Chereads / DREAM BENDER / Chapter 12 - DREAM BENDER

Chapter 12 - DREAM BENDER

[ ON ]

Reva memperhatikan ketiga orang yang berada di depannya dengan saksama, dia menopang dagu menatap dengan penuh curiga.

"Arght!" teriak Reva tiba-tiba dia bangkit berdiri dari tempat duduknya membuat ketiga orang di depannya terkejut kecuali lelaki bertubuh kecil itu dia hanya menatap Reva santai.

"Jadi maksudnya kalian oneironaut?" tanya Reva tidak percaya

Drew mendengus pelan, lelaki bertubuh kecil itu bangkit berdiri

"Dream bender aku sudah bilang berkali-kali" ucap Drew tegas

Reva mundur selangkah saat Drew menjawabnya dia sedikit terkejut ternyata hanya tubuhnya saja yang mungil namun suaranya sangat kencang.

"Apa bedanya" gumam Reva pelan takut-takut menatap mata Drew

"Sebenarnya sama aja hanya perbedaan dalam penjelajahannya saja" timpal si gadis itu sebelumnya dia memperkenalkan diri dengan nama Anes

"Jika kamu mencarinya di google kamu akan menemukan Oneironaut sebagai para penjelajah mimpi begitu juga dengan dream bender namun sebenarnya dream bender bukan hanya sekadar penjelajah tapi juga penjaga, pengingat dan pelindung bagi semua orang yang masuk ke gerbang ini" urai Anes

Reva menghela napas, "Ini seperti dalam mimpi"

"Ini memang mimpi" sosor pria bertubuh tinggi bernama Ethan

"Iya benar.. maksud aku-" Reva tidak melanjutkan kalimatnya, "sudahlah lupakan saja"

"Jadi ini tempat apa?" tanya Reva mengalihkan pembicaraan, dia melihat ke sekelilingnya sebuah ruangan dominasi warna putih tampak terlihat seperti gambaran di surga dalam film dan drama yang selalu ditampilkan.

"Netral room" jawab Drew

Reva menutup mulutnya dengan kedua tangan hampir saja dia tertawa saat mendengar jawaban Drew barusan.

"Kamu tidak bertanya apa artinya" ujar Ethan

"Ruangan netral kan?" balas Reva santai

Ethan menepuk dahinya pelan sedangkan Anes di sebelahnya terkekeh mendengar jawabannya tentu saja jawaban Reva tidaklah salah.

"Bukan hanya ruangan netral biasa" ucap Drew, "di sini kamu dan para Dream bender yang lain tidak bisa menggunakan kekuatan dari mimpi yang biasa dilakukan, singkatnya di dalam ruangan ini seperti di dalam dunia nyata"

"Gak seru dong" gumam Reva raut wajahnya terlihat kecewa dengan penjelasan tersebut.

Drew tersenyum tipis, "Tidak juga"

Reva menatap Drew dia memiringkan kepalanya tidak mengerti, jika di dalam sini sama dengan di dunia nyata lalu apa bedanya, alasan kenapa dia senang melakukan lucid dream karena di dalam sanalah dia bebas melakukan apa pun tanpa ada yang melarang ataupun memarahinya.

Drew menghentakkan kaki beberapa kali ke lantai jika memang itu adalah lantai, lantai itu menghasilkan bunyi setiap kali kaki Drew menghentakkannya setelah lantai dihentakkan sebuah pintu muncul dari balik dinding putih sekali lagi jika itu memang adalah sebuah dinding.

Hal paling hebat dari atraksi Drew adalah bukan hanya satu pintu melainkan ada banyak pintu bermunculan secara bergiliran seperti ada tanda kapan mereka harus muncul, Reva yang melihatnya hanya melongo tidak percaya ini seperti sulap baginya.

"Apa ini?" tanya Reva tanpa perlu menunggu semua pintu bermunculan

"Pintu" jawab Ethan singkat

Reva memutar bola matanya malas, "Iya tahu maksudnya pintu apa? Fungsinya buat apa?"

"Pintu mimpi, bukannya kamu pernah menggunakannya?" ucap Anes

"Hah?"

"Pintu-pintu ini berisi mimpi dari orang lain di seluruh dunia" jawab Drew memberikan penjelasan, "bukan hanya mimpi, seperti yang sudah kamu tahu di dalamnya juga bisa berupa kenangan bagi si pemimpi"

Drew berhenti sejenak

"Entah itu kenangan yang baik maupun buruk" lanjut Drew lagi

Reva terdiam bukan karena tidak paham dia lebih dari paham penjelasan dari Drew barusan, Reva sudah pernah dua kali berada di dalam mimpi kenangan dari orang lain dan itu bukanlah hal yang menyenangkan menurutnya.

"Tadi kalian bilang Dream bender bukan hanya sekadar penjelajah, tapi juga penjaga, pengingat dan pelindung. Dari apa?" tanya Reva melanjutkan pembahasan.

"Dari Oneironaut jahat" jawab Ethan wajahnya mendadak berubah serius

"Hah?"

"Sama seperti di dunia nyata di sini pun juga ada yang jahat" sahut Anes, "kita menjaga para pemimpi dari para Oneironaut jahat yang mengambil kesempatan di dalamnya, mengingatkan mereka jika ini hanyalah mimpi atau nightmare"

Reva menaikkan sebelah alisnya, "Aku tidak mengerti. Oneironaut jahat? Memangnya kejahatan apa yang bisa dilakukan di sini?"

"Bukankah kamu menganggap ini dunia yang mengasyikkan?" tanya Drew yang mendapat anggukan dari Reva sebagai jawaban

"Kita bisa melakukan apa saja di sini termasuk membunuh seseorang" ujar Drew ekspresinya terlihat biasa namun sorot matanya mengatakan sesuatu yang tidak bisa Reva jelaskan.

"Lebih hebatnya lagi, tidak akan ada yang pernah tahu jika kita melakukannya" lanjut Drew

"Hah?" Reva terbelalak mendengar penuturan Drew, membunuh di dalam mimpi apa salahnya toh orang tersebut tidak akan mati, pikir Reva.

"Orang itu memang tidak akan langsung mati" ucap Anes seakan tahu apa yang sedang Reva pikirkan.

"Tapi jika Oneironaut membuat nightmare di setiap mimpi tidurnya, menurutmu apa yang terjadi?" tanya Anes, entah itu pertanyaan untuk Reva atau dirinya sendiri.

"Dia akan membuat dirinya tetap terjaga tidak ingin tidur takut jika mimpi buruk itu akan datang lagi" balas Ethan memberikan jawaban atas pertanyaan Anes

"Lalu itu akan mengganggu kinerja otaknya, lebih mudah stres dan membuat tubuhnya menjadi lemah karena kurang beristirahat dan pada akhirnya di dunia nyata dia bisa saja melakukan hal-hal negatif yang membahayakan dirinya sendiri" lanjut Ethan

"Orang lain akan mengira itu adalah kesalahan dirinya sendiri tanpa ada yang tahu jika ada orang lain dibalik itu semua" sambung Anes

Reva terdiam dia menampilkan ekspresi terkejut, tidak percaya, dan sekilas menganggap itu hanya candaan saja.

[ Seserius itukah, ini kan hanya mimpi ]

Pikir Reva yang beranggapan jika ketiga orang di depannya itu hanya mencoba menipu atau menakutinya saja.

"Namun sekarang dunia mimpi berada dalam bahaya" ujar Anes ada raut khawatir dan kesedihan di wajahnya.

Ethan menyenggol Anes pelan dan seakan memberikan isyarat agar Anes tidak memberi tahu tentang hal ini

"Ada apa?" tanya Reva yang melihat ada sesuatu tidak beres di antara keduanya.

Anes mengangkat kepalanya dia melihat ke arah Reva, "Para pemimpi terjebak dalam mimpi mereka sendiri"

Reva memiringkan kepalanya, meminta penjelasan lebih tentang hal itu

"Itu kar-"

"Nanti saja kita bahas" sela Drew menghentikan kalimat Anes keluar dari bibirnya

"Waktu kita sudah habis" ujar Drew dia melirik ke pergelangan tangan Reva, "waktunya Reva segera bangun, begitu juga dengan kita"

Semua orang yang di sana melihat ke arah pergelangan tangan masing-masing begitu pula dengan Reva dia melihat pergelangan tangannya, waktu hitung mundurnya tersisa dua menit lagi untuk Reva bangun

"Kita lanjutkan di mimpi berikutnya" ucap Drew dia hendak balik badan sebelum suara Reva menghentikannya

"Kenapa kita gak ketemu di dunia nyata saja?" tanya Reva, "aku tahu itu bukan nama asli kalian, jadi kita mungkin bisa ketemu di dunia nyata dan membicarakan ini"

Drew menoleh kepada kedua orang temannya secara bergantian yang dibalas gelengan dari keduanya lalu dia kembali melihat Reva seperti memberi tahu, 'lihat sendirikan mereka tidak mau'

"Kenapa?" tanya Reva

"Cukup di sini saja kita bertemu sedangkan di dunia nyata kita akan menjalankan aktivitas seperti biasa" jawab Ethan, "memangnya kamu gak bosan, ketemu di dunia mimpi di dunia nyata kita juga ketemu"

Itu adalah kalimat terpanjang Ethan selama percakapan ini meskipun tetap saja masih terdengar menyebalkan. Reva mengangguk paham apa yang dikatakan Ethan ada benarnya juga, cukup bertemu di salah satunya saja tidak perlu semuanya jika seandainya mereka bertemu di real life pun rasanya akan sangat canggung.

"Okay, kalau gitu sampai ketemu di mimpi selanjutnya" ucap Reva akhirnya dia balik badan berjalan menuju pintu miliknya namun baru tiga langkah Reva berbalik kembali

"Oh iya aku lupa" ucap Reva membuat yang lain kembali memperhatikannya

Reva tersenyum tulus kepada ketiga orang di depannya, "Sebenarnya aku tidak begitu percaya dengan yang kalian katakan, tapi mendengarnya membuat aku senang karena aku tidak sendirian"

Setelah mengucapkan kalimat itu Reva balik badan lagi dan melangkah menuju pintu miliknya, begitu pula yang lain mereka semua pergi dari ruangan itu menuju pintu milik masing-masing.

[ OFF ]

Reva terbangun dari tidurnya kali ini bukan karena suara Ibunya atau alarm yang dipasangnya lebih cepat dari biasa namun dia terbangun karena alarm biologis tubuhnya sendiri, dia masih duduk di kasurnya dengan selimut yang menutupi bagian tubuhnya dari pinggang ke bawah.

Reva masih mencoba mencerna dengan baik mimpinya barusan, dia mencoba mencubit lengan kanannya namun di urungkannya sudah jelas itu adalah mimpi lalu siapa ketiga orang itu meskipun Reva masih mengingat ketiga namanya, tapi bukan itu maksudnya.

"Apa itu beneran?" gumam Reva hingga suara ketukan dari balik pintu kamarnya terdengar

"Reva bangun!" ucap Ibunya dari balik pintu.

Tanpa menunggu teriakan yang kedua kali Reva bangkit dari kasur membuka pintu yang disambut dengan wajah terkejut dari Ibunya seakan melihatnya aneh

"Kamu sudah bangun?" tanya Ibu dengan ekspresi tidak percaya atau seperti ingin menyampaikan sebuah kalimat 'tumben sudah bangun' seperti itulah maksud dari ekspresi Ibu yang melihat dirinya telah keluar kamar hanya dalam satu kali teriakan.

Reva mengangguk lalu berjalan ke arah gantungan baju yang juga ada handuk miliknya di sana, Reva mengambil handuk tersebut dan segera masuk ke kamar mandi tanpa memedulikan wajah Ibunya yang masih tidak percaya.

***

Pukul 06.30 pagi masih ada 30 menit lagi untuk bel sekolah berbunyi pertanda jam masuk, Reva sudah dari sejam yang lalu tiba di sekolah meskipun hanya ada beberapa anak saja yang hadir lebih pagi dari biasanya.

Saat ini dia sedang duduk di kursi perpustakaan sekolah di atas mejanya ada buku komik yang dia ambil secara random, matanya terlihat sedang membaca komik tersebut namun pikirannya sama sekali tidak membacanya.

"Woi" bisik seorang gadis yang sebaya dengannya

Reva sempat terkejut namun dia masih bisa mengontrol emosinya, dia menoleh ke arah gadis tersebut tersenyum tipis. Gadis itu yang merupakan adalah Nabila sahabatnya menarik kursi di sebelah Reva lalu dia duduk di kursi tersebut

"Kenapa lo?" tanya Nabila yang melihat wajah Reva yang muram.

Reva menggeleng, "Gak apa-apa"

"Bohong" ujar Nabila dia mengerucutkan bibirnya, "cerita sama gua siapa tahu gua bisa bantu"

Reva menoleh dia menimang haruskah bercerita atau tidak, melihat ekspresi Nabila yang tulus peduli kepadanya membuat Reva luluh

"Jadi gini-" ucap Reva memulai percakapan, Nabila mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat saat Reva mulai bercerita kepadanya.

"Lo tahu kalau gua bisa lucid dream" ujar Reva yang dibalas anggukan oleh Nabila

"Menurut lo, kalau ada orang yang sama kayak gua lo percaya gak?"

Nabila mengangguk tanpa ragu, "Percaya"

Reva sedikit memundurkan tubuhnya dia mengangkat sebelah alisnya heran, "Kok lo bisa langsung percaya gitu"

"Soal itu, gua baca di internet ada banyak orang yang pernah melakukan hal itu. Jadi gua percaya kalau ada orang yang bisa selain lo" terang Nabila

Reva manggut-manggut mendengar keterangan dari Nabila, yang dikatakan Nabila memang benar tapi yang dialami oleh Reva ini lebih rumit jika yang dikatakan oleh ketiga orang dalam mimpinya itu adalah benar dan tidak di lebih-lebihkan.

"Kenapa?" tanya Nabila

Reva menggaruk bagian belakang lehernya, "Entahlah gua bingung mau mulai dari mana ceritanya"

Nabila tersenyum menatap sahabatnya, "Lo bisa ceritain ke gua kalau sudah siap" ucap Nabila penuh perhatian.

"Oh iya untuk konser minggu depan, lo jadi datang?" tanya Nabila mengalihkan pembicaraan

Reva yang mendengar mengangguk penuh antusias, "Jadi dong, gua sudah minta izin sama orang tua dan lebih penting gak ada latihan ekskul"

"Baguslah" jawab Nabila dia membuka lembaran buku yang sempat diambil di salah satu rak perpustakaan.

"Oh iya-" Reva menoleh melihat Nabila yang sudah mulai serius dengan bukunya

"Gua dengar lo gak ikut festival musik tahun ini"

Nabila mengangkat kepalanya, "Ah lo sudah dengar"

Reva hendak bersuara lagi saat bel berbunyi membuat para siswa-siswi yang berada di dalam perpustakaan mulai merapikan buku-buku yang mereka ambil dan meletakkannya kembali ke dalam rak seperti semula.

Nabila merapikan bukunya dia berdiri meletakkan buku tersebut di dalam rak yang tidak jauh dari tempatnya membaca, kali ini Nabila memang sengaja memilih buku dengan rak yang tidak jauh dari tempat baca untuk mempermudahkannya meletakkannya kembali.

"Lo gak mau keluar?" tanya Nabila yang melihat Reva masih duduk diam di tempatnya

Reva sedikit terkejut dia akhirnya bangkit dan meletakkan buku ke tempatnya semula, dia teringat ekspresi yang Nabila tampilkan sesaat sebelumnya Nabila memang tidak menjawab 'iya ataupun tidak' tapi cukup melihat ekspresinya saja Reva sudah tahu jika ada sesuatu yang disembunyikan oleh sahabatnya itu.

"Reva cepat!" ucap Nabila sedikit berteriak, "yang lain sudah berbaris kalau terlambat kita bisa dihukum nanti"

Reva meletakkan buku itu acak, "Iya aku datang!" balas Reva dia sedikit berlari menghampiri Nabila yang sudah menunggunya.

"Ayo" ucap Reva sesampainya dia di hadapan Nabila, mereka akhirnya pergi dari perpustakaan menuju halaman sekolah yang luas dan segera masuk ke dalam barisan bersiap untuk upacara bendera pagi hari ini.

Jika upacara sebelumnya dilakukan oleh pihak OSIS kali ini upacara akan dilakukan oleh pihak extrakurikuler dari PASKIBRA sekolah, sebenarnya meski upacara dilakukan oleh pihak OSIS anggota PASKIBRA tetaplah bertugas sebagai petugas inti pengibar bendera hanya berbeda dari segi formasi yang dilakukannya saja.

Derap langkah kaki anggota PASKIBRA terdengar padahal wajah-wajah mereka belum terlihat di lapangan Reva berjinjit ingin melihat formasi apalagi yang akan ditampilkan oleh para anggota PASKIBRA pada upacara hari ini, saat pasukan PASKIBRA tiba di lapangan Reva bisa melihat ada 9 anggota yang tengah berjalan menuju tiang bendera.

Tiga anggota inti bertugas sebagai pembawa baki, pengibar bendera dan penggerek. Mereka mulai membuka formasi saat komando memberikan perintah, Reva dan sebagian murid yang lain fokus tertuju ke depan lapangan terlebih lagi saat seorang anggota PASKIBRA mulai membentangkan bendera merah-putih.

"BENDERA SIAP!" ucap seorang anggota memberi tahu.

Wajah-wajah yang awalnya terlihat cemas, takut-takut jika bendera akan terbalik berubah seketika menjadi rasa takjum, nyanyikan lagu kebangsaan berkumandang di sekolah bukan hanya para anggota musik yang bernyanyi bahkan semua orang yang berada di sana juga ikut memanjatkan lagu kebangsaan. Suasana upacara bendera berjalan hidmat dan lancar hingga acara selesai.

***

Angel berada disebuah pantai, semalam Irvan membawanya ke sebuah pantai yang tidak jauh dari Ibukota mereka akhirnya menyewa sebuah tenda untuk menginap di sana. Irvan keluar dari balik tenda dia melihat Angel yang sedang terdiam memandangi lautan.

"Jangan bengong" tegur Irvan

"Ya" jawab Angel singkat

Mendengar balasan dari Angel yang tidak seperti biasa selalu mengomel Irvan duduk di sebelah Angel.

"Kenapa? Lo nyesal tidur di tenda?" basa-basi Irvan

Angel menggeleng lalu sedetik kemudian dia mengangguk, "Iya banyak nyamuk"

Irvan tersenyum, "Banyak nyamuk ya, tapi lo bisa sampai ngorok tidurnya"

"Gua gak ngorok ya!" elak Angel dia melotot ke arah Irvan yang justru tertawa.

Irvan menganggkat kedua tangannya, "Okay, lo gak ngorok"

Dia sengaja mengalah kepada Angel kali ini lagi pula itu juga bukan hal penting yang harus diperdebatkan. Irvan bangkit dari duduknya dia melempar seragam sekolah ke arah Angel.

Angel yang sempat terkejut hampir melempar pasir pantai ke arah Irvan hingga akhirnya dia batalkan saat tahu jika Irvan melemparkannya sebuah seragam.

"Ini apa?" tanya Angel dengan polosnya

Irvan tersenyum mengejek, "Lo gak tahu yang namanya seragam. Itu seragam sekolah"

"Iya tahu, maksudnya kita sekolah?"

Irvan mengangguk mantap, "Iyalah, gua udah minta izin ke guru piket hari ini kita gak ikut upacara"

"Gak bisakah kita bolos aja"

Irvan menggeleng dengan mantap, "Gak!"

Angel berdiri, "Okay kalau gitu gua bolos, lo aja yang sekolah" ucap Angel dia memberikan seragam itu kembali kepada Irvan.

"Bye" ucap Angel lagi dia melambaikan tangan sekilas lalu balik badan bermaksud meninggalkan Irvan di sana namun belum sempat berjalan tanpa disangka Irvan sudah menangkap tangannya terlebih dahulu.

"Gak bisa lo harus ikut gua ke sekolah"

Angel tersenyum sinis mendengarnya, "Hei murid teladan, jangan karena semalam lo tahu apa yang terjadi sama gua lalu lo jadi kasihan sama gua"

Angel menepis tangan Irvan yang masih memegangnya, "Kita kembali seperti semula, lo gak peduli tentang gua dan gua gak peduli tentang lo, okay"

"Gua pikir lo mau balas dendam sama bokap lo" ujar Irvan membuat langkah kaki Angel terhenti.

"Lo bilang apa?"

"Balas dendam" jawab Irvan mengulang katanya.

Angel memiringkan kepalanya sedikit, "Maksud lo?"

"Bukannya itu yang lo mau, gua bisa bantu kalau lo mau"

"Caranya?"

"Ikut gua ke sekolah, gua kasih tahu nanti" ucap Irvan dia balik kanan

Angel menghembuskan napas kasar, "Irvan! Lo mau nipu gua" ucap Angel seakan tahu akal licik pria di depannya itu

Irvan menoleh memperlihatkan wajahnya dari samping, "Terserah lo, gua cuman bilang kalau gua bisa bantu"

Ucapan Irvan memang tidak menuntut namun berhasil membuat Angel luluh dan akhirnya penasaran juga dengan bantuan apa yang akan diberikan oleh Irvan kepadanya. Angel akhirnya berjalan mengikuti Irvan di depannya, mereka masuk mobil sport milik Angel dan segera berangkat menuju sekolah bersama.

***

Sekitar 30 menit upacara akhirnya selesai setelah barisan akhirnya dibubarkan para guru dan murid bubar barisan serempak, Reva meregangkan tangan dan kakinya karena berdiri dalam sikap sempurna setelah di rasa cukup dia menggandeng Nabila yang berada di sebelahnya.

"Mau ke kantin atau langsung ke kelas?" tanya Reva.

Di sekolah mereka ada jeda waktu 15 menit setelah upacara untuk beristirahat atau mempersiapkan pelajaran yang akan dimulai setelahnya.

"Kelas" balas Nabila dia mengacungkan jari telunjuk mengarah ke kelas mereka yang berada dilantai dua terlihat jauh dari tempat mereka saat ini.

Mengerti maksud dari ekspresi Nabila yang seakan mengatakan 'Lihat kelas kita jauh, jangan ke kantin' itu segera menarik gandengan tangannya membuat mereka berjalan beriringan menuju kelas.

"Eh nab hari ini ada PR gak ya?" tanya Reva disela-sela perjalanan mereka menuju kelas.

Nabila mengangkat bahunya, "I don't know"

"Heh!"

Reva sempat terkejut mendengar jawaban Nabila sampai dia sadar tentang hari apa ini, dia menoleh melihat Nabila yang berjalan dengan raut wajah santai.

"Hari ini lo mau dispen?" tanya Reva

Nabila mengangguk tersenyum manis ke arah Reva yang justru sebaliknya.

"Enaknya jadi Nabila di bolehin bolos sekolah" ujar Reva dengan raut wajah cemberut.

Nabila melotot mendengar ucapan Reva barusan, "Heh enak aja, aku gak bolos ya. Dinas"

"Sama aja, sama-sama enak" jawab Reva dia memalingkan wajah dari Nabila

Reva mengangkat kedua tangannya ke atas, "Ya tuhan, aku ingin jadi Nabila yang bisa bolos tapi tetap pintar, yang bisa bebas masuk ke sekolah tapi nilainya tetap bagus, kabulkan doa ku tuhan"

Nabila terkekeh mendengar doa yang dilakukan oleh Reva dia mentoyor kepala sahabatnya itu pelan.

"Makanya jangan tidur mulu" ejek Nabila yang membuat ekspresi wajah Reva makin cemberut.

"Sampai jam berapa?" tanya Reva beberapa detik kemudian melupakan keiriannya yang terjadi beberapa saat yang lalu

"Cuman sebentar kok, satu sampai dua jam"

"Kok cepat, biasanya sampai seharian"

"Penelitiannya sudah selesai, papernya juga sudah disusun tinggal presentasi ke guru dan ACC aja"

Mereka berhenti beberapa meter dari pintu masuk, melanjutkan obrolan sebelum masuk ke dalam kelas.

"Kalau tidak banyak pertanyaan kayaknya kurang dari sejam sudah selesai" lanjut Nabila

Reva hanya manggut-manggut saja mendengar jawaban dari Nabila. Reva tahu jika Nabila terlibat dalam penelitian sains yang akan diikutsertakan dalam perlombaan skala internasional, Nabila tidak sendiri ada beberapa orang yang akan mewakili sekolah mereka, itu sebabnya terkadang Nabila diizinkan oleh guru untuk dispen alias tidak mengikuti pelajaran.

[ ON ]

Reva membuka mata dia berada di sebuah ruangan putih, ruangan yang sama dengan terakhir kali dia datang, dia melihat sekelilingnya sama seperti di dalam ruangan gelap yang biasa tidak ada siapa pun atau apa pun di dalamnya.

Jika dulu di ruangan gelap Reva dengan mudah menemukan pintu miliknya kini di dalam ruangan putih tidak ada satu pun pintu di sana lalu dia teringat dengan ketukan yang dilakukan oleh Drew untuk menampilkan pintu-pintu mimpi.

Reva menghembuskan napas pelan dia mencoba mengingat ketukan yang Drew lakukan setelah di rasa ingat Reva mencoba melakukan ketukan yang sama untuk memunculkan pintu.

Sekali, gagal ketukan yang dia lakukan hanya memunculkan pintu tapi pintu itu langsung menghilang kembali.

Dua kali masih gagal, pintu-pintu itu muncul namun terkunci dan akhirnya menghilang lagi.

Tiga kali tetap gagal kali ini bahkan lebih parah, pintu-pintu itu tidak muncul sama sekali.

Reva mulai menyerah dia melihat pergelangan tangannya waktunya masih sangat panjang dan dia tidak tahu harus berbuat apa di ruangan itu kecuali jika tiba-tiba guru berteriak membangunkannya, tapi untuk hari ini seperti tidak akan terjadi.

Guru yang harusnya mengajar mendadak izin tidak masuk dan hanya memberikan tugas untuk dikirim ke alamat email beliau hingga batas jam pelajarannya selesai, Reva sudah menyelesaikannya dari tadi dia juga sudah mengirimkannya. Karena semalam kurang tidur akhirnya tertidur dia tidak berniat untuk melakukan lucid dream

"Kalau Nabila ada, gua udah dibangunin sama dia lalu gua bakal kesal karena diganggu" gumam Reva

Dia akhirnya duduk diseberang tempat, toh semua tempat sama saja pikirnya.

"Lalu Nabila bakal bilang, 'ada guru' padahal kenyataannya gak ada" gumamnya lagi

Reva mengetuk-ketuk tangannya di atas lantai, jika kemarin dia masih ragu menyebut ini lantai kali ini dia akan menganggapnya sebuah lantai dan munculnya pintu-pintu tersebut adalah sebuah dinding.

Tanpa diduga sebuah pintu muncul dari balik dinding, awalnya Reva hanya memperhatikannya saja dia berpikir mungkin saja pintu itu akan menghilang seperti sebelumnya namun tanpa dia duga pintu-pintu mimpi yang lain bermunculan.

"Wow!" Reva berseru tertahan menyaksikan hal itu dia berhasil memunculkan pintu

"Ternyata pakai jari juga bisa" ujar Reva santai dia lantas berdiri dan mulai melihat-lihat pintu yang ingin dia datangi

Beberapa pintu terkunci Anes pernah memberi tahunya jika pintu yang terkunci itu berarti sang pemilik mimpi tidak berada di sana atau bisa dibilang tidak tidur itu sebabnya pintunya terkunci.

Reva masih berjalan melihat-lihat hingga tiba di sebuah pintu berwarna cokelat kayu Reva melihat papan nama yang tertulis di sana membuat ekspresi Reva terlihat heran sekaligus kaget.

"Gavin Lianirsyad?" gumam Reva melafalkan nama pemilik pintu tersebut

Reva mengenggam kenop pintu dia membukanya pintu tidak terkunci itu artinya pemilik pintu tersebut sedang tidur, ragu-ragu Reva membuka pintu tersebut namun dia tetap membukanya juga dilihatnya seseorang dari balik pintu

"Kak Lian?"

[ OFF ]