Nabila masuk ke kamar sebuah pasien di sana tertulis informasi dari pasien tersebut seperti nama dan usianya. Nabila duduk di salah satu kursi yang berada di sebelah ranjang, ada banyak alat yang terpasang di tubuh pasien tersebut seperti alat pernafasan, detak jantung dan lainnya yang tidak dia tahu namanya.
Dia meletakkan bunga lily berwarna kuning hadiah dari Reva di atas pinggiran ranjang, sesekali Nabila menghela napas pelan saat melihat tubuh tidak berdaya orang yang berada di atas ranjang itu. Mata Nabila melihat sebuah pigura yang terpajang di atas meja, pigura sama yang ada di kamarnya.
"Reva bawain bunga bakung kuning buat kakak" ujar Nabila, "dia masih ingat bunga kesukaan kakak, dia juga masih ingat arti bunganya"
Nabila merapikan selimutnya sesekali dia melihat alat denyut jantung yang berada di depannya terdengar suara dengan irama yang konstan.
"Kakak ingat waktu hari valentine?" tanya Nabila entah ditujukan kepada siapa
"Jika semua orang bawa mawar merah, cuman di sekolah kita aja yang penuh dengan bunga lily kuning" cerita Nabila, dia merapikan selimutnya lagi
"Semua gara-gara Kakak" Nabila tersenyum membayangkan momen pada saat itu
Nabila mengangkat kepalanya dia melihat wajah Kakaknya yang sedang tertidur begitu tenang, jika ini Reva mungkin Nabila akan bilang Kakaknya sedang asyik di dunia mimpi.
"Tapi tahu gak apa yang paling menyebalkan pada hari itu?" tanya Nabila lagi entah ditujukan kepada siapa
"Bukan karena kita disuruh bikin paper" Nabila berhenti sejenak membayangkan momen itu kembali
"Tapi karena Kakak dapat bunga lebih banyak dari aku. Dan itu sangat menyebalkan" ujar Nabila dia cemburut seakan Kakaknya sedang mendengarkannya bercerita.
"Kakak juga mengejekku seharian karena dapat bunganya cuman sedikit" Nabila tersenyum getir, "benar-benar menyebalkan"
Nabila merapikan selimut untuk yang ketiga kalinya, "Nabila kangen!"
"Kakak cepat bangun ya, jangan terlalu lama nanti Kakak bisa kayak Reva" Nabila terkekeh pelan, "kelamaan main di dunia mimpi"
Nabila bangkit berdiri dari tempat duduknya, "Nabila pamit. Maaf gak bisa lama-lama soalnya Mama-"
Nabila tidak melanjutkan kalimatnya barusan dia menggigit bibir bawahnya seakan mencoba merahasiakan sesuatu.
"Nabila pamit" pamit Nabila sekali lagi dia mendekatkan wajahnya ke telinga Kakaknya, "Kak Lian, Nabila kangen" ujar Nabila suaranya sedikit bergetar
Nabila beranjak pergi namun sebelum itu untuk yang terakhir kalinya Nabila merapikan selimut memastikan jika selimut itu benar-benar sudah rapi, Nabila melangkah keluar dari kamar itu ditutupnya pintu kamar yang membuat ruangan kembali menjadi gelap seperti sebelumnya.
Reva masih berada di taman awalnya dia memang hendak langsung pulang namun dia teringat dengan mimpinya saat di dalam MRT barusan, sosok pria yang tidak terlihat wajahnya masuk ke dalam mimpi miliknya.
Reva seperti mengenali sosok pria tersebut namun dia tidak ingat, yang pasti orang itu bukanlah Jae atau teman pria di sekolahnya.
"Semalam itu mimpi yang aneh" ujar salah seorang yang duduk tidak jauh dari tempat Reva, orang itu terlihat sedang bercerita dengan temannya
"Memangnya mimpi apa?" tanya temannya penasaran
"Gelap" ucapnya, "gua gak bisa lihat apa-apa anehnya gua bisa lihat ada pintu di sana, tapi pintu itu kayak terkunci gua gak bisa ngebukanya"
Reva tanpa sengaja ikut mendengarkan cerita dari orang di sebelahnya itu, dia sempat terkejut saat orang itu menceritakan sebuah pintu.
"Terus-terus?" tanya temannya lagi
"Gua gak tahu harus gimana, gua ngerasa seperti terjebak di sana. Benar-benar mimpi yang aneh" ucapnya mengakhiri cerita mimpinya
Reva tertegun mendengar cerita itu, dia tahu pintu yang dimaksud oleh orang itu adalah pintu menuju sebuah mimpi saat memulai lucid dream yang biasa dia lakukan namun pintu dalam mimpi seharusnya tidak pernah terkunci.
Reva teringat sebelumnya dia juga mengalami hal yang sama pintu mimpinya terkunci tidak bisa terbuka dan muncul sebuah pintu baru, bukan hanya itu waktu yang menunjukkan batas dia berada di sana juga terhenti.
"Apa yang salah?" tanya Reva kepada dirinya sendiri, dia melihat pergelangan tangannya waktu di dunia mimpinya sudah hilang tepat lima menit saat dia berada di meja makan pagi tadi yang membuat Reva awalnya berpikir jika dia masih berada di dunia mimpi.
***
Matahari mulai menyingsing malam pun tiba, Jae berada di dalam mobil jadwalnya hari ini telah selesai dia menyandarkan tubuhnya di punggung kursi mobil wajahnya terlihat lelah setelah seharian bergelut dengan waktu dan semua aktivitasnya.
"Mau mendengarkan musik?" tanya Dihno menawarkan
Jae mengangguk, "Boleh"
Tatapannya melihat ke arah luar kaca mobil dilihatnya kendaraan lain hilir mudik menyalip mobil yang ditumpanginya, Jae sedikit mengangkat kepalanya saat tahu jika mobilnya bukan melaju menuju jalan ke arah pulang melainkan tempat lain
"Apa kita masih ada jadwal? Kenapa berbelok ke sini?" tanya Jae
"Kamu lupa, kita ada janji dengan Hyun" jawab Dihno dia melirik sekilas melalui kaca spion depan.
"Ah aku lupa soal itu" gumam Jae dia menyandarkan tubuhnya kembali, "perbesar volumenya" pintanya kemudian dia memejamkan matanya berusaha menikmati musik yang terdengar.
Hyun sudah tiba terlebih dahulu di sebuah cafe tempat dia dan Jae janjian dia tengah melihat sebuah kaset model lama, entah apa isi kaset tersebut namun wajah Hyun tidak terlihat seperti biasanya.
Kring
Bel pintu cafe tersebut berbunyi memberi tanda jika ada orang yang masuk ataupun keluar, Hyun reflek mengangkat kepalanya melihat kearah pintu saat bel itu berbunyi. Jae dengan setelan kaus hitam berlengan pendek dan celana jeans terlihat masuk ke cafe tersebut, Hyun yang melihatnya segera menyembunyikan kaset tersebut.
Meskipun Jae menggunakan masker dan topi namun Hyun masih bisa mengenali lelaki yang lebih muda beberapa tahun darinya itu. Hyun melambaikan tangan berharap Jae dapat melihat posisinya.
Jae yang melihat tangan Hyun segera menghampiri meja itu, dia pun segera duduk dikursi tanpa perlu meminta izin kepada Hyun.
"Di mana Dihno?" tanya Hyun berbasa-basi
"Mobil" Jae menjawab pertanyaan Hyun tanpa melihat ke arah pria itu.
Hyun hanya mengangguk mengerti lalu mereka pun terdiam tidak ada perbincangan lagi di antara keduanya atau tidak ada yang ingin memulai percakapan terlebih dahulu .
"Langsung aja, ada apa?" tanya Jae akhirnya memecah keheningan di antara mereka
Hyun sedikit berdehem melepaskan ketegangan sebelum memulai percakapannya.
"Aku dengar kamu menolak lagu yang aku berikan?" tanya Hyun langsung ke intinya
Jae tersenyum sinis dia sudah bisa menebak apa yang ingin dibahas oleh Hyun sebelumnya, Jae hanya tidak menyangka jika Hyun akan menghubunginya seperti ini.
"Bukannya sudah jelas, dari awal aku tidak mau" ucap Jae dia menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi, "sajangnim yang meminta aku untuk melakukannya"
Jae sekilas melihat kearah lain, "Dia bilang lagu itu cocok untuk karakterku"
"Jadi aku penasaran, jika lagu itu cocok untuk karakterku" Jae mendekatkan kepalanya dia sedikit berbisik, "bagaimana dengan karaktermu?"
Hyun menghembuskan napas pelan, "Lalu kenapa memasukkannya ke dalam list albummu?"
"Terpaksa, aku sudah bilang sajangnim yang minta" ketusnya
"Seharusnya kamu mengucapkan terima kasih, jika aku menolaknya maka itu akan menjadi yang kedua kalinya lagumu ditolak" sindir Jae dia tersenyum sinis, "beritanya pasti akan lebih heboh dari yang sebelumnya"
Hyun mengangkat kepalanya dia menatap tajam ke arah Jae mengerti hendak mana maksud kalimat Jae barusan
"Ne, aku sangat berterima kasih" ujar Hyun
Jae tersenyum penuh kemenangan dia beranjak berdiri baginya obrolan ini sudah selesai, Jae hendak pergi meninggalkan Hyun yang masih duduk seperti di dalam drama-drama yang biasa terlihat di layar TV.
"Baiklah, jika tidak ada yang ingin dibahas lagi aku pamit" izin Jae
"Kamu punya utang maaf" ucap Hyun menghentikan langkah kaki Jae
Jae balik badan sebelah alisnya terangkat, "Mwo?"
"Eomma, kamu punya utang maaf dengannya" Hyun bangkit dari tempat duduknya dia berjalan mendekati Jae, "pastikan kamu melakukannya secara langsung" bisik Hyun tepat di telinganya
Setelah mengucapkan itu Hyun berjalan pergi meninggalkan Jae yang masih berdiri di tempatnya, dia berjalan keluar cafe menuju tempat mobilnya terparkir. Hyun menekan tombol kunci mobil saat dia hendak membuka pintu mobil Jae dengan cepat menutupnya kembali.
Hyun sempat terkejut melihat Jae mengikutinya menuju parkiran namun rasa terkejutnya hilang mengingat bagaimana sikap Jae belakangan ini kepadanya. Jae mendorong pintu mobil yang sempat terbuka dia menatap Hyun tajam.
"YA! Seharusnya kamu tahu alasan aku tidak bisa datang" sindir Jae tatapannya seakan ingin menelan lelaki di depannya bulat-bulat.
Dari jauh Dihno yang melihat Jae tiba-tiba keluar megikuti Hyun mencoba mengejarnya, dia takut jika Jae akan melakukan hal yang tidak seharusnya terlebih lagi saat ini mereka berada di tengah-tengah tempat umum ada banyak orang yang mungkin mengenalinya.
"Yeogiyo, hp mu ketinggalan!" teriak Dihno beralasan saat melihat suasana menegangkan antara Jae dan juga Hyun.
Jae menoleh melihat Dihno yang berteriak tidak jauh darinya, dia bisa melihat Dihno memberikannya sebuah kode 'jangan di sini' kurang lebih seperti itu maksud dari tatapannya.
"It's all your fault!" bisik Jae namun terdengar sangat dingin dan menusuk. Jae sengaja menabrak bahu Hyun dia melangkah pergi meninggalkannya.
Jae berjalan melewati Dihno tatapannya dingin membuat Dihno yang tadinya ingin bertanya mengurungkan niatnya, Dihno menatap bergantian antara Hyun dan Jae sebelum akhirnya dia mengekori Jae di belakang ikut pergi meninggalkan Hyun di sana.
***
Angel terlalu asyik bermain dengan anak-anak panti hingga lupa jika hari sudah malam, dia pun pamit kepada Ibu panti hendak pulang pasalnya Papanya akan pulang malam ini dan Angel sedang tidak ingin berdebat dengan Papanya, terlebih lagi pagi tadi Papanya sudah menegurnya.
Ibu panti yang tidak tega melihat Angel pulang sendirian malam-malam dia meminta Irvan untuk menemani namun Angel menolaknya dengan sopan meski begitu Ibu panti lebih keras kepala dia tetap memaksa Angel agar mau ditemani oleh Irvan.
Pada akhirnya Angel pun mengalah dia ditemani oleh Irvan pulang ke rumah. Irvan merupakan salah satu lelaki sebaya dengannya yang juga bersekolah ditempat yang sama, mereka saling kenal karena hubungan bisnis antara Papa Angel dan keluarga Irvan sedangkan saat di sekolah mereka terlihat tidak saling mengenal.
Bukan karena Irvan tidak mau terlibat oleh most wanted sekolah tapi dia juga tidak tertarik ikut terlibat dalam setiap masalah yang ditimbulkan oleh gadis di sebelahnya ini, terlebih lagi Irvan terkenal sebagai murid yang baik dia juga terkenal pintar di sekolah sangat berbanding terbalik dengan Angel.
"Ehem"
Angel sengaja berdehem memecah keheningan yang terjadi di antara mereka berdua, dia melirik sekilas kearah lelaki di sebelahnya yang masih fokus menyetir. Angel menarik napas, lelaki di sebelahnya seakan menganggap jika dirinya hanyalah benda diam. Angel ikut tidak peduli dia menyalakan radio mobil memilih siaran musik yang biasa di dengarkannya.
Radio menyala mendengarkan sebuah alunan musik barat dengan nada cepat, Angel yang mendengar menggoyangkan kepalanya pelan mengikuti irama musik. Irvan melirik melihat Angel yang sedang asyik menikmati musik tersebut dengan sengaja dia menekan tombol off membuat suara dari musik itu berhenti.
"HEI" teriak Angel spontan saat kesenangannya di usik
"Berisik" ucap Irvan singkat tanpa melihat ke arah Angel yang sedang menatapnya dengan tajam
"Lo bisa kecilin volumenya bukan di matiin" balas Angel tidak mau kalah
"Gua gak bisa fokus nyetir kalau dengar musik kayak gitu" ucap Irvan lagi
Angel menghembuskan napas kasar terpaksa dia mengalah membiarkan suasana sepi menemani mereka sepanjang perjalanan.
Kurang lebih satu jam mereka berada di jalanan hingga akhirnya mereka tiba di sebuah kawasan elit, rumah-rumah mewah bertingkat berjejer rapi di pinggir jalan bahkan sudah terlihat meskipun mereka baru sampai di depan gerbangnya saja.
Salah satu satpam menghentikan mobil mereka dia melakukan pengecekkan setiap kendaraan yang memasuki kawasan tersebut.
"Malam Pak bisa dibuka kacanya" pinta satpam itu tidak bisa melihat dari luar siapa yang berada di dalam mobil
Irvan menekan tombol membuat kaca mobil turun hingga setengahnya, dia menoleh ke arah satpam tersenyum ramah.
"Selamat malam Pak" sapa Irvan
Satpam itu mengenalinya meskipun pemuda itu bukanlah warga dari kawasan tersebut namun Irvan terkadang datang berkunjung ke beberapa rumah temannya yang ada di kawasan ini.
"Oh nak Irvan, tumben naik mobilnya beda" ucap Pak satpam basa-basi
"Ini mobil saya Pak" sela Angel dia menyemburkan kepalanya keluar membuat kehadirannya terlihat.
Pak satpam yang tidak menyadari jika ada Angel di dalam mobil itu cukup terkejut, pertama karena dia tidak menyangka jika pemuda sebaik Irvan ternyata mengenali Angel yang sudah terkenal dengan berbagai masalah dikawasan ini, kedua karena dia tidak tahu jika mobil itu adalah milik Angel.
"Eh ada mba Angel juga, maaf mba Bapak gak liat" ucapnya kikuk
Angel mendesis, "Ish"
"Kalau gitu duluan ya Pak" ujar Irvan mengakhiri basa-basi tersebut yang dibalas dengan senyuman ramah Pak satpam. pintu pagar terbuka Irvan segera melintasinya, mobil merah sport milik Angel melaju lurus dengan kecepatan sedang.
Setelah beberapa kali belokkan akhirnya mereka tiba disebuah rumah dengan dominasi warna putih bersih, halamannya luas dihiasi oleh beberapa tumbuhan dan rumput hijau yang dipangkas rapi. Irvan memasuki halaman rumah tersebut, pagar tinggi berwarna hitam terbuka saat mobil itu berada di depan gerbang
Seperti melakukan scanning pagar terbuka otomatis seakan tahu jika mobil itu hendak memasuki rumah pemiliknya.
Irvan menepikan mobil itu tepat di depan rumah, dia membuka seatbelt dan melangkah keluar mobil terlebih dahulu yang diikuti oleh Angel kemudian. Irvan melempar kunci mobil kearah Angel saat gadis tersebut hendak berjalan mendekatinya.
Angel sempat terkejut menerima lemparan kunci beruntung dirinya bisa menangkap kunci tersebut.
"Gua balik" ucap Irvan lalu pergi tanpa perlu mendengar Angel membalas ucapannya.
Angel yang awalnya hendak mengucapkan terima kasih kembali menahan kalimatnya keluar
"Iya, ya silakan pergi!" omel Angel dia akhirnya melangkah masuk kedalam rumahnya tanpa memedulikan lelaki tinggi itu.
Di dalam rumah siapa sangka ternyata Angel sudah ditunggui oleh seseorang yang bahkan tidak pernah menganggapnya ada, Angel sempat terkejut mengetahui Papanya ada di dalam rumah sedang menonton TV hal yang sangat jarang terjadi.
Awalnya Angel hendak bertanya 'tumben Papa udah di rumah?' namun belum sempat kalimat itu keluar dari mulutnya suara berat tersebut terdengar oleh Angel
"Dari mana aja kamu?!" tanya Papanya yang lebih tepatnya sedang menginterogasi Angel
Mendengar nada bicara Papanya yang terdengar berat Angel sedikit menunduk, "Panti" jawab Angel jujur apa adanya.
"Jangan bohong!" bentak Papa, "mau sampai kapan kamu buat masalah lagi"
Angel mengangkat kepalanya, "Tapi Angel gak bohong, Angel emang dari pant-"
"Seharusnya aku tidak mengajakmu ke sini jika kamu hanya buat onar!" sela Papa tanpa rasa bersalah mengatakan kalimat tersebut.
Itu terdengar keluhan tapi bagi Angel itu seperti sebuah pengusiran secara halus, Angel menatap tajam kearah papanya.
"Mama juga bilang gitu" seloroh Angel, "jika kalian tidak menginginkan aku kenapa tidak taruh saja aku di panti!" ucap Angel nada suaranya meninggi.
Tubuhnya terjatuh dilantai, pipi kirinya memerah terasa panas Angel memegang pipinya terasa nyeri namun sesuatu yang berada di dalam hatinya terasa lebih menyakitkan. Angel mendongak menatap wajah Papanya yang memerah dilihatnya sorot mata yang menatap Angel dengan sangat tajam.
Butuh beberapa waktu bagi Angel untuk menyadari jika barusan yang terjadi adalah Papanya menampar dirinya, Angel bangkit berdiri dia balas menatap Papanya tak kalah tajamnya.
Angel tersenyum miring, dia balik badan pergi meninggalkan Papanya yang masih menatapnya tanpa tergerak untuk mengejar putrinya tersebut. Angel menekan tombol kunci mobil dia masuk kedalamnya tanpa disangka ada seseorang juga yang masuk mengikutinya, Irvan.
***.
Reva melirik jam weker yang berada di atas meja belajarnya hampir tengah malam namun dia masih belum mengantuk, sedari tadi di meja belajar Reva fokus membaca jurnal yang berada di internet. Sesekali Reva membuka halaman baru untuk mencari arti kata yang tidak di mengertinya.
Reva menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal, wajahnya terlihat frustrasi sepulangnya dia dari taman Reva langsung mengurung diri dikamar dia bahkan membawa makan malamnya ke kamar dan beralasan kepada orangtuanya jika ada banyak tugas sekolah yang harus diselesaikannya.
Namun pada kenyataannya tugas sekolah Reva sudah selesai bahkan sejak kemarin malam, saat ini Reva sedang sibuk dengan komputernya mengotak-atik mencari informasi lebih tentang mimpi dan para Oneironaut sebutan bagi mereka yang bisa menjelajah dengan bebas di dalam mimpi.
"Hah!" Reva mendengus kasar. Dari banyaknya situs yang dibaca tidak ada yang menjelaskan lebih tentang oneironaut tersebut kebanyakan isinya hanya pengulangan dari banyak tulisan yang ada, mungkin hanya dibedakan oleh kalimat pembukanya saja pada intinya tetap saja sama.
"Tidak kreatif" omel Reva saat selesai membaca salah satu tulisan disebuah situs, awalnya Reva tertarik dan berpikir mungkin akan berbeda dengan yang dibaca sebelumnya namun hingga sampai pada pertengahan Reva baru menyadari jika tulisannya hanya copypaste saja dari yang sebelum-sebelumnya.
Dreett.. dreett..
Smartphonenya bergetar Reva melirik sekilas ada sebuah pesan masuk, Reva memiringkan kepalanya dia terlihat heran dengan pesan yang masuk itu bukan karena tanpa nama yang sudah biasa diterimanya namun isi pesan yang terpotong dinotifikasi pemberitahuan membuat Reva yakin kalau itu bukanlah pesan iseng apalagi 'mama minta pulsa'
Reva meraih smartphonenya dia membaca isi pesan tersebut secara keseluruhan, wajahnya yang terlihat biasa mendadak berubah terkejut Reva menekan tombol panggilan untuk melakukan panggilan suara di nomor tak dikenalnya itu namun sayang nomornya tidak tersambung, sepertinya penggunanya menggunakan nomor sekali pakai.
Reva kembali menatap layar komputer yang menyala di depannya sejenak dia berpikir isi dari pesan tersebut matanya melirik jam weker miliknya beberapa detik kemudian dia tersenyum miring.
"Orang iseng" ujar Reva dia kembai fokus dengan layar komputernya mencari informasi melupakan pesan singkat dari nomor yang tidak dikenalnya itu.
Jalanan besar tampak sepi itu hal yang wajar melihat sekarang sudah lewat dari tengah malam, banyak orang memutuskan masuk kedalam rumah masing-masing untuk beristirahat kalaupun masih ada yang bekerja hanya sedikit dari mereka dan bisa dipastikan sangat jarang ada orang yang keluar di jam segini.
Angel memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi dia tidak peduli jika ada polisi yang tengah berpatroli malam hari atau tidak saat ini moodnya benar-benar buruk, di sebelah Angel sosok pria bernama Irvan tengah duduk tangan kirinya berpegangan pada hand grip sedangkan tangan yang satunya memegang kuat seatbealt yang terpasang.
Sesekali Irvan melirik speedometer dia melihat kecepatan yang dilakukan Angel sedari tadi tidak kurang dari 200km/jam, terkadang Irvan berteriak tertahan saat Angel dengan sengaja merapatkan kendaraannya dengan sebuah truck yang berada di depannya dan saat jaraknya hanya beberapa meter saja Angel dengan cepat membelokkan mobilnya.
"Gua udah bilang lo gak usah ikut!" ucap Angel ketus saat dia melirik kearah Irvan yang terlihat ketakutan dengan caranya berkendara.
"Hm.." Irvan berdehem, "boleh gua tanya"
"No!"
"Lo mau ke mana?"
"Gua udah GAK!" bentak Angel
"Setidaknya gua harus tahu kita mau ke mana sebelum-" Irvan menghentikan kalimatnya sejenak saat Angel menyalip dua truck di depannya sekaligus, salah satu truck mengklakson memberi tahu jika cara Angel berkendaraan sangatlah berbahaya.
"SHIT!" hardik Angel dari dalam mobil
Irvan melirik kearah indikator bensin yang sudah menunjukkan garis kedua hampir habis dia melihat kearah Angel yang tidak peduli terlebih lagi dia bahkan tidak memiliki tujuan hendak ke mana hanya memacu mobilnya secepat mungkin.
"Lo berniat kehabisan bahan bakar lalu kita gak bisa balik?" sindir Irvan
Angel bergeming dia tidak menanggapi kalimat Irvan barusan dia memacu kendaraannya lebih cepat lagi sampai pada akhirnya dia menghentikan secara mendadak membuat Irvan nyaris terpentok dasbor depan beruntung dia menggunakan seatbelt.
"Keluar!" ucap Angel dingin
Sebelumnya Irvan menatap Angel hendak mengomeli gadis itu namun tatapannya semakin tajam saat mendengar kata itu darinya.
"Gak mau" balas Irvan santai
Angel menoleh menatap Irvan tidak kalah tajam, "Gua bilang sebelumnya agar lo gak masuk"
"Gua juga udah bilang hp gua ketinggalan di dalam mobil" Irvan menunjukkan hpnya dengan gerakan cepat dia mengambil kunci mobil yang tergantung ditempatnya.
"HEI"
"Gua yang bawa mobilnya" ujar Irvan sedikit melemahkan suaranya namun masih terdengar tegas
"Gak usah ikut campur, kembalikan!" teriak Angel mencoba mengambil kunci mobilnya dari tangan Irvan
"Angel dengerin gua!" teriak Irvan dia menangkap tangan Angel yang hendak mengambil kunci dari tangannya
"Gua bisa pura-pura gak tahu apa yang terjadi sama lo di dalam rumah" ucap Irvan membuat Angel yang sempat berontak terdiam menatapnya
"Tapi gua gak bisa gak ikut campur ngeliat lo berkendara dalam keadaan kayak gini"
"Tukar posisi, gua yang bawa mobilnya" ucap Irvan dia membuka seatbelt yang terpasang tanpa menunggu Angel menjawab
"Gua gak mau pulang" rengek Angel
Irvan sudah membuka pintu mobil dia menghentikan langkahnya saat mendengar ungkapan Angel tersebut.
"Gua juga gak berniat nganterin lo pulang" ucap Irvan dia tersenyum kearah Angel
Mereka berdua bertukar posisi Irvan berada dikursi kemudi dia melihat Angel yang sudah duduk dengan rapi tatapannya melihat kearah luar jendela, Irvan tidak segera menyalakan mobilnya dia membuka kembali seatbeltnya.
Tubuhnya dia condongkan kearah Angel meraih seatbelt, Angel yang terkejut mengerjapkan matanya melihat yang dilakukan oleh Irvan.
"Lo mau ngap-"
Irvan memasangkan seatbelt milik Angel dia menatap tepat kearah mata Angel, "Pake seatbelt"
Setelah mengucapkan itu Irvan kembali memakai seatbelt miliknya dan segera menyalakan mobil menuju ke suatu tempat sedangkan hanya terdiam membeku mendapat perlakuan seperti itu untuk pertama kalinya dari seorang Irvan.
***
[ ON ]
Reva berada disebuah ruangan gelap namun seperti biasa dia bisa melihat dengan jelas apa saja yang ada disekitarnya. Reva melihat ke kiri dan kanan tapi tidak ada apa pun di sana termasuk pintu yang biasanya selalu ada ditempatnya.
"Reva!" terdengar suara memanggilnya
"Siapa?" teriak Reva dia mengedarkan pandangannya tapi tidak bisa menemukan orang yang memanggilnya itu.
Cahaya putih menyorot retinanya membuat Reva terpaksa menutup mata untuk mencegah banyaknya cahaya yang mendadak masuk, setelah beberapa saat Reva membuka matanya kembali dia mulai terbiasa dengan cahaya yang masuk kedalam retinanya.
Ruangan yang semula gelap menjadi terang Reva tidak tahu apa yang terjadi dia bahkan tidak melakukan apa pun, masih dalam keadaan yang bingung terlihat dari kejauhan ada seseorang yang berjalan mendekatinya bukan hanya satu melainkan tiga orang.
"Siapa kalian?" tanya Reva sesampainya orang itu beberapa meter dari tempatnya
Reva memperhatikan dengan saksama ketiga orang itu, yang pertama seorang gadis senyuman ramah kepadanya Reva bisa memperkirakan usia gadis tersebut tidak jauh darinya mungkin hanya terpaur 2 atau 3 tahun saja.
Reva melihat pria yang berada di tengah meskipun bentuk fisiknya terlihat mungil namun dia memiliki sorot mata yang tajam Reva bisa merasakan aura mengintimidasi dari orang itu, lalu yang terakhir seorang pria dengan tubuh tinggi dan badan proposional menggunakan kacamata hitam, sesekali dia membenarkan letak kacamata miliknya.
"Siapa kalian?" tanya Reva sekali lagi
"Selamat datang di dunia Dream Bender" ucap pria bertubuh mungil itu