Terdengar jelas suara Erik ketakutan.
"Kamu di mana, Erik? Kamu kemana aja?"
"Siapa, Ed? Erik? Dia di mana?" cerocos Fitri.
"Dia nggak ngomong apa-apa selain minta tolong, Fit," jawabnya cemas.
Erik menutup telepon dan mengirim lokasi dia berada.
"Fit, aku cabut duluan, ya! Emily memintaku pulang."
"Dih, aku balik sama siapa?"
"Bis aja, nih." memberi uang seraya tersenyum lebar.
Ed bergegas mencarinya. Dia sudah menantikan momen ini untuk waktu yang lama. Masih teringat jelas apa yang terakhir Erik katakan dan inilah saatnya. Ed mengebut mengikuti arah lokasi yang di kirim Erik. Banyak hal yang ingin ia ceritakan pada sahabatnya itu.
Alamat itu menuntun Edward pada sebuah klinik terbengkalai yang di batasi garis polisi. Dari lorong rubanah, terdengar jelas suara orang mengobrol dan tertawa. Saat Edward datang, dia mendapati jika Erik baik-baik saja. Dia tampak bahagia dan ceria dengan rokok di tangannya.
Erik menyambut. "Edward! Selamat Datang, Kawan!"
Ed terpaku dengan bola mata terbuka lebar. "Erik? Kamu nggak apa-apa? Kamu kemana aja? Aku sama Fitri nggak bisa berhenti mencarimu!" jawabnya dengan terisak tangis.
Edward tak mengerti apa yang terjadi. Mengapa keadaan berputar tiga ratus enam puluh derajat. Erik terlihat sehat, berseka, wangi, bersetelan jas dengan rambut klimis. Dia nampak sangat baik-baik saja.
"Sorry jika aku telah membuat kalian khawatir. But I'm fine, really. Aku harus membuat drama agar nama orang tuaku nggak makin hancur, Ed. Aku minta maaf secara pribadi padamu karena selama ini aku telah membohongimu. Sebenarnya, aku sudah tahu kalo orang tuaku itu memang bandar. Dari kecil, aku di didik untuk menghadapi situasi layaknya tempo hari untuk berjaga-jaga. Tapi sekarang, aku nggak bisa tutupi apa-apa lagi padamu. Juga, aku turut bersedih atas apa yang menimpa Emily."
"Kamu sebenarnya siapa, Erik?"
"Namaku Eriko Fly Ernaman, anak bandar kartel terbesar di negeri ini. Selama aku hidup, aku terus memakai topeng untuk terus menjadi anak baik dan sekarang? Persetan semuanya! Aku nggak bisa jadi kayak gitu lagi. Hidupku sudah di atur orang tuaku serumit mungkin sampai aku harus kehilangan sahabat karibku, Willy. Asal kau tau, Ed ... sebenarnya dirimulah yang memegang peran paling penting di sini. Nahas, ada orang yang membuatku bungkam untuk mengatakan ini sebelumnya. Tapi, sekarang aku bebas. Aku punya kuasa dan kendali atas semuanya. Aku tahu kau dan Fitri kemana aja semenjak diriku kabur dan hilang kabar tempo hari. Hidupku dan hidupmu sebenarnya memang sudah akan berakhir kacau seperti ini."
Edward tak percaya jika ini kenyataan. Dengan tegas dia bertanya, "Lalu siapa yang menusuk Willy? Siapa Madam? Siapa anak elang? Siapa mata-mata? Aku lihat semuanya saat kau berpura-pura terkejut di acara itu!"
"Madam itu ibuku. Mata-mata itu orang terdekat kita, Amel. Orang tua Amel itu bawahannya temanmu, Rama. Ayah Amel hilang setelah bawahanku menusuknya karena dia menjual barang itu ke Abdul yang berakhir ke Willy. Kita semua bermuka dua, Ed! Dan untuk anak Elang ... aku belum bisa beri tahu."
Ed terkejut hebat. "Maksudmu? Kau tahu kalo Willy bakal mati? Siapa yang menusuk Willy?!" Ed geram.
Mengingat hal itu, Erik murung berubah sikap. "Ada satu berandal sialan yang berkhianat di antara kita, Ed. Dia jadikan organisasi ini untuk wadah balas dendam. Fantasinya buruk, dia menyabotase orang untuk beli barang darinya dan dia sendiri yang senang-senang bunuh pelanggan kita," jawab Erik dengan nada penuh amarah.
Edward terengah-engah mengingat satu-satunya orang yang membenci narkoba yang ia kenal adalah orang yang dekat dengannya.
"Rama?!"
Kepala Edward berdengung hingga membuatnya pingsan. Anak buah Erik membawanya ke ruangan lain.
Beberapa saat kemudian, Erik membantu Ed bangun dan tiba-tiba datang seseorang dengan setelan hitam. Dia adalah Abdul, anak buah Erik. Abdul berjalan sempoyongan menahan darah bercucuran dari perutnya.
"Abdul?!" ucap Edward kaget.
Abdul di tusuk oleh Rama karena memberikan informasi mengenai transaksinya dengan Willy pada Edward. Awalnya, dia meminta bertemu di tempat sepi untuk membahas kebenaran Willy. Rama takut tujuannya terhalang oleh Edward yang naif. Rama sudah lama kenal dengan Abdul. Namun, mereka pertama kali bertemu sejak pindah sekolah. Rama, Abdul dan Amel terhubung karena memiliki majikan yang sama, orang tua Erik.
Edward merenung memikirkan siapa sebenarnya yang ada di pihaknya. Ed ingat jika narkoba telah menghancurkan keluarganya dan peristiwa kematian ayah mereka berada di lokasi yang berdekatan.
Mengetahui Erik dengan Abdul akan baik-baik saja, Edward pulang dengan janji menutup mulut.
"Jangan pernah hubungiku lagi, Ed. Kau datang kesini aja, kapan pun, kalo mau," tegas Erik.
Edward mengangguk dengan senyuman tulus.
*****
Beberapa minggu kemudian ... Edward, Fitri, Aldi dan Rama Kembali sekolah. Emily di pindahkan ke sekolah lain karena bu Lastri sudah muak dengan SMA UTAMA. Bahkan, ia tampak kecewa pada Ed yang memilih untuk tetap di sana.
Erik memutuskan untuk melanjutkan bisnis orang tuanya dan pindah sekolah. Namanya telah bersih karena perisak yang Erik dorong hingga koma itu telah siuman dan berhasil Erik ancam. Suasana sekolah kembali normal, tapi semuanya makin suram di mata Edward, terutama prasangka buruknya pada Rama yang semakin hari semakin besar. Karena menyelam terlalu dalam, dia harus menghadapi banyak kebenaran yang menyakitkan. Ed berputar otak mencari tahap awal untuk membuka semuanya. Tiba-tiba, dia ingat Aldi si anak manja.
*****
Edward menghampiri Aldi di kantin, dia tampak tak acuh. Ed terus duduk di pinggirnya hingga akhirnya menoleh. Muka Ed berubah muram dan sendu. Dia memohon dengan sangat untuk mencari tahu informasi mengenai tragedi direktur yang mati misterius di pertambangan lima tahun yang lalu.
"Di, apakah kau bisa menolongku? Aku ingin tahu kebenaran apa yang di tutupi kepolisian saat menyelidiki kasus kematian Direktur Batu Bara yang pernah kau bahas di mobil waktu itu."
Aldi membelalak.
"A, apa hubungannya denganmu Ed?"
"Dia ayahku, Di," jawabnya sendu.
Bak tersambar petir, Aldi terkejut mendengarnya.
Dulu, Edward terlalu muda dan naif menyikapi hal ini sehingga ia hanya bisa ikhlas menerima dengan lapang dada. Tapi, kini, semuanya mulai terbuka. Jika memang penusuk itu adalah Rama, ia pasti punya alasan lain kenapa dia melakukannya.
Aldi berbisik. "Ini berbahaya, Ed. Aku sendiri juga takut sebenarnya. Tapi karena ini menyangkut ayahmu, akan kubantu."
Ed tersenyum tulus padanya.
*****
Malam saat rumah sepi, Aldi membuka berangkas ayahnya untuk mencari berkas kasus lima tahun lalu. Dia akan mulai dari kronologis kejadian. Dalam telepon, Aldi mengirim foto catatan kejadian yang asli. Tertulis jika Pak Widyo Angelo Wardiana meninggal dengan keadaan mengambang dan terdapat Morfin di tubuhnya. Jauh sebelum mereka menemukannya, ada laporan mengenai kasus korupsi yang di lakukan perusahaan itu, tapi hilang begitu saja karena tertutup oleh kasus kematian sang direktur. Edward ingat hal itu, dia pernah melihat ayahnya di periksa polisi dan panik karena rumor beredar cepat.
Setelah satu minggu melakukan investigasi, polisi tidak menemukan bukti lainnya. Maka secara mufakat mereka menuliskan jika kematian mendiang Pak Widyo di sebabkan oleh serangan jantung. Tak tega melihat mayat pak Widyo terus di awetkan, Bu Lastri menutup kasusnya dan menggelar pemakaman. Aldi menambahkan jika saat itu pun marak terjadi kasus pemerkosaan di daerah tambang.
"Makasih banyak, Di."
Kini, dia mulai bisa memecahkan bahwa narkoba adalah hal yang paling menonjol dalam semua kasus ini.
*****
Tiba di rumah, Ed tak melihat Rama hilir mudik di taman atau belakang rumah layaknya ia tengah bekerja. Edward turun menuju kamar Rama dan terkejut melihatnya terkapar.
"Rama? Apa yang terjadi?!"
Kakinya berdarah dengan luka sayatan. Seprai yang berwarna hitam itu diselimuti oleh darah segar yang kental. Edward panik bergegas menolongnya. Rama terlihat begitu kacau balau. Ia kehilangan kesadaran saat Edward membalikan tubuhnya.
"Rama. apa yang sudah kau lakukan?"
Saat hendak mengelap wajahnya yang terkena percikan darah, Edward mengelus poninya agar keningnya terbuka lebar.
Deg!
Edward tak pernah melihat jidat Rama karena selalu tertutup rambut poninya yang berkilau. Ia melihat ada bekas luka di dahinya. Tangannya seketika gemetar dan membiarkan kepalanya kembali tergeletak. Apakah ini mimpi atau sebuah kebetulan? Kamar Rama yang biasa rapih saat itu terlihat sangat berantakan.
Edward mencoba menjernihkan pikirannya dan segera bergegas mencari perban dan alkohol di lemarinya. Saat ia berjongkok ke bawah ranjang hingga ia melihat ada dua buah kantong plastik hitam di sudut kamar mandi yang berisi suntikan bekas pakai.
Saat Edward meraih kantong plastik hitam itu, suntikan di dalamnya jatuh berserakan dan menggelinding ke kolong ranjang. Edward berusaha meraihnya hingga ia merasakan ada suara ubin yang berongga dan terdapat cela diantara ubin itu.
"Tuk tuk!
Betapa terkejutnya Edward melihat banyak pisau, suntikan baru dan beberapa kemasan berlabel jenis-jenis narkoba.
"Apakah ini mimpi?"
Ed segera memeriksa kalung yang Rama pakai. Rupanya, ia tak memakai apa pun di lehernya kala itu. Edward terus mengubrak-abrik lemarinya hingga sesuatu bersilau dari arah lemari wastafel kamar mandi mengalihkan fokusnya.
"Kalung ini?!"
Edward geram. Ia kembali memeriksa tubuh Rama yang terkapar. Hanya satu lagi bukti yang kuat, yaitu bekas luka cakar di punggungnya. Dengan terengah-engah menahan kobaran amarah, Edward memeriksa punggung Rama dan betapa terkejutnya ia saat melihat punggungnya tengah di perban.
Kesabaran Edward habis. Ia bergegas menuju kamarnya dengan nafas yang tak bisa terkontrol setelah melihat bukti jika Rama memang seorang keparat yang berbahaya. Dia adalah si penusuk dan penyuntik, orang yang selama ini Edward cari. Dan, yang paling membuatnya marah adalah dia pria yang memperkosa Emily.
"Bangsat! Biadab! Kaparat!" Edward terus-terusan memaki Rama dalam kucuran shower yang menghujaninya.
*****
Awalnya, Edward ingin bertanya mengenai apa yang terjadi dengan kakaknya. Namun, setelah melihat kasus sabotase Willy, dia sadar jika Alisya adalah korban dari pemerkosaan yang di rencanakan Rama untuk balas dendam alih-alih mencari kepuasan atas apa yang menimpa kakaknya.
Dia memutuskan untuk menghakimi Rama dengan caranya sendiri. Tapi, ada apa dengan Emily?
*****
Beberapa hari kemudian, Aldi berkunjung ke rumah Ed, ia menemukan sebuah data. Dalam kertas itu terdapat huruf inisial acak, persis seperti huruf yang pernah Edward pecahkan untuk mendapatkan nama Abdul. Aldi menemukan data ini pada laptop ayahnya yang terbuka dengan website aneh, seperti situs judi yang isinya hanya narkoba saja yang di jual.
Aldi menunjukan foto tiap situs dan terlihat sama persis dengan yang sering di pakai Rama. Mereka pergi ke rumah Aldi untuk memeriksa situs itu secara langsung. Namun, sial, laptop itu dibawa ayahnya ke kantor. Dari beberapa foto, Ed melihat akun dengan nama YN0.
"Nama lengkap ayahmu siapa?"
"Yudi Suryono Nasa," jawab Aldi.
Edward menyeringai.
Secara tidak langsung, Edward menciduk bahwa ayah Aldi adalah bagian dari mereka. Edward menyatakan jika mereka harus terjun lebih dalam, demi keadilan orang tuanya. Dengan mengesampingkan amarah, Ed membawa Aldi menemui Rama.
*****
Di perjalanan, Edward memberitahu semua identitas Rama dan alasan dia menjadi pengedar. Aldi terkejut namun bisa mengerti rasa sakit Rama. Anak itu sama sekali tak ingat kejadian beberapa hari lalu.
Edward meminta Rama mencari tahu siapa pemilik akun YN0. Dia menemukan banyak akun, namun ada satu yang terdekat.
Dengan meretas sistem keamanan privasi, akhirnya dia menemukan profil seorang polisi bernama Yudi Suryono N. Aldi terkejut hingga terjatuh, dia tak percaya jika ayahnya bagian dari bisnis haram ini.
"A, ayah?" rintih Aldi.
Kini masuk akal, mengapa ayahnya selalu berusaha menutup mulut jika Aldi membahas kasus tambang, bahkan sampai marah dan kesal. Berniat mencari tahu kebenaran Edward, mereka malah mendapati kebenaran terbusuk polisi.
Aldi pulang dengan sejuta penyesalan dan sakit hati.
"Kakimu kenapa, Ram?"
"Jatuh, sial banget aku," jawabnya polos.
*****