Seorang pria baru saja keluar dari apartemennya. Langkahnya begitu ringan dan wajahnya tampak bersinar dan cerah. Senyumnya menghiasi di setiap langkahnya. Entah kenapa Dion merasa malam ini ada hal istimewah dalam hidupnya, sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
Dion pun bergegas menuju basement, di mana di sana berjejer rapi mobil dan motor yang harganya fantastis. Namun, dia hanya mendekati salah satu motor murah yang terparkir tak jauh darinya. Menghidupkannya dan membawanya keluar.
Sudah sangat lama Dion tak mengendarai motornya itu, dia pun melesat menembus keramain kota Surabaya, kemacetannya tak membuatnya berhenti. Dion semakin menancap gas motor, dia benar-benar tak sabar ingin segera sampai di tempat yang ingin dituju.
Ya, malam ini dia akan menjemput seorang wanita yang baru tadi malam dia kenal, wanita yang mampu menggerakkannya tanpa bertemu terlebih dahulu. Ada perasaan yang tak mampu dia jelaskan.
Padahal setelah putus dengan kekasihnya, Dion memutuskan untuk tidak ingin menjalin hubungan, dan tidak ingin mengenal wanita sebelum dia benar-benar bisa move on. Itu dia lakukan agar tak menyakiti wanita ke belakangnya, dan itu juga sebabnya dia mengabaikan semua wanita yang mendekatinya.
Motor pun berhenti sesuai keinginannya. Dia melirik benda bulat yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, waktu sudah menunjukkan pukul 19.00. malam. Memang tepat perjalanan yang diperkirakan untuk sampai. Sebentar lagi kereta api akan segera datang, membawa seseorang yang akan ditemuinya.
Seseorang yang membuatnya melakukan hal ini untuk pertama kalinya, dan seseorang yang belum Dion tahu wajahnya.
Dia pun bergegas turun dari motornya, berjalan ke arah kursi tunggu bersama segerombolan orang yang sama dengannya, menjemput seseorang yang spesial.
Dion duduk bersandar sambil memperhatikan orang-orang di sekelilingnya. Tiba-tiba ponselnya bergetar, menandakan ada pesan masuk di aplikasi whatsappnya. Dion langsung membaca pesan yang terpampang di layar ponselnya.
[Sebentar lagi aku sampai, aku memakai baju warna hijau] Pesan dari Dera.
[Baiklah aku tunggu] Balasnya dengan secepat kilat.
Jantungnya langsung berdetak lebih cepat tidak seperti biasanya, Dion benar-benar merasa gugup. Ini pertama kalinya dia menjemput seorang wanita yang belum dia kenal dekat.
Suara operator berkumandang di area stasiun, mengabarkan jika sebentar lagi kereta akan segera sampai.
Pesan kembali masuk di ponselnya, [Kamu di mana? Pakai baju warna apa?]
[Aku ada di kursi tunggu, pakai jaket warna hitam dan topi hitam] Pesan pun terkirim.
Dion langsung memasukkan ponselnya kembali di saku jaket yang dikenakannya, dia tidak sabar menunggu kereta datang.
Sesekali Dion melirik beberapa orang yang juga menunggu kereta api, dia pun menyunggingkan senyumnya.
Akhirnya kereta api berhenti di hadapannya, banyak orang yang keluar dari kereta tersebut.
Dion terus mengamati semua orang yang keluar dari kereta, matanya terus melihat ke arah pintu kereta. Saat dia melihat ciri-ciri yang Dera sebutkan tadi, lantas langsung menghampiri.
"Dera ya?" tanyanya. Wanita itu langsung berbalik melihat asal suara yang menyentuh pundaknya. Saat wanita itu berbalik, Dion benar-benar merasa kecewa, karna wanita yang dia jemput adalah seorang ibu-ibu. Tapi dia tak menampakkan rasa kecewanya, dia tetap tersenyum saat wanita itu melihatnya dan tersenyum.
"Ayo, aku bawakan," ujarnya sembari berusaha mengambil tas yang dipegang wanita tersebut.
"Maaf Mas, saya bukan Dera." Dion pun terkejut dibuatnya. Beberapa detik kemudian seseorang memanggilnya dari arah belakang.
"Dion!!!" Teriak Dera menggema. Dion langsung berbalik mencari asal suara. Seseorang dengan baju warna hijau melambaikan tangannya, dengan senyum yang membuat Dion tak berkedip. Dia benar-benar takjub melihat seseorang yang memanggil namanya itu, begitu cantik dibawah sinar rembulan.
Dera pun langsung mendekati Dion, dan langsung menyodorkan tangannya, mengajaknya berkenalan. Namun Dion masih terdiam tak meresponnya.
"Hallo," ujarnya sembari melambaikan tangannya di depan wajah Dion. Dion yang menyadari jika Dera berada di hadapannya langsung membalikkan wajahnya ke samping, dia merasa malu karena ketahuan bengong.
"Ya sudah, saya permisi dulu Mbak," ujar wanita yang masih berada di belakang Dion, dan ternyata wanita itu adalah wanita yang sedari tadi duduk bersama Dera di dalam kereta.
"Eh iya Mbak, silahkan," ujar Dera ramah.
"Kapan-kapan mampir ke tempatku Mbak,"
"Iya Mbak terima kasih."
"Iya sudah terima kasih untuk yang tadi Mbak, jika bertemu saya akan mengembalikannya." Dion hanya mendengarkan percakapan mereka berdua.
"Sudah tidak perlu Mbak, saya sudah ikhlas."
" Ya sudah kalau begitu, mari Mbak, Mas," ujar wanita itu membungkukkan sedikit badannya dan berlalu. Dera dan Dion terus melihat wanita tersebut hingga hilang dari pandangannya. Sekarang mereka tinggal berdua saja.
"Ehemzz,,," Deheman Dion memecah keheningan di antara mereka. Dera langsung melihat ke arah Dion yang sedang melepas topinya itu. Dera langsung tak berkedip, dia benar-benar tak percaya jika pria di hadapannya begitu tampan dan sempurna. Padahal saat mengenakan topi, Dion terlihat biasa saja, namun berbeda saat Dion telah melepas topinya.
"Dion,," ujarnya sembari mengajak Dera berjabat tangan.
"Dera." Mereka pun berjabat tangan dan saling berpandangan satu sama lain. Mereka tak menyadari jika ada beberapa penumpang yang baru keluar dari dalam kereta dan mau lewat.
"Permisi Mas, tolong jangan di tengah-tengah jalan," ujar salah satu dari penumpang tersebut. Dera dan Dion pun melepas tangannya dan minggir ke samping untuk memberi ruang lewat pada beberapa penumpang itu. Mereka pun saling tertawa saat semua penumpang telah pergi.
"Ayo aku bawakan kopernya," ujar Dion kemudian mengajak Dera meninggalkan lokasi.
"Tidak usah, aku bisa sendiri kok."
"Tidak pa-apa." Dion langsung mengambil alih koper yang ada di tangan Dera, dan berjalan terlebih dahulu.
"Mau tetap di sini?" tanya Dion saat Dera masih tetap di tempatnya. Dera hanya tersenyum, dia pun langsung mengikuti Dion dan berjalan beriringan di samping Dion.
"Sudah lama nunggu?"
"Tidak, Aku baru saja sampai." Dera hanya mengangguk-angguk tanda mengerti.
"Kamu sendiri gimana perjalanannya?"
"Lumayan capek."
"Baru pertama naik kereta kah?" Dera kembali mengangguk.
"Kamu sendiri pernah naik kereta?" Dion hanya menggelengkan kepala.
Mereka pun saling bicara sampai tak menyadari jika mereka melewati motor yang dinaiki Dion tadi.
"Mana motormu?" tanya Dera saat dia menyadari jika mereka sudah cukup lama berjalan. Dion pun langsung teringat akan motornya.
"Ya ampun motorku di sana," ujarnya sembari memukul dahinya sendiri. Dia benar-benar lupa karena keasyikan mengobrol. Dera yang melihat expresi Dion hanya tersenyum, Dion pun ikut tersenyum melihat Dera.
"Ya sudah, kamu tunggu di sini dulu, Biar aku yang ngambil." Dion langsung memberikan koper yang dia pegang pada Dera, dan berlari berputar arah. Dera kembali tersenyum dan terus melihat punggung Dion yang mulai menjauh.