Nabila berada di sebuah taman bermain yang berada tidak jauh dari sekolahnya dia sedang menunggu sahabatnya mereka sudah berjanji sebelumnya akan pergi bersenang-senang hari ini tetapi sepertinya Nabila berangkat terlalu cepat karena sudah 15 menit dia di sini belum ada juga tanda-tanda kemunculan sahabatnya itu.
Nabila duduk di salah satu bangku yang tersedia di taman bermain tersebut dia memperhatikan anak-anak yang sedang bermain di tengah arena, ada yang sedang bermain seluncuran, ayunan atau berlari-larian bersama teman-temannya yang lain sesekali Nabila tersenyum saat melihat wajah polos dari anak-anak yang sedang bermain dengan riang gembira.
Tidak lama kemudian terlihat Reva dari jauh yang sedang kebingungan mencari dirinya, Nabila berdiri dia melambaikan tangan tinggi-tinggi agar Reva bisa melihat dirinya.
"REVA!" teriak Nabila memanggil nama sahabatnya itu. Reva menoleh ke sumber suara terlihat Nabila yang berada tidak terlalu jauh dari tempatnya berada saat itu dia menghampiri Nabila dengan sedikit berlari.
"Huh.. huh.." Reva terlihat terengah-engah setelah berlarian padahal dia berlari tidak lebih dari 30 langkah.
"Sorry gua telat, macet" alasannya.
Nabila hanya mengangguk dia seperti sudah terbiasa dengan keterlambatan sahabatnya itu, Reva duduk di sebelah Nabila dia mengatur napasnya yang masih tidak beraturan agar kembali normal.
"So, where we go?" tanya Nabila saat melihat Reva sudah kembali normal.
Reva terdiam sejenak sebelum akhirnya tersenyum penuh arti dia menatap Nabila di sebelah yang justru terlihat sedikit ketakutan dengan ekspresi yang dibuat oleh Reva.
"Menaklukkan hari, Let's go!" ucap Reva penuh semangat dia menarik tangan Nabila agar ikut dengannya pergi dari tempat tersebut Nabila yang tidak mengerti hanya mengikuti sahabatnya itu.
"Maksudnya?" tanya Nabila dia masih menahan tubuhnya dari tarikan tangan Reva meskipun akhirnya dia ikut juga.
"Follow me!" ucap Reva dia menarik tangan Nabila lagi dan kali ini berhasil dengan Nabila yang terpaksa ikut berlari mengikuti Reva padahal sebelumnya Reva terlihat kelelahan saat berlari yang tidak lebih dari 30 langkah namun sepertinya itu hanya formalitas saja.
"Hei tunggu!" seru Nabila terkejut dengan kekuatan Reva yang lebih kuat 2x lipat dari sebelumnya.
***
Angel terbangun dengan keringat membanjiri tubuhnya napasnya tidak beraturan terlihat dari dadanya yang naik turun, Angel menoleh ke belakang dilihatnya jam weker yang berada di meja kasur sudah menunjukkan pukul 9 pagi, dia mengambil jam weker yang berbunyi berisik di antara pigura dirinya yang terpajang di sana Angel berusaha untuk mematikannya namun karena dia terlalu terburu-buru membuat dia seakan kesulitan hanya untuk mematikan jam tersebut.
"BERHENTI!" teriak Angel kesal karena jam tersebut tidak mau berhenti, Angel menekan-nekan tombol stop pada jam tersebut namun bukannya berhenti Angel justru merasa jika suara dari jam itu menjadi lebih nyaring dari biasanya karena kesal Angel membanting jam weker yang tidak bersalah itu ke lantai dengan keras, jam tersebut hancur berkeping-keping Angel hanya menatapnya saja dia kemudian bangkit dari kasurnya memutuskan untuk keluar dari kamarnya tersebut.
Di sebuah kawasan elite yang berada di daerah Jakarta Selatan hampir semua bangunan di dalamnya terlihat sepi hanya ada beberapa yang terlihat menampakkan dirinya, meskipun terlihat seperti rumah-rumah kosong pada kenyataannya di dalam rumah-rumah besar itu semua anggota keluarga sudah sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing.
Sebagai contoh di salah satu rumah besar dengan dominasi warna putih para penghuninya sudah sibuk sedari subuh tadi terlihat di luar ada beberapa orang yang sedang bekerja membersihkan taman dan mengelap kaca besar pemilik rumah. Angel turun dari lantai dua dilihatnya lantai satu dari atas sangat luas namun juga sangat sepi.
"Pagi non Angel. Mau sarapan apa non biar Bibi buatin?" sapa seorang perempuan paruh baya tersenyum ramah kepada Angel.
Angel menarik kursinya, "Gak perlu Bi aku makan ini aja" jawab Angel seraya mengambil roti tawar yang ada di atas meja
Bibi tersenyum dia kembali membereskan peralatan di dapur yang masih berantakan, Angel tidak sengaja melihat gelas yang biasa dipakai oleh Papanya masih tergeletak rapi di dalam rak.
"Papa belum berangkat Bi?" tanya Angel membuat Bibi menghentikan aktivitasnya, dia menoleh kearah Angel yang masih asyik menikmati roti tawarnya.
"Belum non" jawab Bibi singkat, dia menoleh kearah anak tangga dan melihat tuannya sudah turun dari sana, "Itu Papa non" lanjutnya memberi tahu kepada nona mudanya itu.
Angel menoleh kearah petunjuk yang diberikan oleh Bibi dia melihat pria dewasa yang sudah hampir berusia setengah abad itu turun dengan gagahnya dari atas sana. Angel bersikap acuh melihatnya dia kembali mengunyah roti tawar yang tinggal setengah di atas piring.
"Masih ingat rumah kamu" sindir Papa tiba-tiba sesampainya di meja makan
Angel tidak menanggapi ucapan Papanya tersebut dia tetap asyik mengunyah rotinya.
"Lain kali kalau pulang mabuk, gak usah pulang kerumah" ucap Papa, "kamu tahu kehadiran kamu semalam itu mengganggu seisi rumah"
Angel tersenyum sinis mendengar ucapan Papanya tersebut, "Ya!" jawab Angel dengan nada yang sedikit meninggi, dia melirik malas kearah Papanya yang sibuk dengan layar smartphone miliknya
"Jangan berbuat ulah, sebentar lagi kamu lulus. Kamu tahu itu?!" peringat Papa, setelah mengatakan itu Papa mengambil dokumen dan memasukkannya ke dalam tas dia pun pergi dari meja makan meninggalkan Angel tanpa menyentuh sedikitpun makanan yang telah tersedia di sana.
Angel yang melihat langkah kaki Papanya tersebut hanya bisa menatap punggung bidang itu pergi begitu saja, Angel kembali mengambil roti tawarnya yang tinggal sedikit namun saat melihat banyaknya makanan yang berada di atas meja Angel tidak berselera untuk memakan roti tawarnya lagi.
"Minimal dia bisa makan sedikit" gumam Angel
Angel bangkit dari duduknya dia kembali ke kamarnya lagi bersiap-siap akan pergi ke mana pun yang dia inginkan. Angel menuju ke garasi dia melihat beberapa koleksi mobil miliknya, dia sedang memilih mobil mana yang akan dia gunakan hari ini untuk pergi, pada akhirnya dia memilik sebuah mobil sport warna merah terang yang merupakan mobil favoritnya untuk menemani dirinya hari ini.
Angel menyalakan mesin mobil saat hendak menginjak pedal gas smartphonenya bergetar ada sebuah notifikasi di sana dilihatnya notifikasi tersebut dari seseorang yang sangat dia benci dalam hidupnya, Angel mengabaikan pesan yang masuk tersebut dia menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya dengan kecepatan yang mendekati maksimal.
tanpa sadar Angel mengingat apa yang terjadi saat dia terbangun dari tidur, pagi harinya telah rusak bahkan saat dia di dalam mimpi.
"Perfect morning!" gumam Angel dengan senyuman sinis di wajahnya.
***
Nabila melongo melihat tempat yang akan mereka kunjungi dia tidak menyangka Reva akan mengajaknya ke sini. Nabila menoleh kearah Reva yang sedang antri membeli tiket karcis untuk mereka berdua di kasir sedangkan Nabila masih berdiri di depan pintu masuk, dia tidak yakin akan masuk ke dalamnya.
"Nab, ayo masuk!" ajak Reva, dia menunjukkan dua buah tiket masuk kepada Nabila.
Nabila mengangkat sebelah alisnya, "Lo yakin mau masuk?"
"Iya. Ayo!" balas Reva dengan mantap dia menarik tangan sahabatnya itu agar mengikutinya masuk ke dalam.
Pada akhirnya mereka masuk ke dalam wahana satwa atau kebun binatang yang berada didaerah Jakarta, Reva mengambil peta tempat tersebut dia sedang melihat-lihat tempat mana yang akan mereka datangi terlebih dahulu berhubung hari ini merupakan hari libur ada banyak pengunjung yang datang kebun binatang pun menjadi sangat ramai yang didominasi oleh para keluarga dengan anak-anak mereka.
"Kayaknya yang datang ke sini statusnya masih sekolah kita doang deh" ucap Nabila dia melihat ke sekitarnya banyak pengunjung yang membawa anak selain mereka, "yang lainnya udah berkeluarga dan punya anak" lanjutnya lagi
Reva masih memegang peta dia sedang fokus melihat denah tempat di sana, "Siapa peduli, lagian gak ada tulisan harus bawa bocil untuk masuk ke sini"
Nabila sedikit cemberut mendengar jawaban Reva, padahal dia sedang menyindir temannya itu tetapi Reva justru terlihat tidak peduli.
"Gua mau lihat harimau, dia di sebelah sana. Ayo!" ucap Reva dia berjalan terlebih dahulu meninggalkan Nabila yang masih terlihat sebal.
"Tungguin!" teriak Nabila yang melihat sahabatnya itu sangat bersemangat untuk melihat harimau.
Di lain tempat Sari sedang berada di sebuah rumah sakit besar. Dia menyapa beberapa staf rumah sakit yang dilewatinya dengan ramah, staf rumah sakit membalas sapaan tersebut dengan ramah pula. Sari bukan ingin berobat atau mengunjungi seseorang dia merupakan seorang relawan di rumah sakit tersebut.
Beberapa kali dia telah mengunjungi rumah sakit tersebut dan menghibur para pasien terutama anak-anak yang ada di sana, anak-anak selalu suka saat Sari datang berkunjung dan Sari juga terlihat senang setiap kali mengunjungi mereka.
"Kak Sari?!" panggil sekumpulan anak-anak yang berada di taman. Sari yang melihatnya menghampiri mereka
"Hai" sapa Sari ramah kepada anak-anak, "kalian sedang apa di sini?" tanya Sari kemudian.
"Menggambar" jawab anak-anak serempak. Salah satu anak menghampiri Sari dia menunjukkan lukisan yang di gambarnya, Sari mengambil kertas hasil lukisan anak tersebut dia tersenyum melihatnya.
"Wah lukisan kamu bagus banget" puji Sari. Anak tersebut tersenyum malu-malu mendengar pujian yang diberikan oleh Sari kepadanya.
"Makasih kak" balas anak itu, setelahnya bergantian anak yang lain menunjukkan hasil dari lukisan mereka. Sari dengan sabar melihat hasil karya mereka satu-per satu seraya memberikan komentar pujian yang membuat mereka senang.
Salah seorang perawat yang menemani anak-anak tersebut menghampiri Sari dia sangat senang dengan sikap Sari yang perhatian kepada anak-anak di rumah sakit itu.
"Terima kasih ya Sari" ucap perawat pria tersebut
Sari tersenyum, "Alah.. kayak gak biasa aja"
"Dari kemarin mereka nanyain kamu, 'ke mana kak Sari kok dia gak datang?', 'kangen kak Sari', pokoknya Sari, Sari, Sari" keluhnya kepada Sari
Sari menyengir mendengar keluhan tersebut, "Kamu baru sadar siapa idolanya di sini" ledeknya kepada perawat pria tersebut.
"Kak Sari?!" panggil salah satu anak perempuan yang manis dia menarik baju yang dikenakan Sari agar bisa mendapat perhatiannya.
Sari menoleh melihat ke bawahnya dia tersenyum kepada anak kecil manis tersebut, "Iya sayang ada apa?" tanya Sari ramah
"Kemarin kakak janji mau bacain kita cerita" rengeknya, "ayo kak bacain kita cerita"
"Tetapi hari ini kakak-"
"Iya kak ayo bacain cerita" sela anak yang lainnya mereka ikut merenggek kepada Sari.
Sari yang melihat rengekkan tersebut menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal dia lupa membawa buku cerita yang seharusnya dibacakan hari ini.
Perawat pria itu menyenggol Sari yang tampak kebingungan dia menunjukkan sebuah buku yang sudah di persiapkannya sejak tadi.
"Nih, gua tahu lo pasti butuh ini" ujarnya. Sari tersenyum mengetahuinya dia mengucapkan terima kasih tanpa suara kepada perawat yang sudah sangat akrab dengannya. Perawat itu mengangguk sebagai jawaban dia juga tersenyum melihat Sari yang senang.
"Kalau gitu gua tinggal ya" ujarnya kemudian, Sari mengangguk sebagai jawaban
Setelah kepergian perawat itu Sari berbalik menghadap ke anak-anak dia mengangkat buku bacaan yang diberikan oleh perawat itu untuk ditunjukkan kepada anak-anak.
"Siapa yang mau dengerin cerita?" tanya Sari yang dibalas jawaban antusias anak-anak yang mau mendengarkannya. Tanpa disadari oleh Sari dan yang lainnya perawat pria tersebut menoleh kembali melihat kearah Sari berada, dia ikut tersenyum setiap kali melihat Sari tersenyum.
***
Angel berada di pusat perbelanjaan terbesar yang ada di wilayah tersebut dia mengambil secara random baju yang ada di sana tanpa peduli nominal uang yang dia keluarkan, Angel bahkan tidak perlu mencoba baju yang hendak dibeli dia hanya mengambil lalu menuju kasir dan segera membayarnya.
"Bawakan aku semua model terbaru di tempat kalian" ucap Angel membuat para pegawai yang ada di sana heran
"Cepat!" perintah Angel, para pegawai tersebut bergegas mengambil produk terbaru dan limited edition ditempat mereka.
Pakaian dengan model terbaru berjejer rapi di rak gantung terbuka para pegawai membawa beberapa rak untuk mereka perlihatkan kepada Angel.
Angel berjalan mendekati rak gantung tersebut dia melihat sekilas pakaian yang ada di rak dan langsung menyerahkan kartu kredit miliknya kepada salah satu pegawai
"Aku beli dari barisan ini sampai sana" ucap Angel sambil menunjuk dua baris pakaian yang akan dia beli. Pegawai yang melihatnya merasa heran dan tidak percaya jika customernya yang satu ini akan membeli semua pakaian model terbaru pilihan mereka bahkan tanpa mengeceknya satu-per satu terlebih dahulu.
"Hah- dari sana sampai sini kak?" ulang pegawai tersebut memastikan pendengarannya.
Angel melirik kearah pegawai tersebut, "Iya. Harus saya ulang dua kali" balas Angel sinis.
Pegawai tersebut tersenyum canggung antara senang karena mereka pastinya langsung memenuhi target penjualan bukan hanya untuk bulan ini saja namun bisa jadi untuk bulan berikutnya juga. Dan juga merasa heran karena masih ada orang yang dengan mudahnya mengeluarkan uang sebanyak itu.
"Baik kak" ucap pegawai tersebut akhirnya dia bergegas merapikan pakaian yang akan dibeli oleh Angel dibantu oleh pegawai yang lain dan pegawai yang memegang kartu kredit Angel juga bergegas menuju kasir untuk membayarkannya.
Angel hanya melihat mereka yang merapikan belanjaannya dengan tatapan biasa dia akhirnya duduk di sofa yang memang dikhususkan untuk tamu VIP seperti dirinya, saat sedang asyik duduk seraya melihat-lihat majalah yang tersedia di sana seorang supervisor menghampiri Angel dia bermaksud menawarkan sebuah produk terbatas kepadanya.
"Hai kak, maaf mengganggu" sapa supervisor tersebut kepadanya
Angel melirik sekilas melihat supervisor yang terlihat masih muda tersebut lalu dia kembali asyik dengan bacaannya.
"Saya lihat selera kakak di fashion sangat bagus" ujar supervisor itu dengan memuji pilihan yang Angel lakukan, "kebetulan ditempat kita ada produk terbatas hanya ada dua produksi di seluruh Indonesia. Kakak mau lihat?" lanjutnya
"No" jawab Angel tanpa melihat ke supervisor tersebut.
"Produk ini saya lihat cocok banget sama gaya fashion kakak loh" bujuknya
Angel menutup majalahnya dia berdiri dan menatap supervisor tersebut, hampir saja Angel hendak marah-marah namun seorang pegawai yang memegang kartu kredit Angel menghampirinya dan mengatakan jika prosesnya sudah selesai barang belanjaan Angel pun semua sudah berada di dalam totebag besar.
"Permisi kak, ini kartunya dan belanjaannya" ucap pegawai tersebut dia menyerahkan kartu kredit milik Angel, "Belanjaannya mau kita bawain ke mana ya kak?" tanya pegawai itu lagi sebagai salah satu pelayanan VIP.
"Kalian bisa tunggu di lobby terlebih dahulu, aku masih ingin melihat yang lainnya" ucap Angel yang dibalas anggukkan dari pegawai itu.
Angel pergi meninggalkan toko itu namun sebelum pergi dia berbisik kepada supervisor yang sebelumnya menawarkan barang kepadanya
"Lo gak cocok jadi supervisor" bisik Angel tajam membuat supervisor muda itu tersenyum sinis saat melihat Angel keluar dari tokonya.
***
Di tempat lain yang cukup jauh dari mereka bertiga, Jae juga tengah sibuk menikmati hari minggu yang tidak pernah ada di dalam hidupnya setelah dia masuk ke dalam industri hiburan di negara tersebut dia bahkan lupa kapan terakhir kali menikmati hari dengan tidur tanpa terusik dengan dering smartphonenya yang seakan tidak pernah berhenti.
Hampir jam makan siang namun Jae masih di dalam kendaraannya bergabung bersama dengan para pengendara yang lainnya. Dihno asisten pribadinya masih dengan setia mengendarai mobil itu walau keadaan lalu lintas saat ini sedang padat, sesekali dia bernyanyi mengikuti musik yang dinyanyikan.
"Sepertinya kita akan sampai saat makan siang" ucap Dihno memecah keheningan, "mau makan siang dulu?" tanya Dihno dia melirik kearah spion depan untuk melihat reaksi Jae
Jae mengangguk setuju tanpa suara dia tidak begitu peduli dengan makan siangnya, dalam perjalanan Jae hanya memperhatikan gedung-gedung bertingkat dan lalu lalang kendaraan yang mendahului kendaraan mereka.
Perhatiannya tiba-tiba terfokus pada sebuah papan reklame yang berisi iklan sebuah drama tentang meraih mimpi entah bagaimana melihat tulisan 'mimpi' membuat Jae mengingat sesuatu namun dia tidak yakin dengan apa yang dia ingat.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Dihno yang melihat Jae sedikit aneh
Jae tergagap mendengar pertanyaan itu dia berusaha bersikap normal, "Iya. Jangan pedulikan aku menyetir saja"
Dihno hanya mengangguk mendengar jawaban Jae meskipun dia sedikit khawatir tentang keadaannya yang jika diperhatikan Jae sedikit berubah.
"Kamu mau makan apa?" tanya Dihno mengalihkan pembicaraan
"Terserah" balas Jae singkat
Dreet.. dreet..
Smartphonenya Jae berdering dia mengambil benda persegi tersebut dari saku celananya, dilihatnya siapa orang yang menghubunginya itu membuat Jae tidak berniat untuk mengangkatnya
"Apa itu Hyun?" tanya Dihno yang seakan tahu siapa yang menghubungi Jae
Jae menarik sebelah alisnya, "Bagaimana kamu tahu?"
"Ah sebelumnya dia menghubungiku kalau ingin bertemu denganmu setelah jadwalmu selesai, sepertinya ada yang ingin dibicarakan serius" jelas Dihno
Jae menghembuskan napas malas mendengar suara dari orang tersebut namun pada akhirnya dia menjawab panggilan itu juga.
"Wae?!" ucap Jae tanpa basa-basi
Dihno yang memperhatikan dari kaca spion tersenyum tipis saat mendengar suara Jae yang sangat dingin, dia bisa membayangkan bagaimana reaksi Hyun di seberang sana pasti sangat terkejut mendengarnya.
"Ye.. Ye!" ucap Jae di akhir telepon dia mematikan panggilan tersebut dengan ekspresi yang sudah pasti terlihat kesal, Dihno yang memperhatikan dari tadi tidak berniat untuk bertanya terlebih lagi melihat bagaimana ekspresi Jae yang tidak mendukung, dia tidak ingin kena imbas dari kekesalan Jae karena Hyun.
"Bungkus saja makanannya kita makan dijalan" ucap Jae akhirnya nafsu makannya hilang seketika sejak dia mendengar suara tersebut. Dihno hanya meng'iya'kan tanpa banyak protes seperti biasanya.
Mereka telah tiba di salah satu stasiun televisi, Jae diundang menjadi bintang tamu dalam sebuah acara talkshow. Di sana Jae membicarakan tentang album dan persiapan tour Asia yang akan dilakukannya dalam waktu dekat ini.
"Jae bagaimana dengan persiapan tour asia yang akan segera kamu lakukan?" tanya seorang pembawa acara kepada Jae.
Jae tersenyum, "Persiapannya sudah sangat siap bisa dibilang sudah 70% dan saya berharap tidak ada halangan untuk ke depannya nanti" balas Jae dengan lugas
"Wah, rasanya saya juga sudah tidak sabar menantikannya" ujar pembawa acara tersebut seakan ikut menantikannya.
"Apa kamu juga akan menontonnya?" tanya Jae basa-basi
Pembawa acara itu sedikit terekeut dengan pertanyaan Jae yang tiba-tiba namun karena dia sudah terlatih akan hal seperti itu dia pun bisa menguasainya meski tidak di dalam script.
"Tentu, jika kamu memberi tiket gratis kepada ku" candanya
Jae tertawa mendengarnya, "Aku yang kasih gratis bukannya kamu?" sindir Jae heran pasalnya pembawa acara dalam talkshow ini merupakan seorang idol juga yang sudah sangat terkenal dan bisa dibilang lebih kaya dibanding Jae.
Pembawa acara itu terkekeh mendengar sindiran halus Jae kepadanya, suasana di dalam ruangan itu pecah dengan gelak tawa yang di suguhkan oleh para bintang tamu dan pembawa acara yang bisa saling mengimbangi.
Sekitar 30 menit berlalu acara talkshow pun berakhir, Jae menunduk seraya mengucapkan terima kasih saat program acara itu telah selesai. Pembawa acara itu mendekati Jae dan bersalaman kepadanya juga mengucapkan terima kasih atas kerjasamanya hari ini.
"Good job, gomawo" ucapnya
Jae tersenyum, "Kamsahamnida"
Pembawa acara itu melambaikan tangan kepada semua crew yang bertugas di sana, "Kerja bagus semuanya" teriaknya kepada semua crew yang bertugas sebagai bentuk apresiasinya. Tidak lupa Jae menundukkan kepalanya sedikit sembari mengucapkan terima kasih beberapa kali yang dia tunjukkan kepada semua crew di sana.
Dihno bergegas mendekati Jae sembari membawa perlengkapan yang dibutuhkan setelah tiba di depan Jae dia menyerahkan minuman dingin kepadanya, Jae mengambil minuman itu dari Dihno.
"Thank's" ucap Jae kepada Dihno
Mereka pun berjalan menuju mobil dan segera bersiap kembali pergi menuju lokasi selanjutnya untuk jadwal berikutnya, namun saat telah tiba di depan pintu mobil Jae teringat ponselnya tertinggal di lokasi saat melakukan syuting.
"Smartphone ku ketinggalan" ujar Jae tangannya meraba bagian saku yang ada di pakaiannya.
Dihno meletakkan perlengkapan di jok belakang, "Biar aku ambilkan?"
"Aniyo, aku ambil sendiri" jawab Jae
Jae berjalan masuk kembali ke dalam gedung tersebut dia sedikit berlari saat sebuah lift hampir menutup namun sayang lift tersebut sudah tertutup saat dirinya tepat berada di depannya. Akhirnya Jae memilih menggunakan tangga darurat yang berada di sebelah dari lift, dia menaiki naik menuju lantai 7.
Sesampainya dilantai 7 Jae mendapati ruangan yang tidak begitu ramai seperti sebelumnya, dia tidak terlalu banyak berpikir karena acaranya sudah selesai bisa saja para crew sedang keluar jadi Jae memutuskan masuk ke dalam ruangan, di sana dia mencari ponsel miliknya.
Cukup kesulitan Jae mencari sampai akhrinya dia berhasil menemukan benda persegi yang berada di pojok sofa Jae mengambil dengan terburu-buru yang membuat benda tersebut justru terjatuh dari genggamannya.
Bugh
Smartphonenya terjatuh dan terseret masuk ke dalam belakang sofa yang membuat Jae harus berjongkok untuk mengambilnya
"Ah yang benar saja" desah Jae dia melihat jam di pergelangan tangannya, dia hampir telat untuk berangkat ke tempat selanjutnya.
Pada akhirnya Jae berjongkok untuk mengambil benda tersebut, dia terlihat kesusahan karena tangannya tidak sampai menjangkaunya secara bersamaan beberapa orang masuk ke dalam ruangan yang sama mereka merupakan salah satu crew yang tadi bertugas di dalam ruangan itu.
"Aku pikir dia akan bertanya tentang lagu milik Hyun" ucap salah seorang crew memancing sebuah pertanyaan dari yang lainnya.
"Lagu milik Hyun? Kenapa? Bintang tamunya Jae" tanya salah seorang dari mereka
Salah seorang crew yang memakai headphone di lehernya menghentikan langkah kedua temannya itu.
"Kalian gak tahu?" tanyanya seakan sedang mengadakan sebuah kuis, "lagu yang punya Jae itu adalah milik Hyun namun Jae mengakui kalau itu adalah miliknya" lanjut crew tersebut.
"Kamu tahu dari mana?" tanya temannya yang lain
"Aish.. ini bukan rahasia umum lagi, kamu ketinggalan jaman" ledek temannya
"Sudah-saudah jangan bergosip bagaimana jika ada yang dengar" ucap temannya yang lain dia mengambil beberapa barang untuk dipindahkan, "cepat bantu bawakan itu mereka bisa marah jika kita terlambat" pintanya membuat semua temannya menghentikan gosip dan mulai bekerja kembali.
Jae yang berada di belakang sofa membuat mereka tidak menyadari keberadaan dirinya namun juga membuat Jae bisa dengan leluasa mendengar semua percakapan mereka tanpa diketahui, Jae hanya menghembuskan napas mendengar gosip yang mereka bicarakan barusan.
Dreet.. dreet
Smartphonenya bergetar karena sempat teralihkan oleh percakapan crew itu membuat Jae lupa dengan smartphonenya, kali ini Jae berusaha menjangkau benda persegi tersebut dan berhasil dia dapat mengambilnya, diangkatnya panggilan telepon yang masuk itu
[ Kamu baik-baik saja, kenapa lama sekali? Kita sudah terlambat! ] oceh Dihno di seberang telepon bahkan sebelum Jae mengatakan apa pun
"Aku ke sana" ucap Jae mengakhiri teleponnya dia bergegas keluar dari ruangan tersebut dengan sedikit berlari kecil.
***
Puas berjalan-jalan melihat bermacam hewan yang ada di kebun binatang Reva dan Nabila duduk di bawah pohon yang sudah tersedia alas sewaan untuk mereka tempati, Nabila merebahkan tubuhnya yang lelah setelah berjalan mengitari hewan-hewan yang ada ditempat itu.
"Nab?!" panggil Reva yang melihat sahabatnya itu rebahan sembari memejamkan mata
Nabila berdehem, "Hm"
"Seru kan?" tanya Reva
Nabila membuka matanya dia melihat wajah sahabatnya yang terlihat sumringah menunggu jawaban darinya. Nabila mengangguk pelan, "Lumayan"
Meskipun jawaban Nabila kurang memuaskan buat Reva tetapi dia tahu jika sebenarnya Nabila sangat senang, lihat saja Reva yang mengajaknya ke sini tetapi justru Nabila lah yang berkeliling melihat satwa jika saja Reva tidak bilang ingin beristirahat mungkin sekarang mereka masih berjalan berkeliling.
"Rev?!" kali ini Nabila yang memanggil Reva masih dalam posisi rebahannya
Reva menoleh kearah Nabila yang sedang tiduran, "Hm"
"Lapar!" rengek Nabila
"Sama, tetapi tempat makannya ada di bawah sana atau mau mie instan?" tawar Reva. Nabila berpikir sejenak dia sedang tidak ingin berjalan, posisinya ini dalam keadaan yang sangat nyaman.
"Mie aja" jawab Nabila akhirnya memilih memakan mie makanan kesukaan semua orang.
Reva mengangkat jari jempolnya, "Okay, mau rasa apa?" tanya Reva
"Terserah" jawab Nabila dia sedang malas berpikir tentang rasa apa yang akan dimakannya baginya yang penting saat ini perutnya ingin diisi apa pun rasanya lagi pula dia suka semua rasa jika itu menyangkut tentang mie.
"Kari ayam?" tanya Reva lagi memastikan walaupun tadi Nabila sudah mengatakan terserah pada dirinya.
Nabila mengangguk sebagai jawaban, melihat hal itu Reva segera bangkit dari duduknya menuju penjual mie instan terdekat dari tempatnya untuk memesan makanannya, ditempat itu juga menjual aneka minuman dari yang berasa hingga yang tawar. Reva menyadari jika minuman yang mereka bawa hampir habis jadi Reva mengambil dua buah botol dari tempat tersebut.
"Bu aku duduk di sana ya sama dua botol ini" ucap Reva dia menunjukkan tempat lokasi dirinya duduk. Ibu penjual itu mengangguk paham, setelah Reva pergi dia segera membuat pesanannya dan tidak lama kemudian pembeli yang lainnya berdatangan.
Reva kembali duduk di tempatnya dia melihat Nabila yang masih sama dengan posisinya saat dia pergi, Reva melambaikan tangannya di atas wajah Nabila memastikan apakah sahabatnya itu tertidur atau tidak.
"Gua gak tidur" ucap Nabila yang membuat Reva terkejut
"Ngecek kirain tidur" sahut Reva
Nabila bangun dari rebahannya dia menoleh kearah Reva yang sedang melihat layar smartphone miliknya, "Kok lo bisa sih?" tanya Nabila tiba-tiba
Reva mengernyitkan keningnya, "Bisa apa?"
"Tidur mudah. Lo bisa tidur di dalam kelas, lo juga bisa tidur di atap sekolah jangan-jangan kalau lo tiduran di sini lo juga bisa tidur lagi" jelas Nabila
Reva mengangkat bahunya, "Hobi aja"
Kali ini Nabila yang mengernyitkan keningnya mendengar jawaban santai sahabatnya itu, "Hobi? Ada ya orang punya hobi tidur"
"Ada. Gua!" ucap Reva santai
Nabila berhenti bertanya lagi salah dia bertanya kepada Reva yang jawabannya sudah dipastikan akan asal. Pesanan mie mereka telah tiba Reva mengambil pesanan tersebut dan menyerahkan satu mienya kepada Nabila, dia juga memberikan dua lembar uang 20ribuan kepada penjual
"Makasih bu" ucap Reva saat menerima uang kembaliannya
Mereka menunggu mie tersebut matang sambil mengobrol tentang hal random.
"Rev?" panggil Nabila
Reva berdehem tanpa menoleh kearah Nabila dia tengah mengaduk mie instannya seraya memastikan apakah mienya sudah matang atau belum
"Lo gak pernah cerita tentang lucid dream lagi?" tanya Nabila yang membuat Reva spontan menoleh kepadanya
"Tumben banget lo nanya gitu, kenapa?" tanya Reva balik yang merasa heran dengan pertanyaan sahabatnya itu
"Gak apa-apa, cuman pengen denger aja" ucap Nabila. Reva terdiam sejenak dia bingung haruskah menceritakannya kepada Nabila atau tidak
"Woi, kok malah bengong" ucap Nabila mengagetkan, Reva tersenyum tipis dia berusaha menyembunyikan ekspresi aslinya
"Hmm.. gak ada yang seru buat di ceritain" ujar Reva akhirnya dia memutuskan untuk tidak menceritakan hal tersebut kepada Nabila
Nabila mengangguk paham, "Oh gitu"
"Kenapa sih?" tanya Reva penasaran karena tidak seperti biasanya dia ingin tahu tentang hal tersebut
Nabila tersenyum penuh arti, "Kira-kira gua bisa gak ya masuk ke lucid dream lo, siapa tahu gua bisa ikut berpetualang di lucid dream" ucap Nabila terkesan bercanda namun justru membuat Reva menyadari tentang satu hal yang seharusnya dia sadari dari dulu.
Tentang bagaimana Jae masuk kedalam mimpinya dalam keadaan sadar bukan hanya itu bahkan Angel juga masuk kedalam mimpinya dalam keadaaan sadar dan dirinya juga pernah masuk kedalam mimpi Sari. Teka-teki dalam mimpi justru mulai bermunculan, misteri tentang kesadaran dan ingatan dalam mimpi membuat Reva sadar jika ini bukan hanya sekadar lucid dream biasa.