Chereads / Pacarku Miliarder / Chapter 18 - Part 18. Harus Pesimis

Chapter 18 - Part 18. Harus Pesimis

"Ini adalah hari tesku, tapi kenapa hatiku nggak tenang ya. Gimana kalau aku gagal dan kehilangan beasiswa S2? Ya Tuhan… tolong berikan jalan ini untukku, biarkan aku menggapai karir melalui jalan ini." Dera was-was, walaupun dirinya tengah duduk di meja ruang kerjanya tetapi pikirannya melayang tak tentu arah karena memikirkan tes, sesekali dia melirik jam tangan di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 09.00 pagi.

"Dera, apakah kamu sudah siap?" Merry mendadak menghampiri Dera dan membuat Dera terlonjak kaget, Merry yang mengetahui Dera terkejut hanya tersenyum karena mengetahui kegelisahan hati Dera.

"Mbak, Kira-kira aku bisa nggak ya? Sumpah ya, aku deg-degan karena kalau sampai gagal banyak hati yang kusakiti." Dera memandang Merry ragu, tampak jelas kepanikan terpancar di wajah Dera.

"Kalau kamu pesimis, gimana kamu bisa mengerjakan tes dengan benar? Lebih baik kamu optimis dan pikirkan yang baik-baik. Aku yakin kamu bisa mengerjakan tes dengan benar. Percaya deh sama aku Der," Merry berusaha menguatkan Dera. Dia tak ingin Dera pesimis dan acara tes berjalan kurang maksimal.

"Iya sih Mbak, Mbak doain aku ya biar bisa mengerjakan tes." Dera memandang Merry penuh harap, dia membutuhkan dukungan orang di sekelilingnya.

"Aku selalu doain dan dukung kamu kok Der, lebih baik kita ke kampus tempat tes sekarang ya. Biar kamu bisa lebih fokus di sana." Merry akhirnya memutuskan mengajak Dera ke kampus tempat tes dilakukan, dia tak ingin Dera terlalu lama berpikiran negatif.

"Jadi, Mbak mau mengantar aku ke kampus?" tanya Dera bahagia.

"Tentu, aku akan mendampingimu selama tes. Untuk itulah kamu harus fokus dan semangat ya, kamu harus yakin bisa mendapatkan beasiswa 100 %," ucap Merry menyemangati Dera.

"Alhamdulillah kalau Mbak mau temani aku tes, dengan begitu aku nggak terlalu takut. Tapi berapa pun presentase keberhasilan aku mengikuti tes, aku berharap dapat beasiswa walaupun setengah." Dera tak mau berpikiran tinggi, walaupun dia menginginkan mendapat beasiswa FULL tetapi dia tak mau menyombongkan dirinya. Lebih baik meminta hal yang rendah sehingga jika berhasil akan menjadi berkah yang teramat besar.

"Ya sudah, ayo berangkat." Merry tersenyum, kemudian melangkah pergi diikuti Dera.

Dera dan Merry menggunakan mobil dari kantor yang dikendarai supir, Merry dan Dera yang duduk di jok belakang larut dalam pikirannya masing-masing. Merry memilih memainkan ponselnya, sementara Dera gelisah dan pandangannya ke arah jendela maupun depan.

'Ya Tuhan, rasanya semakin nggak karuan. Semoga aku bisa mengerjakan tes dengan benar. Kalau sampai gagal, aku nggak bisa mendapat kesempatan melanjutkan S2,' ucap Dera dalam hati.

"Iya Dera, apakah kamu sudah memahami pengarahan yang diberikan perusahaan?" Merry penasaran belum mengintrogasi Dera yang mendapat pengarahan, dia khawatir kemarin Dera tidak fokus mengikuti pengarahan.

"Alhamdulillah udah Mbak, aku sudah memahami dan mempelajari semua materi yang disampaikan saat pengarahan. Semoga soal yang tes seputar itu ya Mbak," pinta Dera penuh harap.

"Amin, tetap berpikiran positif ya," nasehat Merry seraya mengulum senyum.

Dera mengangguk, dia memperhatikan laju mobil yang bergerak memasuki area parkiran sebuah universitas yang luas. Setelah sang supir memarkirkan mobilnya dengan sempurna, Dera dan Merry keluar dari mobil. Siapa sangka, Dion yang sedari tadi menunggu kedatangan Dera segera menghampiri Dera dan sukses membuat Dera terlonjak kaget.

"Di-Dion, kok kamu ada di sini?" tanya Dera heran dengan kehadiran Dion, bagaimana bisa laki-laki itu ada di kampus tempat les diadakan. Padahal Dera tidak menghubungi Dion untuk datang menemuinya.

"Aku sengaja datang ke sini untuk memberikan dukungan, tesnya masih lama nggak?"

"Tesnya kurang satu jam lagi." Merry menimpali pertanyaan Dion, dia melemparkan senyuman lebar pada Dion dengan bersikap ramah layaknya pada atasan.

'Mbak Merry kenapa malah tunduk gitu sama Dion, ni cowok bisa kepedean di hormati sama Mbak Merry.' Dera hanya membatin melihat sikap Merry yang malah tunduk pada Dion, padahal Dion bukanlah bos mereka.

"Kalau begitu, ayo ikut aku sebentar," ajak Dion cepat.

"Nggak mau, aku nggak mau ya kehilangan kesempatan mengikuti tes dan gagal mendapat beasiswa karena pergi denganmu." Dera langsung menolak ajakan Dion karena merasa Dion akan memicu kegagalan mendapat beasiswa, jika itu terjadi Dera tak bisa memaafkan kesalahan Dion.

"Dera, kalau kamu mau pergi nggak papa kok. Biar aku yang tunggu kamu di sini secepatnya memberikan kabar kalau ada yang penting," ucap Merry lembut.

"Ta-tapi aku…"

"Teman kerja kamu aja ngebolehin kamu pergi. Kita pergi beberapa menit aja kok, ayo." Dion langsung memotong ucapan Dera, sementara Dera hanya bisa pasrah dan diam saat Dion menggandeng paksa lengan Dera pergi.

Dera menelan ludah, ternyata Dion mengajak Dera ke kantin dan membuat Dera kesal. Tetapi, Dion malah memperhatikan mimik wajah Dera yang tampak kesal diajak ke kantin.

"Dion, aku lagi was-was gini mau ngedepin tes tapi kamu malah ajak aku ke kantin. Ini aku makin nggak karuan tau," kesal Dera karena sikap Dion yang menganggap jadwal tesnya mudah.

"Jangan marah gitu dong, aku sengaja ngajak kamu ke kantin biar otak kamu fresh. Kamu harus makan es krim dulu biar pas ngerjain tes lancar." Dion mengulum senyum, tanpa berkata panjang, dia berjalan mengambil es krim dua dan satunya diberikan pada Dera.

Emosi Dera menghilang mendapat sikap manis dari Dion, dia melemparkan senyuman dan meraih es krim dari tangan Dion. Tanpa menunggu lama, Dera melumat es krim dan sensasi dingin es krim membuat kerongkongan dan pikirannya terasa dingin. Ternyata Dion benar, memakan es krim bisa menenangkan pikiran yang kacau.

"Gimana? Pikirannya udah lebih tenang belum?" tanya Dion memastikan.

"Kamu bener Dion, makasih ya karena kamu bisa cari cara nenangin otak aku yang udah ngebul ini," ungkap Dera bahagia.

"Sama-sama, nanti kamu harus fokus ya saat tes. Jangan memikirkan hal yang nggak-nggak." Dion ingin Dera bisa mengikuti tes dengan maksimal, walaupun Dion yang berkuasa dan bisa bertindak apa pun tetapi Dion ingin tetap profesional agar hal buruk tidak terjadi di kemudian hari.

"Siap pak guru, ya udah ayo kembali ke kampus." Kini, Dera sudah tenang setelah menghabiskan 1 cup es cream rasa strawberry. Dera pun bangkit dan kembali ke kampus ditemani Dion.

Dion mengantar Dera sampai ke ruang tes dilakukan, dia melemparkan senyuman untuk membuat Dera percaya diri bisa mengerjakan tes. Begitupun dengan Dera, dia melemparkan senyuman dan berusaha mengelola emosinya. Dera pun masuk ke ruangan tersebut untuk mengikuti tes, sementara Dion memilih menunggu di halaman kampus.

Di ruangan tes, suasana tampak senyap karena tes dilakukan sendirian. Dinginnya AC yang selama ini membuat Dera merasa nyaman, kini membuat tubuhnya seakan linu dan mulutnya mengatup sempurna. Tetapi Dera tetap fokus mengerjakan serangkaian tes yang diberikan, walaupun soal tes sulit tetapi Dera berpikir keras agar jawabannya benar. Sampai akhirnya, tiga jam berlalu, Dera berhasil menyelesaikan tes dan keluar dari ruangan dengan lega.

"Ya Allah, akhirnya selesai juga. Napasku seakan kembali." Dera segera duduk dan mengatur debaran jantungnya yang keras, dia mendongak saat melihat botol minuman ada dihadapannya. Saat dia mendongak, ada Dion yang tersenyum manis padanya.

"Ayo minum biar nggak grogi lagi," perintah Dion lembut.

"Aku kira kamu udah pulang atau kembali ke restoran," ucap Dera setelah meminum air mineral dingin yang diberikan Dion.

"Aku sengaja menunggu kamu, setelah ini kita makan siang ya. Aku pengen kamu menikmati sajian di restoran rintisanku." Dion segera duduk di samping Dera, dia tak sabar mengajak Dera ke restorannya.

Sementara itu, Dera melihat Merry menghampirinya dengan senyuman manis. Dera segera beranjak dan tersenyum pada Merry.

"Akhirnya kamu berhasil menyelesaikan tes ya, semoga kamu lolos ya," ucap Merry bahagia.

"Makasih ya Mbak atas doanya, oya Mbak ikut kita makan siang ya," ajak Dera semangat.

"Wah, sebelumnya aku sangat berterima kasih. Sayangnya aku nggak bisa karena masih ada urusan, sekali lagi maafkan aku ya." Merry sebenarnya tak ada acara lagi, tetapi dia tak enak hati harus ikut makan dengan Dion. Walaupun Dion meminta Merry bersikap biasa saja, tetapi Merry tak bisa melakukannya karena bagi Merry, Dion adalah atasan yang harus dihormati.

"Baiklah, kalau begitu kami duluan ya Mbak. Permisi." Dion tersenyum pada Merry, kemudian pergi meninggalkan Merry. Dion berjalan di depan Dera menuju motornya, sekarang Dion bahagia naik motor karena dengan naik motor membuatnya lebih dekat dengan Dera.