Belum selesai Dera melanjutkan kalimat permintaan maaf, dan menyatakan apa alasannya datang terlambat. Akan tetapi Dewa Sudah menyelanya terlebih dahulu, pria itu tampak memasang tatapan tajam dan wajah yang merah padam kepada Dera. Hal ini membuat Dera sontak mematung dan tidak bisa berkutik lagi karena amarah Dewa bagai membangunkan singa tidur, sekali marah jangan harap ada kata baik lagi.
Sejujurnya, Dewa termasuk atasan yang tidak menyukai karyawannya yang datang terlambat dan menunda waktu. Akan tetapi, hal ini terpaksa dilakukan oleh Dera karena ada alasan tersendiri darinya. Entah bagaimana bisa, semenjak ia menginjak kan kaki di perusahaan tadi, membuat dirinya berhalusinasi jika ia bertemu dengan Dion padahal itu adalah Riko.
"Maaf Pak Dewa, aku masih kurang enak badan. Jadi kepalaku terasa pusing saat aku berjalan menuju ke sini," alibi Dera pada Pak Dewa yang melipat kedua tangannya ke dada seraya memutar kursi kerjanya menatap tajam ke arah Dera.
"Aku tidak butuh alasan apapun darimu! Mana berkas yang ku minta tadi? Bahkan aku sudah mengatakan jika kau tidak perlu berdandan, apalagi bersiap untuk datang ke kantor! Lagi pula aku tahu jika hari ini kau berstatus libur dan minta izin karena kau sedang sakit dan aku mempercayainya!" tukas Dewa tegas kepada Dera, tanpa menunggu lama dan tidak ingin melihat amarah Dewa memuncak, bergegas gadis itu meletakkan berkas yang tadi di atas pangkuannya ke atas meja kerja milik Dewa.
"Ini berkasnya, Pak! Silakan dicek dulu," tukas Dera lagi pada Dewa yang langsung mendekat dan mengambil berkas yang di disusun Dera dengan rapi itu.
"Aku tidak akan memberi toleransi lagi pada kau, jika saja kau masih seperti ini, yang namanya pekerjaan kau tidak bisa berbuat semau apalagi kau sedang sakit! Kau tetap harus mengerjakan apa yang menjadi tanggung jawabmu!" ujar Dewa tegas, seraya membolak-balikkan halaman berkas yang diberikan oleh Dera tadi padanya, Dera tidak bisa berkutik. Ia hanya bisa mengganggu pelan dan berkata lirih.
"Baik, Pak,"
"Ini berkas sangat penting, terutama untuk perusahaan saat ini! Jika saja kau datang terlambat lebih dari 5 menit, maka aku akan memberikan sanksi untuk kau, Dera! Tapi berhubung kau sudah berada di sini, jadi aku bisa sedikit lega dan mengurungkan keinginanku untuk memberikan kau sanksi, karena aku memiliki waktu sedikit lagi untuk mempersiapkannya sebelum meeting dilakukan," timpal Dewa lagi pada Dera yang menggangguk pelan. Sebenarnya Dera merasa khawatir karena Pak Dewa memarahinya di depan Riko. Dia juga sangat tidak nyaman karena diperlakukan demikian, tapi apa boleh buat Pak Dewa adalah orang yang tidak bisa dibantah dan harus diikuti apapun yang dia katakan meskipun karyawannya sedang sakit.
"Iya, Pak. Saya mengerti," singkat Dera lagi.
Berbeda halnya dengan Riko, saat ia melihat Dera yang selalu disudutkan akhirnya Riko pun buka suara. Dia tidak tega melihat gadis itu dengan pakaian seadanya datang ke kantor tapi malah dicerca oleh kata-kata yang tidak menyenangkan dari Pak Dewa.
"Maaf sebelumnya pak, saya menyela pembicaraan ini. Tapi jujur, saya tadi melihat Dera jika dia sudah datang lebih awal ke perusahaan dan ini salah saya juga, karena tadi sempat berbincang sebentar dengannya di depan lift sebelum menuju ke ruang kerja ini. Tapi bukan tanpa alasan, karena saya melihat pakaiannya yang tidak seharusnya datang ke perusahaan dan plester penurun panas yang masih melekat didahinya. Oleh karena itu, saya mengajaknya berbincang untuk melepas beberapa hal yang terlihat janggal jika dia masuk ke dalam perusahaan, terutama ke dalam ruangan bapak," sela Riko yang kini membela Dera. Gadis itu tidak menyangka jika pria itu akan baik padanya, bahkan membelanya seperti itu.
Mendengar penuturan dari Riko, Dewa mengernyitkan dahinya. Ia tidak mengerti mengapa pria itu malah membela Dera, yang jelas-jelas datang terlambat ke perusahaan ini. Lagi pula, ini sudah menjadi tanggung jawab Dera karena dia adalah karyawan yang menyusun dan menyelesaikan berkas-berkas penting yang akan dibawa oleh perusahaan ini untuk melakukan meeting. Bahkan jika seandainya Dera tidak sakit, maka dia akan menyelesaikan tumpukan berkas yang sudah tersedia di atas meja kerjanya.
Apa kau tahu banyak hal tentang daerah Ini urusan saya dengannya jadi saya minta untuk kau tidak ikut campur sentak Dewa kepada Riko kemudian pria itu hanya bisa terdiam secara hari ini dia dan Dewa akan pergi meeting untuk mewakilkan perusahaan ini
Sementara itu, Dera memberi syarat kepada Riko agar tidak melanjutkan bantahannya terhadap Dewa. Sebelum sesaat kemudian Dera izin undur diri dari dalam ruangan Dewa.
"Kalau begitu saya permisi dulu, Pak," lirih Dera. Disertai anggukkan oleh Dewa yang mengizinkannya keluar dari ruang kerja itu.
Saat berada di luar ruangan, Dera masuk ke dalam lift, lalu menyandarkan tubuhnya di sana. Sembari menunggu lift itu membawanya ke lantai dasar, ia berpikir dan tidak menyangka jika harus bekerja di perusahaan yang memiliki atasan sangat tega daripada atasan di perusahaannya dulu. Akan tetapi, Dera dengan cepat menepis pikiran buruknya Itu karena setiap perusahaan ada kelebihan dan kekurangannya. Dera hanya sendiri dalam lift itu ia bahkan merasakan pusing karena badannya terasa semakin panas.
Saat Dera berada di lantai dasar, ia bergegas keluar dari dalam lift. Ia melihat pandangannya sangat mengabur. Bahkan ia merasa pusing dan tubuhnya susah untuk ditopang, hingga Dera harus menyadar pada dinding yang tidak jauh dari lift tadi seraya memegangi kepalanya, badannya terasa panas dan bibirnya pun juga ikut memucat rasanya tubuh Dera tidak bisa untuk berdiri lagi.
Akan tetapi saat Dera baru saja hendak jatuh, tiba-tiba Widya datang dan menopang tubuh gadis itu.
"Dera ngapain kamu datang ke kantor? Bukannya kamu izin? Dan pakaian kamu juga masih menggunakan piyama, kamu yang benar saja!" pekik Widya saat melihat Dera yang berdiri sempoyongan itu, dan datang tiba-tiba ke kantor.
Akan tetapi Dera hanya memilih diam dan tidak menjawab apa yang dikatakan oleh Widya.
"Ayo ke sini! Aku bantu, pelan-pelan. Aku buatkan teh hangat dulu! Dera-Dera, lagi pula kamu kenapa sih datang ke kantor masih menggunakan pakaian piyama kayak gini? Badan kamu juga panas banget lagi!" omel Widya pada Dera yang masing terlihat lemah, dan keadaannya yang sangat tidak memungkinkan.
Bibirnya juga ikut memucat. Widya bingung harus berbuat apa saat melihat kondisi sahabatnya itu. Ia hanya bisa memberikan minya angin, dan menyuruh Dera meminum teh hangat yang baru saja ia buatkan. Meskipun tidak bisa membantu Dera untuk menurunkan panasnya. Tapi setidaknya, bisa membuat Dera merasa lebih baik.
"Ceritanya panjang, Widya! Makasih ya, aku harus pu—"
Brugh!
***