Rudi berjalan mendekati Rey.
"Pagi tuan"
Seketika Rey kaget dan langsung menutup bukunya.
Karena Rudi melihat reaksi Rey yang seperti itu, ia memutuskan untuk tak bertanya apa-apa tentang apa yang Rey tulis dan menganggap bila ia tak melihat apapun.
"Oh pagi Rudi" Rey membalas sapaan Rudi.
Rudi melihat ada sebuah teko berada diatas kompor listrik yang sedang sedang menyala. Ia menyadari bila Rey ingin meminum teh. "Tuan kembali saja, biar saya yang menyediakan teh"
"Oh gk perlu kok, ku cuman mau minum air hangat"
"Baik Tuan "
Setelah Rudi pergi, Rey lanjut menulis mimpi yang ia alami tadi. Ia berusaha mengingat setiap kejadian yang ada di mimpinya.
Pukul 05:10
Akhirnya air yang ia masak tadi sudah matang. Ia menuangkan air kedalam sebuah gelas favorit miliknya.
Cukup lama ia mengingat-ingat mimpinya itu, akhirnya ia menyudahi untuk menulis dan memutuskan untuk pergi mandi.
*Degg..*
Tiba-tiba ada sebuah kejadian yang terjadi secara sepintas di dalam otaknya. Hal itu membuat dirinya menjadi sempoyongan. Ia memegang dinding yang berada di sebelahnya untuk menopang badannya agar tak terjatuh.
"Apa itu tadi" Ucapnya sembari memegang kepalanya.
Setelah cukup mendingan, ia perlahan untuk berdiri tegak dan berjalan perlahan ke arah kamar mandi yang ada di lantai 1.
***
pukul 05:50 pagi.
Rudi berada didapur untuk menyiapkan sarapan. Sarapan yang ia buat hari ini tak jauh berbeda dengan sarapan semalam.
Hanya roti dan beberapa selai. Ia ingin membuatkan yang lain, tapi ia masih belum tahu apa sarapan kesukaan Rey. Jadi ia akan bertanya jika ada kesempatan.
Tak berapa lama setelah Rudi selesai membuat sarapan. Rey turun dari kamarnya menuju keruang makan untuk sarapan.
Rey menyadari jika kucing-kucingnya tidak menghampiri dirinya. Ia sempat ingin mencari kedua kucingnya itu, tapi ia tak jadi dan mengurungkan niatnya, karena ia melihat tempat makan mereka ada sisa makanan.
Rey hanya berpikir kalau Rudi telah memberikan mereka makan, dan mereka berdua kembali tidur.
Karena tak mau berlama-lama, ia langsung pergi ke ruang makan. Sesampainya dirinya disana, Rey melihat Rudi yang sedang duduk di salah satu kursi makan. Ia terlihat menikmati teh yang sedang diminumnya.
"Selamat pagi, tuan"
"Oh... Selamat pagi juga, Rud" Menarik salah satu kursi yang ada di depannya untuk diduduki.
"Ini silahkan, tuan. Maaf sarapannya sama seperti semalam" meletakkan teh yang ia minum ke atas meja makan dan memberikan sebuah piring berisikan 4 buah potong roti beserta pisau kecil dan beberapa selai.
"Tak apa, aku suka sarapan seperti ini. Gak ribet" mengambil pisau kecil yang berada di atas piring roti.
"Baik, tuan. Saya akan mengganti menu sarapan bila rotinya sudah habis"
"Jangan! Ganti saja bila selainya sudah habis"
"Eh t-tapi..." Rudi melihat hampir semua selai yang ada di atas meja makan masih banyak isinya, kecuali selai kacang.
Setelah itu Rey terlihat melamun sembari mulut mengunyah roti. Rudi berpikir kalau Rey sedang memikirkan pekerjaan yang akan di kerjakan nanti tapi kenyataannya beda.
Karena cukup lama Rey melamun, Rudi menepuk pundak Rey, agar ia tersadar.
"Tuan sudah saatnya kita berangkat" sembari menepuk pundak Rey
Seketika Rey tersadar "Oh ya, oke"
Rey bangkit dan segera bersiap untuk pergi ke kantor.
Sekitar setengah 7 mereka keluar dari rumah dan berjalan kaki menuju kantor.
Saat di jalan, Rudi merasa penasaran mengapa Rey terlalu lama melamun. Aoa yang sedang ia pikirkan.
Lalu ia memutuskan untuk bertanya pada Rey.
"Tuan, tadi anda mikir apa? sampai melamunnya begitu lama"
"Hmm.. banyak hal, tapi kau tak perlu khawatir" terlihat seperti menyembunyikan sesuatu.
"Okey..." Rudi merasa tak puas dengan jawaban yang di berikan oleh Rey.
"Oiya, apa kakek ada menelpon semalam?" Tanya Rey untuk mengalihkan pembicaraan
"Sepertinya tidak ada, Tuan"
"Ohh okey makasi"
Situasi di antara mereka berdua berubah menjadi hening. Saat di jalan Rey melihat ada seekor kucing yang sedang tertidur di bangku taman. Jiwa pecinta kucing Rey keluar.
Ia langsung menghampiri kucing tersebut dan menatapnya beberapa menit. Awalnya ia ingin mengelus kucing tersebut tapi takut mengganggu dan membangunkan kucing yang sedang tertidur lelap jadi ia hanya menatapnya saja.
Setelah itu Rey bangkit dan lanjut jalan menuju kantor. Rudi yang melihat kejadian tak biasa itu merasa aneh dengan kelakuan Rey. Tapi ia hanya memaklumi saja, karena tingkah dan karakter setiap manusia itu berbeda-beda.
Saat mereka hampir dekat dengan lampu merah, Rey langsung memakai masker dan kaca mata hitam miliknya agar tak banyak karyanya yang menyadari akan keberadaannya.
Tapi ia lupa memberitahu pada Rudi untuk menutup wajahnya agar tak di kenali. Tak berapa lama apa yang di khawatirkan Rey terjadi. Banyak karyawan yang menyapa Rudi saat mereka berhenti di lampu merah untuk menyebrang bersama-sama.
Tentu saja Rudi yang memiliki pribadi kaku, hanya melirik mereka saja. Ada yang spontan bertanya mengapa ia berjalan kaki ketimbang memilih untuk naik mobil agar cepat sampai.
Seketika ia mengingat jawaban apa yang pernah Rey berikan kepadanya atas pertanyaan yang sama "Karna aku suka dan berjalan itu sehat"
Orang yang bertanya itu tak bisa membalasnya lagi karena ia sedikit terkejut bila orang seperti Rudi ini memilih berjalan kaki untuk kekantor. Tapi mereka tidak tahu kalau Presdir mereka hampir setiap hari berjalan kaki menuju ke kantornya sendiri dan sering berpapasan dengan mereka di lampu merah.
Saat lampu sudah berubah menjadi merah, Rey berkata pada mereka "Duluan ya, mas mbak"
Mereka yang mendengar kata-kata itu, merasa tak asing dengan suaranya.Tapi mereka tak berani mengambil kesimpulan.
Saat sudah sampai kantor, Rudi bertanya padanya "Pak kenapa bapak gk mau nyapa balik mereka tadi?"
Rey langsung menjawab pertanyaan Rudi "Bukan gk mau, tapi saya risih. Itu kan belum sampai kantor tapi mereka uda nyapa saya make jabatan bukan pake nama. Jadi rada gimana gitu"
"Hmm... baiklah" Rudi merasa sedikit paham dengan apa yg di rasakan Rey tadi.
"Oiya mampir dulu ke cafetaria, mau beli kopi"
"Baik pak"
Mereka pergi ke cafetaria sambil menyapa setiap karyawan yang berpapasan dengan mereka.
Tiba-tiba saat ingin memesan kopi, Rey merasa sedikit pusing. Karena pusingnya tak terlalu berat, ia tidak terlalu memperdulikannya.
"Oiya aku terima laporan semalam, kalau kamu meminta pak Budiman untuk mengeluarkan sp sama pak Freddy"
"Iya saya meminta beliau semalam untuk mengeluarkan sp pada pak Freddy"
"Kerja bagus. Sebenarnya saya uda tau lama dan uda risih, tapi saya bukan hrd dan bukan juga atasannya, jadi serba salah"
"Tapi anda Presdir"
"Hey Hey pekerjaan ku banyak dan lebih penting ketimbang harus bersusah payah mengeluarkan sp padanya. Kalau aku jadi kakek, aku tak segan untuk langsung mengeluarkannya"
"Pak, kalau boleh tau pak Freddy, punya kerabat yang menjabat sebagai apa disini"
"Pamannya manager yang cukup senior, tapi lupa beliau ada di divisi mana"
"Namanya siapa?"
"Pak Hartono"
"Hmmm.. baik"
"Kenapa?"
"Ah... tidak apa pak, awalnya saya pikir saya tahu siapa keluarga dari pak Freddy, tapi ternyata saya tidak tahu"
"Hahaha, bersyukur. Kamu gk perlu tahu siapa pak Hartono itu, cukup tau kalau beliau sebatas manager saja"
"Baik pak"
Setelah selesai membeli kopi, mereka langsung naik ke lantai atas untuk langsung pergi ke ruangan Presdir.
***
Saat di resepsionis lantai bawah. Salah seorang dari resepsionis datang menghampiri Hanin yang baru saja datang.
"Pagi mbak Hanin"
Hanin yang merasa terpanggil, menghentikan jalannya dan mencari siapa yang memanggil dirinya
"Eh iya, ada apa ya mbak?" menghampiri meja resepsionis.
"Tadi saya sudah menelepon ruangan Presdir, tapi sepertinya pak Presdir belum sampai ke ruangannya. Tadi ada cukup banyak telpon masuk, saat saya angkat, si penelpon meminta untuk dibuatkan janji temu dengan pak Presdir besok"
Hanin segera mengecek jadwal kegiatan Presdir untuk besok. Ternyata jadwalnya sangatlah padat dari pagi hingga sore hari.
Hanin dengan inisiatifnya sendiri, ingin langsung memberi tahu si penelpon "Maaf mbak, boleh berikan nomornya?"
"Ah baik, sebentar" mencari daftar riwayat panggilan.
"Ini mbak" memberikan nomor telponnya.
"Baik terima kasih, saya duluan ya" Setelah mendapatkan nomor telponnya, Hanin segera naik ke ruangan atas
Selama di perjalanan, ia mengecek nomor telpon itu milik siapa. Kode nomor berasal dari luar negeri, ia merasa jika ini hanyalah panggilan iseng saja. Tapi ia tetap ingin menyampaikan sesuai dengan amanah.
Tapi ternyata Hanin dan pak Presdir serta Rudi berpapasan di lift.
"Pagi mbak Hanin" Sapa Rey dengan tersenyum.
"Eh... pagi pak" membalas sapaan Rey.
Rudi hanya sedikit menundukkan kepalanya sebagai sapaan. Hanin yang tak mengerti dengan cara sapaan Rudi hanya bisa membalasnya dengan tersenyum.
Tak berapa lama, pintu lift terbuka.
"Silahkan mbak" ucap Rey yang begitu menghormati perempuan.
"Hahah... tidak pak, bapak saja duluan" Hanin segan bila ia masuk duluan
karena Rey tak ingin hal ini berlangsung lama, akhirnya ia masuk duluan.
Saat di dalam lift Rudi memberikan kopi yang di beli tadi ke Rey dan minta maaf ke Hanin karena tak membelikan dirinya kopi.
Hanin hanya mengatakan "Tidak apa" karena ia merasa segan dan canggung berada di satu lift dengan salah satu petinggi perusahaan.
Hanin teringat bila ia harus memberikan nomor yang tadi di titipkan oleh orang resepsionis.
"Pak maaf, tadi orang resepsionis berkata kalau mereka ada menghubungi telpon kantor ruangan bapak, tapi sepertinya belum di jawab karena bapak belum sampai di ruangan"
"Ada yang menelpon saya?" Rey langsung tahu apa maksud dari Hanin
"Benar pak" memberikan nomor telepon tersebut.
Rey tahu itu nomor siapa "Ah itu paman"
"Pak CEO?" Hanin hanya tahu kalau pamannya Rey adalah seorang CEO
"Bukan... Paman ku yang satu lagi"
"Yang tinggal di negara singa pak" tanya Rudi
"Ya, yang tinggal disana. Pak Hasyim. Oiya ada kepentingan apa beliau menelpon?"
"Saya kurang tahu pak. Orang resepsionis hanya mengatakan bila si pemilik telpon ingin membuat janji temu dengan bapak besok"
"Ah sayang saya tidak bisa pula. Besok jadwal sedang padat-padatnya" Rey berpikir untuk mencari solusi agar iya bisa bertemu dengan pamannya itu.
"Bisa pak, saat malam jadwal bapak kosong disitu"
"No Rudi, malam saya ingin istirahat"
Rey membatin "Kalau paman ingin membuat janji temu, berarti dia uda pulang dong... apa ketemunya di rumah utama aja ya?
Seketika rey telah menemukan solusinya
"Haa Hanin. Berikan aku nomornya, biar aku saja yang menelponnya langsung"
"Baik pak akan saya kirim melalui chat segera"
Hanin langsung membuka kembali ponselnya.
"Sudah pak, sudah saya kirim"
"okey terima kasih"
Tak berapa lama akhirnya mereka telah sampai di lantai paling atas. Pintu lift pun terbuka dan mereka langsung keluar dari lift secara bergantian.