Dera menatap pantulan wajahnya di cermin bulat yang sudah disediakan oleh pihak kos-kosan. "Perfect, semoga hari ini jadi hari yang menyenangkan!"
Sebelum benar-benar pergi, dia mengambil kembali catatan yang sudah dia susun tadi malam.
Daftar pengeluarannya perbulan, dia sangat bersyukur harga kosan yang dipilihkan oleh Dion terbilang murah. Ya, walaupun harus campur dengan pria, tapi, rumahnya di bedakan.
Dera membaca kembali catatan yang dia tulis tadi malam. "Alhamdulillah, masih bisa nabung, semoga nggak ada pengeluaran mendadak," gumamnya senang.
Dia sudah memperkirakan segalanya. Membayar uang kosan, biaya makan, biaya kendaraan, dan biaya kesehatan, masih ada sisanya, Dera memutuskan untuk membagi dua.
Satu untuk tabungan yang akan dipakai mendadak serta lainnya untuk jangka panjang, dan untuk ia kirimkan pada kedua orangtuanya di Jember.
Tok-tok!
"Mbak, di depan ada tamu."
Dera menaruh kembali catatannya, menyambar tas, lalu keluar kamar. Menemui tamunya yang tak lain adalah Dion.
"Selamat pagi, latte dulu nih," sapa Dion semangat seraya menyerahkan satu cup kopi latte kepada Dera dengan senyuman manisnya.
"Terima kasih, Dion. Yuk."
Dera tak menyangka jika Dion akan menjemputnya seperti ini, padahal dipesan Whatsapp, Dera sudah menolak Dion menjemputnya. Namun, nyatanya Dion sudah ada di depan kamar kos-kosannya.
Mereka segera pergi dari sana. Dion mengantar Dera menuju perusahaan. Sekaligus, dia ingin memantau keadaan kos-kosan yang ramai saat pagi, untung saja kamar mandi berada di kamar.
"Kamu langsung kerja, Der? Di bagian mana?" tanya Dion pura-pura tidak tahu, padahal dia sudah mengecek semua yang berhubungan dengan Dera
Dera merepetkan diri ke arahnya, supaya dia bisa mendengar dengan jelas. "Iya, di bagian accounting!"
"Oh gitu, lulusan akuntansi ya?"
"Iyaa."
"Keren! Kenapa mau masuk ke perusahaan ini?"
Dera memukul pelan pundak Dion. "Kok tanya gitu? Aku kan pindahan cabang di daerah," jawabnya.
"Nggak, maksudku, apa enggak mau kerja di tempat lain gitu?"
Bersamaan dengan pertanyaan tersebut, mereka sampai di depan gerbang utama perusahaan baru Dera.
Dia turun lalu menyerahkan helm kepada sang pemilik. "Aku belum berpengalaman, mana ada perusahaan yang mau pekerjakan aku? Baru aja lulus, syukur langsung diterima cabang daerah," jawabnya tersenyum lebar. "Terimakasih ya, Dion. Oiya, kamu kerja di mana?"
Dion meringis kecil. "Aku 'kan sudah bilang semalam."
"Ah, iya. aku lupa," ucap Dera sembari menepuk keningnya pelan.
Dera lantas menepuk pelan bahu Dion beberapa kali. "Okey, sampai jumpa lagi, Dion! Aku masuk duluan ya, bye~"
Mata Dion mengikuti langkah Dera sampai punggungnya benar-benar menghilang dari pandangannya. Setelah benar-benar pergi, dia mengambil ponsel dan mengetikkan nomor seseorang.
"Wih, tumben banget lo telpon gue?"
"Bro, ada pegawai baru bernama Dera Saraswati, kan? Bagian accounting dari perusahaan cabang."
"Lah, kok lo tau? Dih, stalker ya lo. Mantan? Pacar? Gebetan?"
"Kepo, deh. Di bagian apa dia?"
"Staff junior, pegawai biasa tingkat D. Kenapa dah?"
"Naikin jadi, staff menengah, pegawai biasa tingkat C atau B," perintah Dion segera.
"Bentar, gue lagi cek portofolionya. Pernah ikut penelitian ilmiah mengenai data akuntansi, dan juga memenangkan perlombaan piala presiden. Wah, pintar untuk usianya saat ini. Oke, boleh juga nih. Kebetulan, gue mau nyuruh desain grafis untuk banner requirement pegawai baru posisi wakil general accounting."
Dion menyeringai. "Boleh juga posisinya, jangan lupa tunjangan hidup perhari, oke cukup sekian permintaan gue. Makasih, Bro."
"Dia siapa—"
Klik!
Dion segera pergi dari sana dengan hati bahagia.
***
Hari ini, ada dua pegawai baru.
Dia dan seorang gadis seumurannya, Widya. Mereka sama-sama akan ditempatkan pada bagian accounting.
Ah, ternyata Widya satu kosan dengannya. Dera memiliki teman pertama saat ini.
"Der, gugup nggak? Huhu, gue takut banget," kata Widya sambil menggenggam tangan Dera.
Dia balas menggegamnya. "Tangan lo dingin banget," gumam Dera.
"Enak lo udah berpengalaman, ini pertama kali gue bekerja. Ratusan surat lamaran yang udah gue send, perusahaan raksasa ini yang menerima."
Dera terkekeh geli. "Sebenarnya, gue juga gugup, Wid. Takut turun jabatan, di sini pasti banyak yang lebih pinter dari gue dan semua rencana tabungan yang sudah gue susun berantakan."
"Ih, jangan bilang gitu!"
"Widya Ayu Diningrat."
Widya berdiri. "Saya, Bu," serunya sedikit berteriak. Dia menunduk menatap Dera. "Gue duluan!!"
Dera mengangguk, dia tersenyum tipis melihat Widya yang antusias. "Semoga kami sama-sama diposisikan yang sama, amin!"
Dia meremas jari-jari tangannya dengan gugup, kakinya bergerak gelisah, dia menarik napas dalam-dalam. "Tenang, Der. Di sini lo udah diterima, jangan panik," gumam Dera berusaha menenangkan diri.
Tak lama kemudian, Widya keluar dengan wajah berseri-seri. "Deraaa, tingkat C!!"
Mereka berpelukan erat, Widya begitu senang begitupun dengan Dera.
"Selamat, ya!!"
"Dera Saraswati."
Widya menepuk bahu Dera beberapa kali. "Jangan gugup, Der. Ditanya mengenai tempat tinggal dan pengalaman aja kok," bisiknya untuk terakhir kali.
Dera mengangguk, dia berjalan memasuki sebuah ruangan yang menjadi tempat interview. "Bismillah," ucapnya.
"Silakan duduk di situ."
"Baik," katanya seraya duduk di kursi satu-satunya pada ruangan tersebut. Bagian tengah dan di depan sana sudah ada lima petinggi menatapnya tajam.
"Hallo, Mbak Dera. Saya Rina, ketua HRD perusahaan, sebelumnya, bisa memperkenalkan diri dengan singkat?"
Dera duduk dengan tegak, dia merubah ekspresi cepat. "Hallo, selamat pagi, salam sejahtera. Perkenalkan, nama saya Dera Saraswati, pindahan dari perusahaan cabang daerah A."
"Hm, Mbak Dera. Saya melihat portofolio anda, sungguh menakjubkan untuk usia anda saat ini. Apakah anda berniat meneruskan pendidikan?"
"Ya, jika diberi kesempatan, saya akan melakukan yang terbaik untuk perusahaan dan diri saya sendiri," jawab Dera yakin, matanya membalas tatapan mereka satu persatu.
"Bagus, pengetahuan, bakat, dan kerja keras anda terlalu sayang jika disia-siakan. Pantas Pak CEO memberikan posisi yang layak untukmu."
Dera tidak mengerti apa yang wanita itu bicarakan, namun, dia hanya diam dan membiarkan kelima orang di sana mendiskusikan sesuatu.
"Apakah ada gaji yang anda inginkan perbulannya, Mbak Dera?"
"Saya mengharapkan gaji yang diberikan sesuai dengan UMR posisi saya, adapun tambahan lainnya dapat diberikan sesuai jam kerja saya."
"Oke, ini kartu tanda pengenal, ATM, tanda pengenal jabatan anda dan kontrak kerja. Ruangan bersebelahan dengan general manager accounting."
Wanita yang memanggilnya tadi memberikan sebuah kotak yang langsung diterima oleh Dera.
"A-apa posisi saya, Bu?" tanyanya ragu.
"Selamat Dera Saraswati, anda kami terima sebagai wakil ketua manager. Apakah anda setuju? Atau perlu posisi lebih tinggi?"
Tubuh Dera linglung, hampir saja terjembab ke depan jika tidak dipegangi oleh wanita tadi. "K-kenapa bisa?"
Rina tersenyum, dia mendekati Dera. "Saya sudah dengar banyak kontribusi kamu di perusahaan cabang yang begitu berjaya, di sini, saya akan memberikan kamu sebuah penawaran fantastis."
Dera menelan ludahnya gugup. "A-apa itu, Bu?"
"Apakah anda mau melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya?" Rina tersenyum lebar. "Berikan seluruh kemampuan anda untuk memajukan perusahaan dan kami akan menjamin hidup anda."