"Setelah ini kamu nemenin aku cari kos-kosan, kan?" tanya Dera sembari menikmati makan malam mereka.
"Tentu saja, lagian perusahaan tempatmu bekerja dekat dengan rumahku."
"Benarkah?" tanya Dera merasa senang, karena Dera sudah mendapatkan teman, dan rumahnya juga dekat dengan tempat kerja Dera.
Dion hanya mengangguk sebagai jawabannya, entah kenapa Dion merasa canggung saat ngobrol dengan Dera.
Atau karena ini pertama kalinya Dion ngobrol dengan seorang wanita, selain mantan pacarnya yang sudah meninggalkan Dion 3 tahun lalu.
Dion menatap ke arah Dera yang tengah menikmati steak daging yang sama dengannya, membuat Dion menyunggingkan senyum.
Dion masih tidak menyangka akan berkenalan dengan wanita secantik Dera, dan berkahir makan malam seperti ini.
"Ada kos-kosan di belakang rumahku, kalau kamu mau aku bisa mengantarmu," ujar Dion berharap Dera tidak menolaknya.
"Kalau dekat dengan tempat kerjaku, kenapa tidak?"
Dion mengangguk setuju, dia pun kembali memotong steak daging menggunakan garpu dan pisau.
"Ngomong-ngomong kamu sendiri kerja di mana?"
uhuk...uhuk...
Dion langsung kaget mendengar pertanyaan yang Dera tujukan padanya.
"Kamu tidak apa-apa, Yon?"
Dera langsung meraih jus jeruk miliknya dan memberikannya pada Dion.
"Ini diminum dulu."
Dion langsung meraih jus jeruk yang Dera berikan. Entah kenapa Dion kaget mendengar pertanyaan Dera barusan, sehingga membuat Dion tersedak seperti ini.
"Kamu tidak apa-apa, kan?" tanya Dera lagi setelah Dion selesai meminum jus jeruk yang dia berikan.
"Tidak apa-apa, cuma tersedak biasa."
Dera merasa lega, dia tidak mengerti kenapa tiba-tiba Dion tersedak setelah dirinya bertanya tentang pekerjaan Dion.
'Apa Dion tidak bekerja?' batin Dera menebak-nebak.
Dera lantas melihat ke arah Dion yang meraih jus jeruk miliknya sendiri, dan tersenyum saat Dion menatap ke arahnya.
"Apa katamu tadi?" tanya Dion pura-pura tidak mendengar pertanyaan yang dilontarkan Dera tadi.
Dion kembali meletakkan jus jeruk miliknya, dan melihat ke arah Dera yang sedang melihat dirinya.
"Sudah tidak apa-apa, lupakan saja."
Dion mengangguk, dia kembali memotong steak dagingnya dan mengunyah steak daging tersebut, begitu juga dengan Dera yang ikut memotong steak daging dan memakannya.
Dion sepertinya tidak ingin memberi tahu Dera, bahwa sebenarnya perusahaan tempat Dera bekerja adalah perusahaan milik Dion, karena memang perusahaan tersebut dikelola oleh sahabatnya, Andi Santoso."
Mereka pun selesai makan malam, dan memutuskan meninggalkan restoran dan mendatangi kos-kosan yang Dion tahu.
"Mau mampir ke suatu tempat atau mau langsung ke kos-kosan?" tanya Dion saat mereka menuju parkiran, dan sekarang Dion tengah manaiki motornya.
"Kita ke kos-kosan saja, lagian aku capek karena perjalanan tadi."
Dion mengangguk, dia benar-benar merasa konyol karena tidak mengerti keadaan Dera yang capek karena perjalanan tadi.
Setelah Dera ikut naik, Dion langsung menghidupkan motornya dan mulai melajukan motornya meninggalkan restoran.
Sebenarnya Dion masih ingin jalan-jalan dengan Dera, tetapi dia tidak bisa memaksa Dera untuk berkeliling kota Surabaya, mengingat Dera terlalu capek karena perjalanan tadi.
Dan Dion memutuskan akan mengajak Dera jalan-jalan minggu depan, saat Dera sudah tidak capek lagi.
Tak butuh waktu lama, akhirnya motor yang dinaiki oleh Dera dan Dion sampai juga di depan perusahaan yang akan menjadi tempat kerja Dera.
"Ini perusahaan yang bakal jadi tempatmu bekerja," ujar Dion memberi tahu Dera.
Dera lantas turun dari motor Dion, dia pun melihat perusahaan yang cukup besar berdiri di hadapannya, sepertinya perusahaan tersebut, dua kali lipat lebih besar dari perusahaan cabang yang ada di Jember.
"Aku masih tidak nyangka bisa dipindah tugaskan di perusahaan Inti," gumam Dera dan tentunya gumaman tersebut didengar oleh Dion.
"Perusahaan ini tidak mungkin salah memilih. Aku yakin mereka memilihmu karena kamu sesuai kriteria."
Dera menoleh, apa yang dikatakan oleh Dion memang benar adanya, dan Dera merasa beruntung karena itu.
"Apa kamu juga salah satu karyawan di sini?" tanya Dera tiba-tiba sembari melihat ke arah Dion dan gedung bergantian.
Dion masih terdiam, dia tidak mungkin memberitahu Dera jika dirinya bukan sekedar karyawan, melainkan pemilik.
"Tidak. Aku bekerja di perusahaan cabang lain," sahut Dion tidak ingin memberitahu kebenarannya pada Dera.
Dion takut, jika Dera tahu bahwa dirinya adalah pemilik perusahaan tersebut, Dera akan menjauhinya karena merasa tak enak. Itu sebabnya Dion merahasiakan sampai Dion siap memberi tahu Dera yang sebenarnya.
"Kenapa tidak di sini? Katanya rumahmu dekat dari sini?"
Dion mengangguk. "Entahlah. Tapi menurutku sama saja."
Dera hanya mengangguk -angguk, apa yang dikatakan oleh Dion memang benar adanya.
"Ya sudah, ayo kita pergi ke tempat yang akan menjadi tempat tinggalmu."
Dion langsung menaiki motornya dan menghidupkan motornya tersebut.
Melihat Dion sudah menaiki motor, Dera juga ikut menaikinya dan sekarang Dera duduk diboncengan.
"Rumahmu mana?" tanya Dera setelah dia ikut menaiki motor Dion.
"Itu rumahku," tunjuk Dion pada Dera yang membuat Dera langsung takjub karena rumah Dion ternyata cukup besar.
"Kamu jangan salah paham. Itu peninggalan papa mamaku," ujar Dion tidak ingin Dera berpikir jika dirinya adalah orang kaya, dan rumah tersebut sebenarnya rumah yang Dion hadiahkan untuk Andi.
Dion mengatakan itu rumahnya, hanya semata-mata agar Dera tidak tahu jika dirinya sebenarnya tinggal di apartemen mewah.
"Memangnya kedua orang tuamu ke mana?"
"Dia kecelakaan dua tahun yang lalu."
Dera yang mendengarnya merasa bersalah, karena dirinya sudah mengingatkan Dion kejadian yang mungkin ingin Dion lupakan.
"Maaf. Aku tidak bermaksud un-"
"Tidak apa-apa, aku tahu."
Dion langsung menyebrang jalan dan mengemudikan motornya menuju belakang rumah yang sekarang menjadi milik Andi.
Sedangkan Dera masih terus melihat rumah Dion yang cukup besar. Dera lantas merasa kasihan karena Dion pastinya kesepian tinggal di rumah besar tersebut.
"Apa kamu tinggal sendiri di rumah itu?" tanya Dera setelah melewati rumah yang katanya milik Dion.
"Tidak. Temanku juga tinggal di situ."
Dera yang mendengarnya mengangguk-angguk, ternyata Dion tidak tinggal sendiri, melainkan bersama temannya.
"Kita sudah sampai," ujar Dion saat mereka sudah sampai di depan kos-kosan yang akan ditempati oleh Dera.
"Ayo aku antar menemui pemilik kos-kosan."
Dion turun dari motornya, begitu juga dengan Dera. Mereka pun meemui pemilik kos-kosan.
Tok...tok..tok..
Dion mengetuk pintu tiga kali, berharap pemilik kos-kosan segera keluar, mengingat sebenarnya Dion sudah memberi perintah pada Andi untuk menyiapkan satu kamar kos-kosan untuk Dera.
Karena sebenarnya pemilik kos-kosan adalah tantenya Andi, tidak hayal bagi Andi untuk menyiapkan kamar untuk Dera.
Seorang ibu-ibu membuka pintu, dia pun tersenyum saat melihat siapa yang telah mengetuk pintu rumahnya.
'Apa ini wanita yang Andi maksud?' batin pemilik kos sembari melihat ke arah Dera.