Chereads / The Gladiol / Chapter 60 - Portir

Chapter 60 - Portir

"Siapa yang memukulinya? Kenapa dia memukuli Alfa sampai seperti itu? Apa yang orang itu mau?"

"Amy!" teriak Dio sembari memegang kedua bahunya. Ia menyadarkannya dari kepanikan. "Kita harus menemukan orang yang melakukan ini pada Alfa." (Bab 49)

Dio menenangkannya dan membantunya duduk. Amy kembali tenang dan perlahan ia tertidur di bahu Dio

Dari arah lorong seseorang berlarian ke arah mereka.

"Arvy." Dio tidak percaya ia menyusul kemari.

"Bagaimana kondisi Alfa?" napasnya tak beraturan.

"Masih operasi."

Arvy melirik Amy yang tertidur di bahu kakaknya. Ia menghela napas panjang dan berat, ia tahu ini pasti hari yang berat untuk anak itu.

"Dia pasti belum makan apapun," kata Arvy.

***

"Dimana kau sekarang?" tanya Rataka pada orang di seberang telepon. Ia mengendarai lamborghini dengan kecepatan di atas rata-rata. Wajahnya datar dan serius.

"Aku di markas kepolisian," sahut pria itu, dia adalah Holan.

"Kita harus bicara."

"Aku akan datang ke bar-mu."

Panggilan singkat itu berakhir.

Mereka berdua bertemu di bar Rataka.

"Kau sudah makan?" tanya Rataka sesampainya di sana. Ia tertawa pelan. "Kau sampai di bar ku lebih cepat dari pada aku."

Holan duduk di kursi tunggal panjang, ia menikmati secangkir wine sembari menggoyang-goyangkan gelasnya.

"Apa ada masalah di rumah?" tanya Holan.

"Ada."

Holan berhenti memainkan gelasnya dan menatap Rataka.

"Aku akan langsung membahasnya sekarang," Rataka duduk di depannya, ia menuang alkohol dari botol yang sama lalu meminumnya.

Holan serius mendengarkannya.

"Kau tahu Alfa?"

"Tentu saja. Dia teman dekat Amy sejak sekolah. Katanya dia teman saat di panti dulu."

"Apa kau juga tahu kalau putrimu tinggal di apartemen yang sama dengannya?"

"Ah kau ini. Tidak usah muluk-muluk. Aku sempat mencari tahu tentang anak itu, dan aku tidak menemukan kejanggalan apapun."

"Aku tidak akan mengulanginya, dengarkan aku baik-baik. Alfa, anak itu…dia bagian dari orang yang membuat istrimu koma."

Degh!

Tangan Holan lemas, gelas yang ia angkat membentur di meja dengan suara keras. Ia terdiam membisu, berusaha mencerna apa yang di dengarnya.

"A..apa yang terjadi sebenarnya?"

"Aku tidak tahu siapa dia dan dari mana asal-usulnya tapi aku akan jujur sekali saja. Dulu saat kau memintaku untuk datang melindungi Amy, kau bilang ada kekuatan besar yang seperti membaur dan sulit terdeteksi, itu adalah Alfa."

"Apa maksudmu? Kau bilang waktu itu tidak ada ancaman apapun!"

"Aku tahu, aku tahu! Karena itulah kita sedang membicarakan itu sekarang. Alfa memiliki atasan, aku tidak paham bagaimana konsep literalnya, tapi atasannya itu membuatnya tak terdeteksi apapun."

"Bahkan untuk orang sepertimu sekalipun?" Holan kecewa.

"Iya," Rataka mengakuinya. "Dia tidak berbuat buruk pada Amy, sejauh ini tidak ada terjadi apapun kan? Keadaan Amy netral, kecuali kondisi mentalnya karena pengaruh mantra ilusi. Dan uniknya, kau tahu Alfa sekarang?"

"Dimana?"

"Koma. Dia koma sekarang."

Holan tak habis pikir. Ia tak bisa memikirkan kemungkinan yang terjadi.

"Apa atasannya membuangnya?"

"Sepertinya begitu. Aku menebak tugas anak itu bukanlah mencelakai Amy, melainkan mengawasinya. Namun aku belum tahu untuk tujuan apa."

"Itu artinya dia sudah mengawasi putriku bertahun-tahun." Holan kesal, ia menggertakkan giginya. "Kenapa kau menyembunyikan sesuatu yang penting dariku? Kau tahu aku perlahan lapuk oleh usia, tapi kenapa kau tak cekatan memberitahuku, Taka?!"

"Karena ini bukan hanya menyangkut keluargamu, tapi juga bangsa penyegel mantra. Tentang sekte yang mengambil para perempuan dari keturunan kita untuk dijadikan tumbal!" Rataka balas menatap tajam Aholan, namun ia hanya bisa meneriakan hal itu dalam hatinya, karena ia tidak bisa memberitahunya sekarang.

Masalah pilar harimau akan ia bahas dengan direktur nanti.

"Kenapa kau tidak memberitahuku sejak awal?!"

"Karena putrimu menyukainya!"

"Apa?!" Holan tertegun mendengar itu. "Bagaimana bisa…"

"Dia sahabatnya sejak di panti asuhan. Ia memiliki satu teman lagi namanya Rama, namun entah itu nama asli atau bagaimana, yang jelas anak satunya seolah tak pernah ada dna terdengar hingga sekarang. Yang tersisa adalah Alfa, aku juga tidak tahu bagaimana Alfa bisa berakhir menjadi bagian dari musuh kita, tapi fakta bahwa anak itu adalah teman putrimu, dia pasti memiliki alasan kuat. Dan kenyataan bahwa sekarang dia koma…" Rataka menarik napasnya. "Ia pasti melindungi sesuatu."

"Ini sulit, aku sulit menerimanya!"

"Holan! Dengarkan aku! Dia memiliki mantra kutukan yang sama dengan Nadia, meskipun tingkatannya lebih rendah. Anak itu bisa mati kapan saja di tangan mereka. Selama ini aku menjamin Amy baik-baik saja, bukankah itu sudah lebih cukup untukmu? Bukankah kau juga menginginkan putrimu hidup normal?"

"Apa?"

"Alfa…anak itulah yang membuat putrimu hidup normal hingga saat ini."

"Apa maksudmu? Bicaralah yang jelas!"

"Kenapa kau belum paham juga! Apa kau tidak pernah muda? Mau sampai kapan kau mengira anak-anakmu adalah anak-anak yang selamanya akan berada di bawah ketiakmu? Mereka sudah dewasa, Holan. Amy maupun Dio. Mereka memiliki orang yang mereka sukai dan ingin lindungi, sama sepertimu yang ingin melindungi isterimu."

Holan memegang dahinya, menutupi matanya dengan telapak tangan. Ia menghela napas panjang sembari berkaca-kaca.

"Apa masa itu akhirnya datang sekarang? Aku seperti orang tua yang kolot, maafkan aku, Taka. Kau harus menjelaskannya seperti ini."

Rataka menepuk bahunya. "Kawan, tidak apa-apa seperti ini. Aku tidak tahu bagaimana rasanya memiliki keluarga. Tapi aku kira kau sudah menjadi ayah yang sangat baik untuk mereka, percayalah."

"Rasanya seperti baru kemarin aku mengadopsi Dio dan Amy. Bagaimana mungkin mereka tumbuh secepat ini. Nadia, cepatlah bangun, kau harus melihat anak-anakmu yang sebentar lagi mungkin akan meninggalkan kita."

"Hei, kenapa kau berkata seperti itu. Aku tidak mengatakan mereka kan segera menikah, kan?"

"Mungkin aku terlalu lama bekerja di kepolisian, sepertinya aku jadi makin kaku dan lemah."

"Apa? Apa itu bahkan mempengaruhimu?" Rataka tertawa. "Ayolah jangan lembek seperti ini, kau tidak lihat direktur, kau tidak lihat ayahmu huh?! Masa kau kalah? Memalukan sekali astaga!" Rataka tertawa. "Aku akan mengambilkan wine terbaik ku kali ini."

Rataka mengambil salah satu botol di rak belakangnya, membuka lalu menuangkannya di gelas kosong Holan.

"Apa aku berhenti saja dari kepolisian?"

"Kau gila, justru itu aku memanggilmu kesini, sialan!"

"Apa maksudnya."

"Aku belum selesai membahas tentang Alfa. Aku minta kau selidiki tentangnya. Aku kemarin melihat dia diletakkan begitu saja oleh seseorang di depan rumah sakit. Saat ini Alfa tengah dirawat di sana.

"Rumah sakit Satria?"

"Iya. Aku tidak tahu apa ini kebetulan atau tidak. Tapi ada dua kemungkinan pelaku mengantar Alfa ke rumah sakit milik keluarga Satria. Pertama, kemungkinan tempat kejadian dia menyiksa Alfa dekat daerah situ atau yang kedua, dia menyerahkan anak itu pada kita dan membuangnya."

"Aku paham maksudmu. Karena dia sudah tidak berguna lagi, kemungkinan besar nak itu akan mati semakin tinggi. Sepertinya mereka tahu kalau Alfa dan Amy memiliki hubungan lebih dari pengawas dan yang diawasi."

"Kau sudah kembali pada dirimu yang logis sekarang."