoba menggapai temannya si bola sihir.

"Ampunilah aku, Ilahi yang sunyi, tapi jika Arcane mengijinkanku untuk membunuhmu, akan aku lakukan!"

Sayangnya satu tangan penopang tak kuat lagi. Alicia malah jatuh tak sadarkan diri.

"Nixas!" Kirillios dan para agen langsung melaju mendapatkan koleganya. "Gawat, kau kehilangan banyak darah, bung. Vernasius! Sihir penyembuh! Bung Caeso! lindungi mereka selagi aku meraih bola sihir itu!"

Vernasius segera membekukan pembuluh darah Nixas dengan sihir untuk mencegah semakin banyak darah yang keluar. Caeso, dengan lingkaran sihir di tangannya membentuk balok batu dari lantai, untuk menghadang serangan belatung ke arah mereka.

Kirillios melihat Orb tergeletak beberapa meter jauhnya. Sembari mempersiapkan alat penyegel, ia berlari menuju Orb. Necromancer sadar akan hal itu, memerintahkan Plaxenin-3499 untuk menembakkan sejumlah belatung ke arahnya. Belum puas, ia juga menyeret korban bekas belatung sebelumnya kembali ke jenazah masing-masing guna menembaki Kirillios dengan rentetan peluru mana.

Tidak peduli jika terpojok, ia tetap menghindar dan menumpas para zombi tanpa menyerah. Ia mengeluarkan aliran petir dari kesepuluh jarinya, melayangkan beberapa zombi. Sihir petir itu masih mendatangkan banyak mayat hidup, Kirilios menciptakan pusaran air dengan mananya. Semakin banyak yang bangkit, ia memanggil sebongkah batu raksasa, lalu dengan kekuatannya, Batu itu terbagi-bagi menjadi kerikil-kerikil kecil. Rentetan remah tajam meledakkan tiap-tiap bagian tubuh para jenazah yang masih belum menyerah. Dengan segala usaha itu, Kirillios malah semakin tersudut.

Mendadak sebuah bintang jatuh menghantam kubah aula lalu lanjut meledakkan necromancer dan peliharaannya yang berada dalam titik ledak. Kesunyian Ilahi mungkin menjawab doa mereka, mengirimkan sekelompok bantuan dari langit! Para wizard baru muncul, terbang dengan sapu ajaib dan menunganggi griffin, menembakkan sihir ke para mayat hidup dan mengevakuasi mereka yang masih bernyawa.

Necromancer tersebut sekali lagi selamat dari kecupan maut. Begitu pula dengan Plaxenin-3499. Naasnya, mahluk menjijikan itu semakin menjijikan berkat daging kepala yang muncrat, dan sebuah lembing yang mengkilat-kilat—sapu sihir yang kelewat keren—tertancap di tenggorakan sang monster. Jadi itu hulu ledaknya tadi? Bukan main, benar-benar bukan sapu ajaib biasa! Plaxenin-3499 tidak bisa berteriak kesakitan apalagi memuntahkan belatung-belatung.

Seorang penyihir berpakaian jas dan fedora biru dengan bulu burung kuning mendarat di belakang gerombolan zombi yang sebentar lagi akan mengadakan pesta makan Kirillios. Dengan gesit ia membantu Kirillios membebaskan jiwa-jiwa yang terbelenggu oleh penyihir tengik kembali ke alam baka.

Mata Kirillios melotot menatap penyihir necis itu, sebelum dia mengeluarkan sepatah kata, penyihir itu sudah memotongnya duluan.

"Boleh aku pinjam itu? Biar aku saja yang segel," katanya.

Diambilnya alat penyegel Orb dari genggaman sang sorcerer. Kirillios tidak melawan sama sekali.

"Terima kasih," katanya lagi.

"Grand Magus Haddock, kau bajingan!" teriak Bartholomew dari jauh yang nampaknya sudah membuat dua tumpuk mayat hasil buruannya. "Sialan, dari mana saja kau?"

"Barthie, kau terlihat keren! Sepertinya kau berhasil mengurus situasi pengadilan ini dengan baik!" sarkasnya.

"Kau belum menjawab pertanyaanku!"

"Barthie, si necromancer masih ada di hadapanku. Bagaimana kalau pertanyaannya disimpan dulu, dan fokus membereskan bangkai-bangkai yang bertebaran di aula ini?" []