Ranhga masih berusaha tenang saat salah satu dari rig pria itu mulai mendekat, dan sepertinya ingin mencelakainya.
Rangga lantas berdiri, dan mengambil ancang-ancang untuk menghadapi pria yang mendekatinya.
Pria yang mengenakan jaket hitam, berusaha menendang Rangga. Namun, Rangga berusaha menghindar dan memegang kaki pria tersebut, dan melemparnya ke belakang. Sehingga pria yang mengenakan jaket malah terjatuh akibat serangan balik Rangga.
"Brengsek!" Pekik pria itu, dia pun berdiri kembali dan berusaha menghajar Rangga.
Tapi, serangannya kembali ditangkis oleh Rangga, dan kini Rangga memutar tangan pria tersebut sehingga bunyi retakannnya terdengar. Dan Rangga mendorongnya ke depan, mengembalikan kepada teman-teman pria tersebut.
"Brengsek! Hajar dia! Habisi sekalian!" ujar pria itu memegang lengannya yang begitu sakit akibat diplintir.
Kedua temannya langsung maju dan berusaha menyerang Rangga. Namun, lagi-lagi Rangga menghindari serangan mereka, membuat keduanya tak menyangka sama sekali.
Kedua pria itu kembali ingin menghajar Rangga. Dan salah satu dari mereka mengeluarkan senjata tajam yang memang sudah disiapkan sebelum masuk.
Rangga yang melihat salah satu dari mereka memegang senjata tajam, dengan cepat langsung menendang senjata tajam tersebut, sehingga senjata tajam itu jatuh ke lantai.
Mereka langsung saling pandang, masih tak percaya jika pria yang terlihat lemah memiliki kemampuan bela diri.
Rangga yang melihat kedua pria itu saling pandang dan terdiam untuk sesaat, tak menyia-nyiakan kesempatan, Rangga langsung menghajar keduanya dan membuat keduanya babak belur.
Sedangkan pria yang mengenakan jaket terus melihat Rangga yang menghajar kedua temannya. Dia masih tak percaya dengan yang dilihatnya.
Bagaimana bisa pria yang terlihat lemah, ternyata bisa mengalahkan dirinya dan juga kedua temannya tanpa menggunakan apapun, membuatnya tak percaya sama sekali.
Kedua temannya pun berhasil ditaklukkan oleh Rangga, kini giliran pria yang berjaket hitam yang masih berdiri sembari melihat Rangga.
Saat Rangga ingin mendekatinya, pria tersebut memberi kode kepada kedua teman untuk kabur dan meninggalkan Rangga, sepertinya mereka tidak bisa melawan Rangga, sehingga memutuskan keluar melalui jendela yang dicongkel tadi.
Rangga hanya menggelengkan kepala melihat ketiga pria itu kabur dan keluar melalui jendela, tak ada niatan bagi Rangga untuk menghentikan mereka,
Sudah cukup baginya menghajar mereka, dan sepertinya mereka tidak akan kembali lagi.
Rangga langsung mengunci kembali jendela yang terbuka. Namun, sepertinya jendela itu sudah rusak dan perlu diperbaiki, membuat Rangga hanya menghela nafas.
Rangga langsung ke kamar istrinya, setelah mendengar suara putrinya menangis, dia tidak tahu apa yang sedang terjadi dengan putrinya.
Rangga berharap tidak ada komplotan dari mereka yang menerobos masuk ke dalam kamar istriya, dan membuat putrinya menangis.
Rangga langsung mengetuk pintu kamar istrinya, karena memang tadi Rangga meminta istrinya untuk mengunci pintu kamar.
"Buka pintunya, Ma Ini, papa."
Dewi yang mendengar suara sang suami langsung merasa lega, itu artinya suaminya berhasil mengusir seseorang yang mencoba masuk itu.
Dewi langsung membuka pintu tersebut, dia merasa penasaran apakah suaminya dalam keadaan baik-baik saja.
"Papa tidak apa-apa?" tanya Dewi yang merasa khawatir sembari mencoba melihat seluruh tubuh Rangga.
"Papa tidak apa-apa, Ma."
Intan yang melihat papanya langsung berlari dan memeluk papanya. Entah kenapa dia begitu merasa takut kehilangan, seakan ada sesuatu yang membuatnya merasa seperti itu.
"Papa...,"
Rangga yang melihat Intan langsung menggendong Inta, dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
"Kenapa adek menangis?" Tanya Rangga saat Intan sudah berada dalam gendongannya.
"Papa kemana? Kenapa adik bisa tidur di kamar mama?!" protes Intan pada papanya.
Padahal Intan sendiri semalam yang tidak ingin tidur dan malah tertidur di depan televisi, dan sekarang menyalahkan papanya karena dirinya tertidur di kamar Mamanya.
Rangga langsung tersenyum, ternyata itu alasan Intan menangis barusan, karena Intan tidur di kamar mamanya dan bukan di kamarnya seperti biasa.
"Tadi malam bukannya adek mau tidur di kamar mama?" Tanya Rangga berusaha mengingatkan putrinya tersebut.
"Tidak papa, adek tidak bicara seperti itu. Adek hanya bilang jika adik masih tidak mengantuk dan mau menonton televisi."
Sedangkan Dewi yang mendengarnya tersenyum sembari menggelengkan kepala. Dia benar-benar senang memiliki putri seperti Intan.
Sebenarnya Dewi ingin sekali tidur dengan suami dan putrinya. Namun, karena gangguan jiwa yang kapan saja datang, Dewi memilih untuk tidur sendiri. Ia lakukan demi keselamatan putrinya.
Rangha pun mengalah dan mengiyakan apa yang dikatakan putrinya tersebut.
"Bagaimana? Apakah mereka sudah pergi?" tanya Dewi sembari celingukan mencoba mencari keberadaan berapa orang yang masuk ke dalam rumahnya.
"Mereka sudah pergi, Ma."
Dewi langsung bernafas lega, dia tidak menyangka jika suaminya bisa mengusir beberapa orang tersebut, karena Dewi mendengar ketika tadi lebih dari 1 orang yang masuk.
"Syukurlah kalau begitu."
Rangga mengangguk ke arah istrinya, dia pun tersenyum melihat Intan yang masih berada dalam gendongannya.
"Ya sudah, Mama kembali tidur saja, sepertinya masih jam 2 dini hari," Rangga kemudian.
Dewi mengangguk setuju, walaupun dia sebenarnya merasa takut jika beberapa orang itu kembali masuk.
"Tapi apakah Papa mengenal mereka? tanya Dewi sebelum masuk kedalam kamarnya kembali."
"Tidak, Ma. Sepertinya mereka memang bukan berniat untuk mencuri," jelas Rangga berusaha memberitahu istrinya.
Dewi terdiam, karena dia memang sudah menyangka dari awal.
"Ya sudah, sebaiknya Papa kembali tidur juga," ujar Dewi kemudian.
Rangga mengangguk, dia pun kembali ke dalam kamarnya sembari menggendong putrinya, karena putrinya ingin tidur bersamanya.
Sedangkan ketiga pria suruhan seseorang tadi kembali menaiki mobil mereka. Mereka masih tidak menyangka jika dikalahkan semudah itu.
"Brengsek! Aku pikir pria itu lemah!" ujar salah satu dari mereka sembari memegang wajahnya yang babak belur akibat pukulan dari Rangga tadi.
Pria yang memakai jaket mengangguk setuju, dia juga merasa kesakitan karena tangannya sempat dipelintir tadi.
"Ya sudah, ayo sebaiknya kita pergi dari sini, sebelum beberapa orang melihat kita dan malah menghajar kita."
Kedua temannya mengangguk setuju, mereka pun langsung pergi dengan misi yang gagal.
"Bagaimana kita bicara dengan bos jika kita gagal?" Tanya salah satu dari mereka yang mengemudikan mobil sedan tersebut.
"Entahlah! Sebaiknya kita terima saja jika dimarahi."
Mereka mengangguk, pasrah dengan apa yang akan terjadi, bisa-bisa mereka tidak mendapat bonus karena misi mereka gagal. Dan mereka harus menerima konsekuensinya.
Mereka saja sudah sangat bersyukur, karena pria tersebut membiarkan mereka untuk pergi dan kabur begitu saja.
Walau mereka tahu jika pria tersebut bisa saja membuat mereka tidak bisa pergi dan kabur begitu saja, mengingat pria tersebut memiliki kemampuan bela diri.
Sehingga pastinya mudah untuk melumpuhkan mereka dan tidak membiarkan mereka pergi.
Namun sepertinya pria itu baik sehingga mereka masih dibiarkan lolos begitu saja, pikir mereka.