Setelah menyelesaikan tugas yang diberikan Merry, Dera menyerahkan tugasnya di ruang kerja Merry.
Dia gelisah karena Merry tampak fokus mengecek hasil pekerjaannya, dia khawatir hasilnya salah dan membuat Merry kecewa. Tetapi, kekhawatiran di hati dia memudar saat sang sekretaris sementara tersebut memandangnya dengan seulas senyuman.
"Kamu memang hebat Dera, walaupun kamu adalah karyawan pindahan tetapi kemampuan kamu tidak diragukan lagi. Kamu memang pantas mendapat jabatan ini, terus pertahankan kinerja kamu ya." Merry kagum dengan kinerjanya, walaupun dia memberikan tugas sangat berat tetapi Dera bisa mengerikan tugasnya dengan maksimal.
"Aku masih banyak belajar Mbak, pastinya belajar lebih banyak dari Mbak Merry yang sudah profesional." Dia tak berpuas diri disanjung Merry, apalagi dia bisa menyelesaikan tugas karena bantuan Dion.
Tanpa bantuan Dion, Dera tidak yakin tugasnya akan selesai dan memuaskan Merry.
"Sudahlah, jangan merendah. Oya, apakah kamu sudah siap mengikuti pengarahan untuk mendapatkan beasiswa S2?" Merry kembali ke topik pembicaraan karena dia ingin mengetahui apakah Dera siap mengikuti tes atau tidak.
"Pasti Mbak. Aku nggak mau menyia-nyiakan kesempatan mendapatkan beasiswa itu, aku siap mengikuti pengarahan kapan pun," jawab Dera cepat dan antusias.
"Bagus, sekarang kamu ikut aku menuju tempat pengarahan tes. Kamu harus bisa menjawab semua pertanyaan saat tes ya Der, jangan sampai kesempatan kamu mendapatkan beasiswa hilang karena kesalahan kecil yang kamu perbuat nanti." Merry tak ingin Dera gagal mendapatkan beasiswa, apalagi dia tahu dedikasi Dera sangat tinggi dan sayang jika gagal mendapat beasiswa.
"Iya Mbak, aku akan berusaha semaksimal mungkin."
Merry mengangguk, kemudian mengantar Dera ke ruang pengarahan. Hal tersebut membuat jantung Dera berdebar kencang, hatinya berdoa agar mendapat kesempatan beasiswa S2. Dera berjanji pada dirinya sendiri dia akan melakukan yang terbaik untuk karirnya. Kini, sampailah Dera di ruang pengarahan mendapat beasiswa, dia berhadapan dengan seorang laki-laki berwibawa yang akan mengarahkan Dera mengikuti tes.
'Ya Tuhan, semoga aku berhasil mengikuti kelas. Aku ingin mendapatkan beasiswa ini," Dera hanya bisa berdoa di dalam hati, dia ingin semuanya lancar sampai keputusannya memenangkan tes dan berhasil mendapatkan beasiswa.
Sementara itu, di kos an, Dion tampak memberikan pengarahan pada Fandi. Fandi sengaja di tunjuk Dion untuk memegang kendali perusahaan selama dia tidak memimpin perusahaan. Dion melakukan itu karena Fandi adalah sahabatnya sejak kecil dan Dion sudah mengetahui sepak terjang Fandi di dunia bisnis, pastinya Fandi loyal dan bisa memegang perusahaan karena Fandi amanah.
"Dion, sampai kapan kamu akan menyembunyikan identitasmu dari Dera. Seharusnya kamu bisa jujur padanya dan aku yakin Dera bisa menerima kamu dengan bahagia," ucap Fandi, heran dengan keputusan Dion yang malah menjadi orang biasa. Padahal dia yakin, Dion mencintai Dera. Seharusnya Dion bisa menggunakan hartanya untuk mendapatkan cinta Dera.
"Kamu nggak perlu tahu itu, yang harus kamu tahu adalah bagaimana caranya kamu memegang kendali perusahaan selama aku nggak ada." Dion tak ingin Fandi menanyakan urusan pribadinya, dia hanya ingin fokus menjadi Dion yang baru. Dion yang memulai hidupnya dengan bekerja keras dan bisa saja mendapatkan kegagalan.
"Cowok di luaran sana rela berpura-pura menjadi orang kaya untuk mendapatkan cinta, tapi kamu malah pura-pura miskin untuk mengejar cinta," ledek Fandi, membuat Dion kesal.
"Maksud kamu apa? Memangnya siapa yang tengah mengejar cinta?" Dion kesal karena Fandi malah meledaknya, seharusnya Fandi fokus saja dengan tugasnya memberikan serangkaian tes untuk Dera nanti siang.
"Ya kamu Dion, aku bisa merasakan cinta yang menggebu di hati kamu untuk Dera. Kalau bukan karena cinta, mana mungkin kamu susah payah bantuin dia biar dapat beasiswa S2."
"Hei, aku melakukan ini karena sudah tugasku memberikan apresiasi pada karyawan yang berprestasi. Nyatanya, Dera memang pantas mendapatkan beasiswa S2 dari perusahaan karena kecerdasan dia." Dion tak terima Fandi menyangkut pautkan beasiswa Dera dengan cinta, karena Dera memang berhak mendapatkan beasiswa dari perusahaan.
"Iya sih, Dera memang pantes dapatin beasiswa karena dia cekatan dan cerdas. Tetapi, saran aku mendingan kamu jujur deh ke dia siapa jati diri kamu sebenarnya. Aku khawatir nantinya, kebohongan kamu ini berbalik menjadi petaka."
"Jangan melebarkan pembicaraan, kamu fokus aja urusan perusahaan. Biar urusan kebohongan itu, aku yang nanggung."
Fandi menghela napas. "Ya udah, aku akan berusaha memberikan yang terbaik untuk Dera. Tapi, keberuntungan kembali lagi ke Dera. Apakah dia bisa menyelesaikan serangkaian tes yang diberikan atau tidak, apapun hasilnya kamu harus profesional ya. Kalau Dera nggak bisa menyelesaikan tes, jangan menghalalkan cara lagi."
"Kamu tenang aja, aku yakin Dera bisa menyelesaikan tes karena dia memang bisa."
"Oke, aku akan kembali ke kantor sekarang juga." Fandi akhirnya bangkit dari tempat duduknya, kemudian pergi dari kosan.
Sementara Dion bersiap kembali ke restoran karena ada hal penting yang harus diselesaikan. Dion berharap Dera bisa mendapatkan beasiswa dari perusahaan dan bisa melanjutkan pendidikannya. Di restoran, Dion memperhatikan karyawannya yang cekatan melayani pembeli, siapa sangka, Dera malah menelponnya dan membuat Dion bahagia. Dion segera mencari tempat yang nyaman untuk mengangkat panggilan video call Dera.
"Dion, coba tebak aku habis ngapain?" Dera langsung membuka obrolan dengan pertanyaan saat Dion mengangkat panggilan, hal tersebut membuat Dion tersenyum manis dan menggelengkan kepalanya.
"Memangnya, kamu habis ngapain selain bekerja?" Sebenarnya Dion sudah mengetahui Dera telah mengikuti pengarahan mengikuti tes, tetapi Dion sengaja berpura-pura tak mengetahuinya agar Dera tidak mencurigai ada kejanggalan.
"Aku habis mengikuti pengarahan mengikuti tes besok, dan alhamdulillah aku bisa paham dengan pengarahannya," ungkap Dera optimis.
"Artinya, kamu optimis bisa mengerjakan tes yang akan diberikan besok kan. Tapi bisa nggak bisa harus bisa ya biar bisa mendapat beasiswa S2," ucap Dion penuh permohonan.
"Kamu tenang aja, aku akan berusaha semaksimal mungkin agar bisa menjawab semua tes. Aku nggak mau kehilangannya kesempatan berharga ini, pokoknya aku akan melakukan yang terbaik." Dera menyemangati dirinya sendiri, walaupun tes yang akan diberikan sulit tetapi dia harus bisa mengerjakannya.
"Bagus, aku suka semangat kamu yang tinggi. Aku juga akan mendoakan kamu dari sini biar tesnya lancar," ucap Dion ikut bahagia.
"Makasih ya karena kamu selalu mendukung aku untuk maju, aku nggak tahu apakah aku bisa sampai di titik ini tanpa bantuan kamu Dion."
"Aku sama sekali nggak bantuin kamu kok, ini semua murni perjuangan kamu Der. Aku yakin kamu jadi wanita yang sukses," kagum Dion pada Dera.
"Kamu bisa aja, tapi serius kamu itu mendukungku dengan penuh. Bahkan, bantuan kamu kemarin buat Mbak Merry puas dengan hasil kerjaku. Sekali lagi, terima kasih ya."
"Serius bantuan aku kemarin berguna?" Dilon menampakkan wajah cerianya, dia sengaja melakukan itu agar Dera tidak curiga.
"Benget Dion, Mbak Merry sampai bahagia dan membuat aku lega karena tugasku kemarin selesai tanpa revisi," ucap Dera penuh kegembiraan.
"Sebenarnya aku hanya mengarahkan kamu Dera, toh kamu yang mengerjakannya karena kamu yang mengetahui dokumen penting perusahaan tempat kamu bekerja. So, kamu memang hebat dan pantas dengan pencapaian itu."
"Ya udah, intinya aku sangat berterima kasih ke kamu. Kamu doain aku ya biar besok bisa mengikuti tes dengan lancar, aku nggak mau sampai salah jawaban."
"Pasti, aku selalu mendoakan yang terbaik untuk kamu. Yang terpenting kamu pelajari aja semua pengetahuan mengenai bidang pekerjaan kamu dan jurusan kamu ya, dengan begitu kamu mudah mengerjakan soal tes." Dion berharap Dera mengerjakan tes dengan benar, untuk itulah dia memberikan kode agar Dera mempelajari bidangnya dengan baik karena soal tes akan mencakup beberapa hal tersebut.
"Siap pak guru, aku akan melaksanakan tugas dari Pak Guru," goda Dera seraya terkekeh.
"Kok malah manggil Pak Guru," ucap Dion heran tetapi tersenyum manis.
"Karena kamu ibarat guru aku, aku berhutang budi sama kamu." Dera menghela napas lega, dia bahagia bisa dekat dengan Dion. Walaupun banyak orang yang bilang Dion adalah laki-laki yang dingin dan tak mudah bergaul dengan ramah, tetapi Dion sangat ramah padanya. Apalagi hubungan mereka semakin intens dan membuat hari Dera bahagia.