Chereads / CEO and Beautiful Secretary / Chapter 6 - Bab 6. Perhatian yang Protektif

Chapter 6 - Bab 6. Perhatian yang Protektif

Hari yang ditunggu-tunggu Dila telah tiba. Ia telah berada di rumahnya bersama sang putri. Clais sangat bahagia ketika pagi ini, Dila sudah berada di rumahnya. Dila senang, karena Clais sangat menyukai oleh-oleh yang Dila bawa.

"Sapunapi gatrane, gek? Kenken kerjaane, gek?" tanya Buk Marni.

(Apa kabarnya Dil? Gimana kerjanya?)

"Becik-becik kemanten, Buk. Pikayunang liang kacunduk Clais, Mbuk. Aku benar-benar merindukan putriku," ucap Dila.

(Baik-baik saja, Buk. Aku sangat bahagia bertemu Clais)

"Syukurlah. Ibuk bagia dengarnya. Sek, kamu pulang kapan kalau begitu?" tanya Buk Marni.

"Besok, Bu. Aku pulang besok. Malam ini, aku akan menginap disini. Bos ku sudah memberi izin, Buk." jawab Dila.

"Syukurlah, kamu bisa temani Clais wengi ini." ucap Buk Marni.

"Mbah, lihat ini. Ini barbie yang sangat cantik bukan? Seperti akuuuuu...." Clais terlihat sangat lucu.

"Clais senang, Nak? Mbah turut senang." ucap Buk Marni.

"Tentu saja, Mbah. Makasih Bunda, ini cantik sekali, Cais sayang bundaaa..." ucap Clais.

"Sama-sama sayang, Bunda senang jika kamu bahagia." Dila mengelus-elus pundak Clais.

"Dil, Ibuk ke dapur dulu ya." ucap Buk Marni.

"Nggih, Mbuk." jawab Dila.

Clais kini berusia 5 tahun. Sebentar lagi ia akan sekolah dan Clais sudah ingin pergi ke sekolah, karena teman sebayanya juga banyak yang sudah masuk TK di usia 5 tahun.

"Bunda, bunda!" ucap Clais,

"Apa sayang?" tanya Dila.

"Bunda kapan berhenti kerja?" tanya Clais.

"Loh, memangnya kenapa? Bunda harus tetap kerja, sayang. Bunda kan harus cari uang. Bunda cari uang juga untuk Clais, kok." ucap Dila.

"Tapi, Cais ingin belajar sama Bunda, Cais ingin sekolah sama Bunda. Bunda di rumah aja sama Cais. Kata temen-temen Cais, yang harusnya bekerja itu Ayah, Bunda. Tapi, Cais gak tahu, Ayah kemana." ucap Clais.

Ya ampun, sayang. Hati Bunda sakit, Nak. Hati Bunda teriris ketika kamu berkata seperti itu. Sampai kapanpun, kamu gak akan pernah bisa bertemu Ayahmu. Bunda gak tahu siapa Ayahmu. Semua ini diluar kendali Bunda, Nak. Maafkan aku, kini kamu yang jadi korban kebejatan orang-orang itu. Aku tak bisa menghentikan mereka. Aku benar-benar pasrah kala itu. Maafkan Bunda, sayang. Selama hidupmu, mungkin kamu takkan pernah memiliki Ayah, karena Bunda sudah tak mau, berhubungan dengan yang namanya laki-laki, karena Bunda tahu, tak akan ada laki-laki yang tulus mencintai wanita seperti Bunda. Gumam Dila dalam hati.

"Bun, Bunda. Kenapa diam aja?" Clais mengagetkan lamunan Dila.

"I-iya, sayang. Maaf, tadi Bunda gak fokus." Dila kaget.

"Bunda dengarkan Cais. Bunda kapan bisa berhenti kerja? Clais ingin ditemani Bunda setiap hari." Clais terus saja merengek.

"Sayang, Ayah kamu udah enggak ada. Jadi, yang gantikan Ayah bekerja, tentu saja Bunda. Clais suka barbie, kan? Nah, kalau Bunda kerja, Cais kan bisa dibeliin Barbie setiap Bunda pulang." Dila merayu Clarisa.

"Bunda, kenapa Bunda harus kerja jauh? Cais gak larang Bunda bekerja, tapi Cais juga pengen setiap hari ketemu Bunda. Apa Bunda bisa, bekerja didekat rumah saja? Cais ingin bobo sama Bunda setiap hari." Clais menangis, Dila segera memeluknya.

Ya Tuhan, anakku. Kenapa tiba-tiba kamu seperti ini? Maafkan Bunda, maafkan keegoisan Bunda, Nak. Kalau Bunda bekerja disini, Bunda harus kerja apa? Bunda harus cari kerja kemana? Di perusahaan Presdir Kai, Bunda mendapatkan posisi yang bagus untuk karir dan masa depan kita, Nak. Aku bingung. Apa yang harus aku lakukan agar anakku kembali mengerti? Batin Dila.

Dila mengusap lembut rambut Clais, "Sayang, untuk saat ini Bunda harus bekerja di Denpasar. Namun, Bunda juga akan mencari pekerjaan disini, agar Bunda bisa selalu bersama Cais." Dila membalas pelukan Clais.

"Benar ya Bunda, janji? Bunda harus bekerja disini, asalkan Bunda selalu ada setiap hari dan bobo sama Cais." jawab Clais.

"Baik, sayang. Bunda janji." Dila tersenyum.

"Terima kasih, Bunda. Cais sayang Bunda," Clais mencium pipi Dila.

"Sama-sama, sayang."

***

Keesokan harinya.

Kediaman Kaisar.

Kaisar dipaksa kedua orang tuanya untuk menghabiskan waktu bersama Ailyn. Kaisar sebenarnya tak mau, tapi kalau Kai tidak pergi, Papanya akan menarik kartu kredit Kaisar secara paksa. Kaisar pun tak ada pilihan lain, ia terpaksa harus menemui Ailyn.

"Kaisar, apa kamu punya kekasih?" tanya Ailyn ketika mereka sedang di cafe.

"Tidak. Aku tak sempat berpacaran." jawab Kaisar.

"Tapi, aku punya pacar. Aku bingung memutuskannya, dia tak mau aku putuskan," ucap Ailyn.

"Kenapa kamu tak mempertahankannya? Jangan kecewakan orang yang mencintaimu. Kita hanya dijodohkan, aku tak sedikitpun menaruh rasa padamu." tegas Kaisar.

"Tapi, aku akan mencoba mencintaimu, Kai." ucap Ailyn penuh harap.

Apa maksudmu? Aku tak sedikitpun bisa menerima kamu, Ailyn! Rasanya, aku baru menyadari, bahwa selama ini, meskipun aku tak punya kekasih, tapi aku punya rasa cinta. Sepertinya, aku menaruh rasa, padanya... Di....la..... Batin Kaisar.

"Kai, kenapa kamu diem aja?" Ailyn mengagetkan Kaisar.

"Eh, so-sorry. Aku terlalu lama merenung. Sepertinya, aku telah menaruh hatiku untuk seseorang. Aku memang tak punya kekasih, tapi aku merasa nyaman jika dekat dengannya. Kini, hatiku rasanya hampa tanpa dia di sisiku." jawab Kaisar.

"Jangan bohong, Kaisar. Aku memang tak memaksa kamu mencintaiku, aku hanya akan menjalani semua ini dengan baik. Meskipun aku mempunyai kekasih, tapi aku akan segera melepaskannya, demi menjaga perasaanmu." tambah Ailyn.

"Percuma! Aku tak akan membalas perasaanmu, Lyn. Sepertinya, aku harus mulai dekat dengan wanitaku dan mengakrabkan diriku dengannya. Kuharap, kamu akan terus bersama kekasihmu, sehingga perjodohan kita bisa dibatalkan! Lyn, terima kasih atas waktunya. Kurasa, aku harus segera menemui wanita itu. Aku tak bisa jauh darinya. Aku akan mencoba memahami perasaan ku. Baiklah, aku pergi ya, Lyn. Maaf mengecewakanmu. Aku pergi, permisi." Kaisar berlalu meninggalkan Ailyn.

"Kai, Kaisar! Tunggu, kamu mau kemana? Hey, Kaisar!" teriak Ailyn, namun Kaisar menghiraukannya.

Kaisar segera menaiki mobil. Entah kenapa, rasanya jauh dari Dila membuatnya kurang bersemangat. Kaisar memutuskan untuk datang ke rumah Dila, tanpa sepengetahuan Dila. Ada hal yang aneh pada diri Kaisar. Entah kenapa, akhir-akhir ini ia malah ingin bersama Dila terus.

Kaisar telah sampai di rumah Dila, namun sepertinya tak ada siapa-siapa didalam rumah Dila. Kaisar mencoba masuk kedalam gerbang dan mengetuk pintu, namun tak ada jawaban juga. Kaisar segera mengeluarkan handphonenya, dan menghubungi Dila.

***

Kemarin, Clais dan Dila pergi jalan-jalan bersama. Hari ini, jadwal Dila kembali ke Denpasar, karena esok pagi ia harus bekerja kembali. Dila meyakinkan Clais, bahwa ia akan segera bekerja di Buleleng, agar bisa berada bersama Clais setiap harinya.

"Bunda, janji ya, harus bekerja disini, Bunda harus cari pekerjaan secepatnya disini." ucap Clais.

"Iya, sayang. Bunda pasti cari kerjaan disini. Namun, Bunda butuh waktu. Berikan Bunda waktu sebentar ya," pinta Dila.

"Iya, Bunda. Cais akan menunggu." ucap Clais tersenyum.

"Makasih, sayang. Bunda sebentar lagi mau pulang, Clais jangan nakal ya, harus nurut sama Mbah, jangan kecewain Mbah sama Bunda. Mengerti?" Dila tersenyum tulus pada Clais.

"Mengerti, Bunda..."

Tiba-tiba, handphone Dila berbunyi. Dila kaget, ketika ia melihat layar ponselnya tertera nama Tuan Presdir Kaisar. Dila malas sekali mengangkatnya, namun jika tak diangkat, takut ada sesuatu hal yang penting.

"Cais, diam ya, jangan bicara."

"Iya, Bunda." jawab Cais.

Dengan malas, Dila mengangkat telepon Kaisar. Kaisar memang selalu mengganggu Dila, kapanpun dan dimana pun Kaisar tak pernah segan-segan menghubungi Dila, sekalipun Dila sedang sibuk.

"Halo, Pak Presdir Kaisar. Ada apa?" sapa Dila lewat handphonenya.

"Dila, kau dimana? Aku di rumahmu, tapi rumahmu kosong. Apa kau pergi?" tanya Kaisar.

Astaga! Kenapa dia bisa berada di rumahku? Kenapa dia seenaknya saja datang ke rumahku tanpa meminta izin dariku? Kaisar, anda sangat menyebalkan! Gumam Dila.

"Kenapa Pak Kai bisa berada di rumah saya? Kenapa tidak menelepon saya dulu, Pam? Saya sedang tidak berada di rumah." jawab Dila.

"Kamu dimana?" Kaisar tak mempedulikan ucapan Dila.

Selalu saja tak menganggap pertanyaan ku.

"A-aku, ada di Buleleng." jawab Dila gugup.

"Buleleng? Sedang apa kamu di sana? Kamu bilang, tak ada keluargamu disini." balas Kaisar.

"A-aku sedang bertemu dengan sahabatku, Pak. Apa ada masalah pekerjaan? Sebentar lagi saya akan pulang ke Denpasar. Bapak tunggu saja di rumah besar anda, sekarang saya akan segera menuju rumah anda." ucap Dila.

"Aku yang ke sana sekarang! Beritahu aku alamatnya dimana, kamu tunggu saja, jangan pergi dulu. Biar aku yang menjemputmu!" ucap Kaisar.

"Hah? Ta-tapi, Pak? Pak Kai? Sa-saya..."

Tut, tut, tut,

Selalu saja seperti ini. Hidupku tak bisa bebas jika aku masih menjadi sekretarisnya. Kenapa Tuan Kai selalu saja mengganggu hidupku! Aku kesal, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Gerutu Dila dalam hati.