Setelah santapan makanan selesai, tim accounting bergegas kembali ke kantor. Dera menjamah pandangannya berusaha mencari sosok Dion, sayangnya Dion tak ada batang hidungnya. Ya Tuhan… mengapa Dion mendadak menghilang, biasanya dia selalu melihat kehadiran Dion. Tetapi, Dera tak ingin membuat tim accounting merasa heran dengan sikapnya sehingga memilih diam dan kembali ke kantor.
Sesampainya di kantor, Widya menemui Dera yang tampak tak bersemangat. Widya berpikiran kalau sikap Dera itu karena ucapan Dewa, Widya pun memberikan pencerahan untuk Dera agar tidak memikirkan ucapan Dewa.
"Dera, aku tahu kamu pasti kepikiran ucapan Pak Dewa kan? Tapi menurut aku, kamu nggak perlu mikirin ucapan beliau, karena sikapnya memang seperti itu. Kamu nggak boleh termakan oleh ucapannya yang hoax itu," ucap Widya menenangkan.
"Enggak sih, aku nggak mikirin ucapan dia kok. Aku lagi mikirin Dion aja, heran aja gitu kenapa dia nggak nyamperin kita pas di restoran tadi. Biasanya dia selalu gencar dan tahu banget aku datang di dekat dia," ucap Dera heran.
"Ya, mungkin dia lagi sibuk."
"Iya memang, tadi aku lihat dia lagi diskusi sama salah satu pekerja. Tapi masa iya, dia nggak bisa luangin waktu sedikitpun ketemu aku?" Dera kesal dengan sikap Dion yang menghilang, padahal dirinya ingin mengabarkan kelolosannya dan berbagi kebahagiaan dengan Dion.
"Ya udah, mendingan kamu fokus kerja dulu. Setelah pulang kerja bisa temui Dion, aku kembali kerja dulu ya." Widya melemparkan senyuman manis pada Dera, dia memegang pundak Dera dan kembali ke ruang kerjanya.
Dera mengangguk dan memikirkan ucapan Widya, tetapi rasa penasaran sosok Dion semakin membuncah. Apalagi ucapan Dewa yang mengatakan Dion adalah pemilik perusahaan, terlihat jelas pada sosok Dion yang perfeksionis, belum lagi restoran Dion yang ternyata sangat luas dan mewah. Apakah benar, seorang Dion yang orang biasa bisa mengelola restoran mewah itu? Jika benar, pastinya membutuhkan modal yang besar, belum lagi jumlah karyawannya yang banyak.
"Aku harus ke restoran lagi untuk memastikan, sebenarnya ada apa dibalik ini. Jika benar Dion adalah pemilik perusahaan? Lalu, apakah dia ada di balik pemberian beasiswa S2 dari perusahaan?" Dera semakin gelisah karena ungkapannya sendiri, tetapi dia akhirnya kembali bekerja dan menantikan kepulangan untuk kembali ke restoran Dion.
Dera bekerja maksimal dan mempercepat pekerjaannya, setelah jam pulang kantor dia segera naik Taxi menuju restoran Dion. Dera menjamah halaman restoran untuk menemukan sosok Dion, sayangnya baik di halaman restoran maupun di dalam restoran tak ada sosok Dion. Sampai akhirnya Dera menghampiri satu karyawan laki-laki yang memiliki kulit sawo matang dan berkacamata.
"Permisi mas, saya numpang tanya. Apakah benar restoran ini milik Dion?" tanya Dera serius.
"Iya mbak benar, restoran ini memang milik Pak Dion. Memangnya ada apa ya mbak?" tanya balik karyawan itu ramah, dia penasaran dengan arah pembicaraan Dera.
"Apakah Dion mengelola restoran ini sendiri?" tanya Dera lagi.
"Pastinya mbak, Pak Dion membangun restoran ini dari nol. Beliau adalah sosok pekerja keras, karena kegigihan beliau restoran ini bisa laris manis walaupun masih baru," jelas karyawan lagi.
"Oh, kalau begitu makasih ya mas."
"Sama-sama mbak, kalau begitu saya permisi dulu ya mbak." Karyawan itu melemparkan senyuman pada Dera, kemudian pergi meninggalkan Dera yang mematung memikirkan siapa sebenarnya sosok Dion yang selama ini menjadi laki-laki biasa.
Dera pun memilih pergi dari restoran Dion karena tak mendapatkan hasil yang memuaskan, dia juga tak bisa berbuat apa-apa karena tak memiliki titik terang siapa sebenarnya Dion. Siapa sangka, Dion memarkirkan mobilnya di halaman parkir dan bergegas menghampiri Dera. Kedatangan Dion membuat Dera kesal, hati Dera sakit karena Dion malah menghilang saat dirinya dan tim accounting makan siang di restoran Dion.
"Hai Dera, kamu ternyata ada di sini. Maaf ya karena aku baru aja datang ke restoran ini," ucap Dion manis, dia tak ingin Dera mencurigai dirinya mengetahui Dera dan rekan kerjanya makan siang di restoran.
"Memangnya, kamu darimana aja?"
"Aku tadi ada urusan sebentar. Oya, bagaimana hasil tesnya? Apakah hasilnya sudah keluar?"
Dera bergeming mendengar ucapan Dion, sepertinya bukan waktunya dia menyalahkan Dion dan bersikap dingin pada Dion. Lebih baik Dera melupakan kejanggalannya dan bersikap biasa saja dengan tetap memperhatikan gerak-gerik Dion. Dera yakin cara itu lebih menguntungkan karena Dion tak akan curiga.
"Lagian kamu kemana aja sih, aku dari pagi nyariin kamu tapi ponsel nggak aktif. Medsos nggak aktif," ucap Dera seraya mengerucutkan bibir.
"Maafin aku ya, tapi kamu lolos kan?"
"Alhamdulillah banget Dion, aku lolos 100 % dan bisa melanjutkan kuliah S2," ucap Dera bahagia.
"Alhamdulillah, aku yakin kamu bisa melakukan itu. Terbukti kan, kamu bisa lolos. Sekali lagi selamat ya, kamu memang pantas mendapat beasiswa itu karena kecerdasanmu memang diatas rata-rata," ucap Dion bangga dengan prestasi Dera.
"Kamu bisa aja, tapi ini karena bantuan kamu juga. Selama ini kamu udah dukung aku sampai ke titik ini, tanpa kamu aku nggak bakalan bisa dapatin beasiswa S2," ucap Dera merendah.
"Kalau begitu, kamu yang traktir aku ya." Dion sengaja menggoda Dera, padahal dia yang akan memberikan kejutan untuk Dera.
"Oke, ayo."
"Aku bercanda, aku yang akan traktir kamu. Ayuk ikut," ajak Dion semangat.
"Lho, katanya aku yang harus traktir?"
Dion tidak menghiraukan ucapan Dera, dia langsung menggandeng Dera masuk ke mobilnya. Dera pun hanya manut diajak Dion, dia penasaran Dion akan membawanya ke mana. Dera berharap Dion akan menunjukkan sisi tersembunyinya.
Sementara Dion tampak berpikir akan membawa Dera ke mana, dia tak mungkin menunjukkan kemewahannya karena Dera bisa curiga. Dion memutar otaknya lebih keras, dia akhirnya membawa Dera ke sebuah taman wisata. Tetapi Dera malah bahagia, dia tak menyangka Dion mengajaknya berwisata karena sudah lama Dera tak mengunjungi tempat wisata.
"Dion, kenapa kamu malah ngajak aku ke sini?" tanya Dera penasaran.
"Aku sengaja ngajak kamu sebagai hadiah karena kamu udah lolos. Terus pertahankan prestasi kamu ini ya, jangan sampai kehalang karena hal lain." Dion bahagia bisa menuntun Dera sejauh ini, dia tak akan membiarkan kecerdasan Dera tak terpakai begitu saja. Apa pun caranya, Dion akan mendukung Dera dalam berbagai hal.
"Makasih ya, ini tempatnya bagus banget deh. Baru kali ini aku ke sini loh," ucap Dera sumringah.
"Ya udah, yuk jalan-jalan."
Dion segera mengajak Dera mengelilingi taman wisata yang indah, Dera pun bahagia diajak berkeliling Dion. Dera merasa bahagia dan tak ingin waktu cepat berlalu, apalagi Dion mengabadikan momen indah itu dalam bentuk foto dan video sehingga menambah kebahagiaan mereka.
******
Keesokan harinya, Dera ada meeting dengan manager dan CEO. Debaran jantung Dera berdetak kencang karena tatapan Dewa sinis kepadanya, belum lagi sang CEO belum datang sehingga membuat Dera penasaran siapakah CEO yang sebenarnya karena Dera belum pernah melihat sosoknya.
"Dera, sekarang kamu harus bekerja sekaligus kuliah. Apakah kamu sudah planning bagaimana jadwal kuliah kamu? tanya Dewa tegas.
"I-iya Pak, rencananya saya akan mengambil jadwal kuliah saat sore atau malam hari, sehingga saya bisa tetap fokus bekerja," ucap Dera gugup.
"Kamu yakin bisa menghandle pekerjaan dan kuliah dalam waktu bersamaan? Apakah kamu tidak akan mengeluh atau merasa perusahaan telah memberatkan posisimu?."
DEG! Dada Dera tersentak mendengar ucapan Dewa, sejak kedatangan Dera ke perusahaan ini, Dewa memang tak pernah bersikap baik dengan Dera. Tetapi, Dera harus sabar dan tegas menghadapi Dewa agar Dewa tidak meremehkan dirinya.
"Saya pastikan pak. Bagaimanapun kondisinya, saya akan bekerja di perusahaan ini dengan maksimal. Begitu pun dengan kuliah saya, saya tidak akan mengecewakan perusahaan ini yang telah memberikan saya kesempatan mendapatkan beasiswa, saya akan melakukan yang terbaik untuk keduanya," ucap Dera yakin.
"Bagus, walaupun CEO kita tidak hadir dalam meeting ini tetapi kamu tak boleh berpikiran perusahaan ini tidak profesional. Kami, sebagai atasanmu sangat menghormati kamu sebagai pegawai kami, untuk itulah kamu harus menunjukkan dedikasi yang tinggi pada kantor ini," ungkap Dewa tegas.
"Iya Pak, saya mengerti itu." Dera menelan ludah gusar, ingin rasanya dia keluar dari ruang meeting yang membuatnya tak bisa bernapas lega, dia takut menghadapi Dewa sendirian.