Akhirnya mereka berdua sampai di lantai paling atas. Lantai dimana ruangan Presdir dan ruangan CEO berada.
Rey masuk kedalam keruangan dan Rudi kembali bekerja seperti biasa.
Rudi tak berkerja sendirian, ia memiliki seorang rekan kerja bernama Hanin. Ia selalu berada di sampingnya untuk membantu segala pekerjaan Rudi.
Hanin memiliki pribadi yang suka cerita, dan gampang berbaur dengan orang lain. Tapi Presdir memilihnya sebagai rekan kantor Rudi, ia tahu Hanin adalah orang yang gampang berbaur.
Tapi kenyataannya berbeda dari apa yang di harapkan Rey, Hanin dan Rudi tak pernah berbicara banyak, mereka akan berbicara seperlunya saja.
Rey selalu mengamati mereka berdua melalui sebuah kaca bening yang cukup besar yang berada di samping pintu masuk ruangannya.
Rey gregetan karena Hanin juga tak bisa berbicara banyak padanya, akhirnya ia memanggil masuk Hanin kedalam ruangannya melalui sebuah telepon kabel yang berada di mejanya.
"Ya ada apa pak?" Hanin masuk begitu Presdir memanggilnya.
"Menurut mu Rudi bagaimana?" Ia langsung membahas ke intinya
"Ee..." Hanin kaget dan bingung ingin menjawabnya seperti apa
"katakan saja, tak perlu kau pendam"
"Baik pak... Pak Rudi adalah orang yang kaku, saya tak pernah mengobrol dengan pak Rudi selain tentang pekerjaan. Ia memiliki aura dingin dan kaku, berbeda dengan bapak yang memiliki aura yang hangat dan juga menyenangkan. Walaupun begitu, ia tak pernah mengatakan kalau ia tak bisa ataupun ia sedang sakit, kebanyakan ia pendam sendiri"
"Eh Rudi pernah sakit?" Rey kaget karna ia sama sekali tak perna melihat Rudi jatuh sakit walau hanya sehari pun.
"Hmm... bukan jatuh sakit seperti yang bapak kira, saya pernah melihat tangan beliau memar dan ada beberapa jarinya sedikit di perban. Saat saya tanya, beliau mengatakan tidak apa-apa"
"Aahh luka itu ya.. saya juga perna lihat, tapi dia juga selalu bilang tidak apa-apa" Rey melirik keluar kearah Rudi.
"Oiya, kamu jangan menyerah ya untuk berbicara sama Rudi"
"Baik pak"
"Terima kasih, kembali lah"
"Baik pak, sama-sama"
Hanin segera kembali setelah ia selesai berbicara dengan Presdir di dalam ruangannya.
Rudi melirik Hanin ketika ia hendak berjalan keluar dari ruangan Presdir.
Hanin menyadari kalau Rudi dari tadi meliriknya. Ia pun menatap balik Rudi dengan tatapan bingung.
Reflek, Rudi langsung memalingkan wajahnya dan kembali fokus pada komputer yang ada di depannya.
Hanin kembali duduk dan mengerjakan pekerjaannya kembali, agar suasana tak canggung ia mulai untuk membuka topik
"Pak Presdir baik ya orangnya"
"Eh... iya beliau baik" Jawab Rudi canggung
"Apa bapak ingin makan siang sama? Kebetulan tadi saya cukup banyak beli makanan"
"Eh.. maaf, saya sudah pesan makan di cafe bawah tadi"
"Hmm... baik.."
Dan suasana kembali canggung seperti biasa.
***
Pukul 11:30
Rey keluar dari ruangannya untuk pergi ke klinik.
Rudi dan Hanin segera berdiri untuk menyambut Rey.
"Bukan kah anda bilang ingin keluar saat jam makan siang?"
"Iya.. kalau saya keluar tepat saat jam makan siang lalu kembali lagi kemari waktunya sudah habis banyak. jarak dari sini ke klinik cukup jauh"
"Tapi pak anda tak bisa melanggar prosedur perusah-"
"Ssttt aku tau, ku hanya ijin 30 menit untuk keluar sebelum waktu istirahat. Tanyakan pada divisi penerbit, apa pak Freddy sudah masuk setelah ia tidak masuk selama 7 hari berturut-turut" Rey langsung pergi setelah mengatakan itu dengan wajah sedikit kesal
"Eh ternyata pak Presdir tau kalau pak Freddy jarang datang" Hanin kaget karena hampir semua orang yang ada di divisi penerbit menutupi hal itu.
Pak Freddy adalah karyawan biasa tapi ia masuk ke perusahaan dengan jalur khusus. Dia adalah ponakan jauh dari salah satu petinggi perusahaan. Pamannya adalah orang yang cukup berpengaruh di perusahaan walaupun pengaruhnya tak terlalu besar.
Rudi langsung segera pergi ke divisi penerbit untuk memastikan pak Freddy datang atau tidak.
Disaat itu juga Hanin mengetahui sisi lain dari Rudi yang kaku, ia menyadari kalau Rudi adalah orang yang idealis.
***
Sesampainya ia di divisi penerbit, Rudi segara bertanya ke salah satu staf yang ada disana. Hampir semua staf disana tidak tahu pak Freddy masuk atau tidak.
Ia segera pergi keruangan pak Freddy, dan benar, beliau tidak masuk lagi. Tentunya Rudi marah akan hal itu, ia segera pergi mengecek daftar hadir pak Freddy.
Ia terkejut sudah hampir 2 Minggu ia tak kunjung masuk, padahal ia hanya ijin sakit demam, dan jatah cutinya juga sudah habis.
Tentunya Rudi jengkel mengetahui hal itu, ia segera menghubungi pak Budiman selaku atasannya langsung.
Tentunya pak Budiman takut karena dihubungi langsung oleh sekretaris sekaligus asisten pribadi Presdir, dan juga bawahan langsung dari sang pendiri perusahaan.
Pak Budiman sangat tahu Rudi orangnya seperti apa, ia akan bergerak jika memang sudah dimintai langsung oleh Presdir atau pendiri perusahaan yaitu tidak lain adalah kakeknya Reyden.
Pak Budiman meminta Rudi untuk sabar dan masalah pak Freddy agar ia yang mengurusnya sendiri.
Rudi mempercayakan masalah ini kepada pak Budiman, agar beliau yang mengurusnya.
setelah masalah ini selesai, ia segera kembali ke lantai atas untuk mengerjakan pekerjaannya.
***
Pukul 12:00 siang
Rudi melihat waktu di jam tangan miliknya sudah menunjukkan waktu jam makan siang, ia langsung turun kembali menggunakan lift menuju cafe lantai bawah.
Dan ya, hampir dari divisi penerbit membicarakan tentang masalah ketidak hadiran pak Freddy. Dan mereka bertanya-tanya, pak Presdir sendiri sudah tahu akan hal itu kenapa baru bertindak sekarang?
Banyak orang yang ingin langsung bertanya pada Rudi akan kerusuhan yang ia buat di divisi penerbitan tadi. Tapi mereka semua tak berani berbicara bahkan untuk mendekatinya saja tak ada yang berani.
***
Saat di ruang makan. Beberapa dari teman-teman Hanin tahu kalau Hanin adalah satu-satunya rekan kerja Rudi. Mereka mendesak Hanin untuk bertanya langsung tentang masalah di divisi penerbitan tadi.
Tapi Hanin menolaknya dengan tegas, karena ia tahu bila di tanya pun , Rudi juga tak kan mau berbicara.
***
Sesampainya Rudi di cafe lantai bawah, ia merasakan suasana yang cukup berbeda dari biasanya. Banyak mata yang menatap ke ke dirinya.
Karena tak gentar dengan tatapan itu, ia menatap balik orang-orang yang menatapnya
"Ada apa kalian menatapi ku seperti itu!" Tanyanya tegas
"Tak ada apa-apa, kau kali yang perasaan di tatap" jawab salah satu karyawan yang tak suka dengannya
Rudi mendiaminya karena tak ingin berurusan dengan orang seperti itu.
Rudi mengambil makanan yang telah ia pesan tadi, dan duduk di sebuah kursi yang berada di dekat sebuah jendela yang cukup besar.
Selama makan, ia terus menatap keluar. Kebetulan pemandangan diluar cukup bagus dan sangat indah, ada sebuah taman yang cukup luas dan beberapa bangku yang di isi beberapa karyawan. Ada banyak pohon yang ditanam untuk menghalangi sinar matahari masuk secara langsung.
Tapi ada satu pohon besar yang menjadi daya tarik Rudi, ia sangat menyukai pohon itu. Tak hanya besar, tapi ia membantu orang-orang yang ada di bawahnya untuk meneduh baik itu dari panas matahari atau dari hujan rintik-rintik dengan daun-daunnya yang cukup lebat
*Drrttt.... Drrttt....*
Suara getaran ponsel milik Rudi, Rudi segera mengambil ponsel yang ada di saku celananya. Ia melihat Rey menelponnya, lalu ia segera mengangkatnya.
"Ya halo pak?" Tanya Rudi
"Kau masi di cafe kan? aku nitip kopi seperti biasa ya, dan pesan 2 lagi. Untuk mu dan untuk Hanin ya. Kartu kredit ku masi ada sama mu kan, Rud? "
"Masih ada pak... tapi kartu kredit yang mana?"
"Eh aku menitipkan berapa kartu kredit emangnya?"
"3 pak. 1 Black Card dan 2 lagi adalah kartu kredit biasa"
"Ah pilih saja salah satunya"
"Baik, pak terima kasih"
Setelah Rey mematikan telponnya, ia segera menghubungi Hanin dan menanyakan kopi apa yang ia suka tanpa memberitahu kalau mereka berdua di traktir oleh Rey.
Baginya memberitahu sesuatu apalagi tentang kebaikan seseorang tanpa diminta itu sikap yang tak elok.
***
Setelah selesai makan, ia segera memesan kopi yang di pesan Presdir dan yang di minta oleh Hanin.
Sambil menunggu, ia membaca berita terbaru hari ini yang di bagikan di sosial media.
Tak berapa lama, akhirnya kopi yang ia pesan telah selesai.
Ia membayarnya sesuai dengan amanah dari Rey, yaitu dengan kartu kreditnya.
Ia mengambil 3 kartu itu sekaligus dan meminta baristanya untuk memilih sendiri kartu kredit milik Rey.
Tentu baristanya mengambil black card, karena itu yang paling mencolok walaupun warnanya hitam.
setelah selesai membayar ia segera naik ke lantai atas untuk segera memberikan kopi yang dititipkan padanya.