Chereads / The Gladiol / Chapter 57 - Plan B

Chapter 57 - Plan B

"Sepertinya aku dikendalikan diriku yang lain."

"HA?!"

"Apa itu penting sekarang? Terus yang tadi itu apa? Plan B bodoh!"

"Kau tidak mengerti situasinya. Kalau aku dipecat, aku akan tetap memiliki kartu akses pegawai untuk beberapa hari sebelum benar-benar di tendang dari perusahaan, jadi setidaknya ada batas waktu yang cukup lama."

"Lalu aku?"

Alfa diam, dia membuka mulutnya tapi memutuskan tak bicara.

"Aku bagaimana? Kau meninggalkan aku sendirian di sini? Apa robin punya hak meninggalkan batman? Kau bahkan tidak membahas plan B itu denganku. Dasar egois!"

"Aku tahu kau akan seperti ini. Makanya aku tidak bisa bilang."

Bugh!

Amy memukul dadanya agak keras. Alfa meringis dan terkejut sejenak. Ia membulatkan matanya tidak paham.

"Jangan bicara denganku lagi." Amy turun dari ranjang. Tapi Alfa mencegah dengan menarik lengannya.

"Kita belum selesai."

Amy menoleh.

"Dimana kau tadi? Dimana kau saat aku mencarimu tadi?!"

"Aku di atap bersama manajer. Sepertinya aku menggoda om-om itu."

"Apa?" Alfa panik, ia membalikkan tubuh Amy agar menatapnya. "Apa yang dia lakukan padamu?"

"Aku tidak ingat."

"Mana mungkin kau sampai tidak ingat, huh? Cepat ingat dengan benar?! Bagaimana jika dia melakukan hal aneh padamu?!"

"Kenapa kau marah padaku?"

"Arggghh." Alfa mengacak rambutnya. "Kau benar-benar tak mengingatnya?"

Amy membuang muka lalu melepaskan tangan Alfa di bahunya. Ia membuka tirai dan keluar dari sana. Alfa hanya bisa menghela napas panjang.

Amy mengingat kembali kejadian tadi.

Saat ia berjaga di depan pintu dan jarak tinggal beberapa meter, ia terus menoleh ke arah belokan, jantungnya berpacu dengan cepat. Ia melirik cctv dan kamera telah menyala setidaknya 30 detik. Telapak tangannya panas dingin sedang Alfa tak ada suara lagi di telinga. Tiba-tiba Amy mendapat ide.

Dibukanya kancing atasnya hingga baju bagian dadanya terbuka sedikit, roknya ia agak angkat ke atas, hingga setengah paha, rambutnya yang ia kucir digerai seluruhnya di bahu kirinya. Ia menoleh ke kanan dan bersiap menyambut manajer dengan pose seksi.

Klik. Ia mematikan alat komunikasinya.

Benar saja, manajer berbelok dan ia mendapati Amy berdiri di depan ruangannya dengan menyilangkan dua lengannya di bawah dada. Manajer fokus ke bajunya yang terbuka dan roknya yang menjadi begitu pendek padahal ia hanya staf bagian gudang.

"Waw! Bukankah dia pegawai baru yang kemarin? Apa dia selalu berpakaian seksi seperti ini? Hihi." manajer tersenyum nakal dan mendekatinya, ia berbicara basa-basi.

"Bukankah kau pegawai baru kemarin?" manajer melirik-lirik bagian tubuhnya yang menonjol sembari tersenyum nakal dan licik seolah merencanakan sesuatu.

Amy melirik cctv yang masih menyala. Ia tersenyum kecil lalu menjalankan idenya.

"Manajer…" panggilnya manja. Amy memegang lengannya dengan sentuhan nakal lalu mendekatkan tubuhnya.

Manajer begitu linglung dan tidak kuat. Ia merangkul pinggang Amy dengan kedua tangannya.

Sementara itu penjaga cctv yang melihat adegan tidak senonoh di kamera cctv, segera ambil tindakan. Ia mematikan karena yang menghadap ke pintu manajer. Dan karena itulah Alfa melihatnya baru dihidupkan saat ia keluar. Penjaga baru menghidupkan kembali setelah beberapa menit.

"Apa yang kau inginkan?" tanya Manajer.

Amy mendekat dan berbisik. "Di gudang sepertinya AC nya rusak. Bagaimana ini? Aku jadi sangat panas sampai-sampai ingin bekerja dengan telanjang."

Seolah disengat petir ribuan volt, manajer kegirangan mendengar desisan dari pegawai muda yang cantik nan seksi itu. Ia menarik lengan Amy dan berjalan di koridor lalu melewati tangga di ujung lorong agar tidak terekam cctv. Keduanya naik sampai atap gedung atau balkon. Kebetulan di sana sepi. Ada sebuah sudut yang agak menjorok dan ditutupi dinding. Manajer menariknya ke sana.

"Kau serius menggodaku seperti ini? Kau sendiri yang memintanya ya, jangan salahkan aku."

Manajer memegang pipi halus Amy dengan tangan tangan kirinya, sedang tangan kanannya berusaha memegang pahanya. Mendadak ingatan Amy kembali di hari dimana Arvy berusaha memperkosanya saat di bar.

Degh!

Amy terkejut dan bernapas dengan cepat dan pendek. Manajer berusaha menyudutkannya di dinding, ia memegang ujung rok Amy, tangannya hendak menyelinap masuk ke dalam rok, namun tiba-tiba pintu terbuka hingga menimbulkan suara keras. Seorang pegawai tengah menelepon seseorang dengan nada marah-marah.

"Apa? Kau gila?! Bagaimana bisa kau belum menyuntingnya?! Atasan akan memarahiku karena laporan itu! Astaga! Dasar kau ini tidak becus bekerja!"

Amy mengambil kesempatan itu untuk mendorongnya pelan.

"Manajer, kita tidak bisa melanjutkannya. Orang itu mungkin akan mendengar kita." Amy menyingkirkan tangannya dari pahanya lalu berjalan mendahuluinya.

"Kau mau kembali bekerja sekarang?"

"Tentu saja."

Amy mengedipkan salah satu matanya dengan imut. Ia keluar dari area itu dan meninggalkan manajer sendirian. Ia berjalan melewati pria yang tengah bertelepon.

"Tunggu dulu," pegawai itu mendadak menghentikannya.

"Ada apa?"

Pegawai itu melihat penampilan Amy dari ujung kepala hingga kaki. Wajahnya mengernyit dan terlihat kaku.

"Kau di bagian mana?"

"Staf di gudang lantai 2."

"Tapi kenapa seragammu seperti itu? Apa kau bekerja di bar?!"

"Eh?" Amy terkejut mendengarnya. Ia memperhatikan kartu nama yang tergantung di leher orang itu. Ternyata dia adalah ketua pemasaran I, entah apa artinya itu, tapi ia memutuskan untuk menunduk sopan. "M…maafkan aku, Pak."

"Perbaiki pakaianmu dan kembalilah bekerja."

"B…baik, Pak."

Amy melihat raut wajah atasan itu yang nampak kesal pada semua orang terutama pada orang yang dihubunginya. Amy hanya geleng-geleng kepala. Ia kembali ke gudang dan di sana ia langsung menenangkan diri di ruang yang ditutupi tirai untuk beristirahat sejenak sembari membenahi pakaiannya. Semua pegawai belum kembali dari kantin, beberapa menit setelah Amy membenahi bajunya, para pegawai yang lain baru kembali. Mereka menyapanya.

"Kau sudah kembali? Aku tidak melihatmu di kantin tadi."

"Eh iya, tadi perutku mulas," Amy memegang perutnya dan berakting.

"Kalau begitu istirahatlah dulu," sahut senior.

Amy mengangguk, lalu menutup tirainya kembali. Saat itulah Alfa baru kembali dengan ngos-ngosan, penuh keringat dan linglung.

Kembali ke jam sekarang.

Amy dan Alfa kembali bekerja. Menyusun kardus, menatanya menjadi tumpukan tinggi, memilah mainan dengan teliti lalu kembali memasukkannya ke kardus dan menyelotipnya. Senior mendata barang yang sudah dipilah. Amy hendak mengambil selotip di meja, namun selotipnya jatuh. Ia harus berjongkok dan mengambilnya.

Tepat saat manajer masuk dan mengecek pekerjaan para pegawai baru, ia melirik Amy yang berjongkok dari belakang.

"Apa ia sengaja memamerkan pantatnya karena tahu aku datang? Ah bocah nakal itu," manajer tersenyum licik.

"Manajer, apa kau akan mengambil daftarnya?' tanya Senior Tina.

"Tidak, tidak. Aku mencari pegawai yang namanya itu lho siapa?" manajer menunjuk Amy.

"Dia? Namanya Amy Satria."

"Siapapun itu namanya tidak penting, suruh dia segera ke ruanganku!"

Para pegawai lain terkejut mendengarnya.

"Tapi dia sedang bekerja, Pak."

"Kau berani denganku, huh?!" Manajer berteriak pada Tina. "Akulah yang menyelamatkanmu agar tidak dipecat, berani-beraninya menentangku!"

Setelah mengatakan itu manajer keluar dengan raut wajah pura-pura marah sembari meletakkan kedua tangannya di belakang. Para pegawai mengira mereka membuat kesalahan. Amy sendiri tahu apa motif tersembunyi manajer itu.

Amy mendekat ke arah Tina, begitu juga pegawai yang lain.

"Kau tidak apa-apa, Kak?"

"Tidak apa-apa. Kata-katanya memang benar," Tina menunduk sedih.

"Manajer benar-benar keterlaluan. Bagaimana bisa dia berkata kasar begitu." pegawai yang lain membela.

"Dan kau Amy, apa kau membuat kesalahan?" tanya yang lain.

"Tidak tahu."

"Kau sedang tidak enak badan, wajahmu pucat. Apa kau akan menemuinya?"

"Tidak kok, aku baik-baik saja. Lagipula aku tidak punya pilihan lain selain menemuinya."

Atmosfer di sana berubah menjadi tidak nyaman. Pegawai lain takut dimarahi atasan, dan Tina juga paham situasi di perusahaan namun tak bisa mengatakan apa-apa.

"Dasar anj*ng koruptor sialan!" umpat Alfa dalam hati.

Ia mendekati Amy dengan wajah yang tak santai. "Izin saja kalau kau sakit. Manajer cuma ingin menumpahkan kekesalannya pada kita."

Yang lainnya menyetujui pendapat Alfa.

"Izin saja, My," kata Tina.

Amy menggeleng dengan senyum cerah.

"Kau ini keras kepala sekali, sih!" teriak Alfa

"Kenapa kau terus berteriak padaku?"

"Harusnya kau paham situasinya?"

"Lalu aku bisa apa? Menentangnya dan dipecat dari sini?!"

Para pegawai lain bingung melihat mereka yang sejak dari tadi terus bertengkar.

"Sebenarnya hubungan mereka apa sih?" bisik yang lain.

"Kalau begitu terserah kau saja." Alfa mundur lalu kembali mengerjakan pekerjaannya. Wajahnya memerah, ia sangat kesal.

Amy memutuskan keluar dan melangkah menuju ruangan manajer. Tangan kirinya tiba-tiba gemetaran. Ia terus teringat dengan kejadian di balkon saat manajer berusaha menyelipkan tangan ke roknya, dirinya juga ingat kejadian di bar dengan Arvy.

Amy sampai dan berdiri di depan pintu. Ia menatap kenop pintu dan ragu sejenak.

"Aku harus tenang. Pokoknya harus tenang."