"Tak ada cinta di atas tanah ini, sayang. Tidak ada!" perempuan itu membelai pipiku dengan lembut. Jari-jemarinya halusnya terasa begitu hangat saat menyentuh kulitku.
Aku hanya diam dan terus memandangi dia. Perempuan itu berparas jelita. Mata besar, bibir merah merah muda dan hidung yang mancung. Kecantikannya Ia turunkan padaku juga.
Sebelah tangan Ibuku yang lain memegangi gelas dengan air bewarna kekuningan. Aku melihatnya, penasaran. "Mom, itu apa?" tanyaku.
Dia tertawa dengan begitu keras, seakan pertanyaanku adalah lelucon paling lucu di dunia. Tubuh Ibu bergetar. Tanganya tidak lagi membelaiku. Ia memegangi gelas tersebut dengan kedua tangan. Menjaga agar tak setetes air pun tumpah karena tawa yang begitu hebat. Seakan air tersebut adalah hal paling berharga, seakan itu adalah seluruh kehidupannya.
Kemudian, setelah tawanya mereda ia tersenyum. Ibu meletakkan gelas tersebut di meja dan membawaku duduk dalam pangkuannya. "Hanya campuran, beberapa obat tidur dan racun tikus kok."
Oh, air itu bisa membunuh kami berdua. Aku hanya mengangguk saat pemahaman itu terlintas dalam kepala. Tak bertanya ataupun curiga.
"Kamu mau seteguk?" katanya, sambil membelai rambutku. "Kita bisa mencari bahagia di atas sana" Dia menunjuk ke arah langit-langit kamarku. "Di sana jelas ada banyak cinta yang tulus," terangnya lagi.
Aku bergerak mendorong tubuhnya pelan dan berdiri. Berjalan mundur beberapa langkah. "Bagaimana bisa Mom mengetahui hal itu?"
Ia kembali tertawa. "Tak ada cinta di atas tanah ini, sayang. Tidak ada!" ia kembali tertawa. "Kita harus minum ini bersama. Kamu sayang pada Mom bukan?"
Ia menarik tanganku.
***
Aku terbangun dengan rasa mual di perut. Cepat-cepat berlari menuju kamar mandi. Mengeluarkan makan malamku yang tidak seberapa itu ke wastafel dan segera mencuci muka.
Ugh, mengapa aku harus bermimpi hal itu lagi. Aku, aku ... ugh!
Kakiku lemas. Seketika, tubuhku merosot dan aku terduduk di lantai kamar mandi yang lembab. Diam beberapa saat.
Tarik napasmu perlahan Alee! Lakukanlah seperti biasa. Sembunyikan lukamu. Sembunyikan rasa takutmu. Bersembunyilah dengan topeng di wajahmu. Lakukan seperti biasa. Seberapa dalam deritamu pun tiada orang yang peduli. Mereka akan menginjakmu. Menertawakanmu. Mereka akan mendorongmu jatuh sama persis seperti Ibumu. Bersembunyilah, dan kamu akan baik-baik saja. Aku mengingatkan diri.
Sial, setelah kemarin malam aku tertawa terpingkal-pingkal begitu tiba di rumah sekarang aku harus menghadapi hal ini lagi. Memang benar, jika aku tidak bisa merasa terlalu senang, lihatlah dampaknya sekarang!
Kemarin, aku meminta Kak Rienna menjemputku di kantor Starlight Entertaiment, agensi yang menaungi Finn Hartigan. Begitu aku bertemu dengan Finn, Kak Rienna tiba dan langsung menarikku pulang. Melihat wajah kesal Finn dan Noah yang pasrah adalah penghiburan bagiku. Akan tetapi, aku tidak boleh terlalu senang seperti kemarin atau mimpi buruk itu akan datang lagi. Aku juga tidak boleh tenggelam dan hancur dalam perasaan atau semua yang aku bangun dengan susah payah sampai sekarang bisa hilang. Betapa menariknya kehidupanku ini.
Aku tertawa, tawa rendah yang mengejek diriku sendiri. Baiklah, Aku harus kembali mengatur rencana!
Setelah berhasil mengumpulkan kekuatan tubuh, aku berdiri dan lari menuju dapur. Aku membuka kulkas dan mengeluarkan sekotak orang juice dan meminumnya dengan terburu-buru hingga tersedak beberapa kali. Lalu mengulanginya, lagi dan lagi. Hingga isi kotak tersebut habis tak bersisa. Lihat? Aku bisa melakukannya. Aku baik-baik saja!
Air bewarna kuning dari orange juice ini mengingatkan pada racun yang dibawa Ibuku. Aku harus menghadapi ketakutanku! Aku bukannya suka pada minuman ini. Aku hanya, terus dan terus berusaha menghadapi ketakutanku dengan ini. Sebab, aku harus kokoh dan kuat berdiri. Aku harus membalaskan dendam pada laki-laki itu. Aku harus menemukan laki-laki sialan itu!
Ruby! Aku butuh Ruby. Aku akan meneleponnya!
Aku berlari kembali ke kamar dan mengambil ponsel. Oh! Aku lupa jika Ruby sedang tak bisa dihubungi. Aku menatap ponselku dengan sendu. Benar. Tidak ada seorang pun di sisiku saat ini.
Tiba-tiba saja ponselku berdering. Sebuah nomor tak dikenal sedang meneleponku. Semoga saja ini Ruby! Aku segera menggeser bulatan hijau pada layar.
"Northeast Archer di sini," kata suara diseberang telepon.
Archer? "Di mana Ruby?"
"Tepat di sebelahku." Kemudian, terdengar suara ribut-ribut sebagai suara latar belakang. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka. Akan tetapi, selama mereka bersama aku tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa.
"Alee!" Pekikan Ruby memenuhi gendang telingaku.
Aku menjauhkan ponsel sejenak, sebelum mulai menjawab, "Bisakah kamu tidak berteriak?"
Suara tawa Ruby memenuhi telepon. "Maaf untuk itu." Ia tertawa. "Oh, aku ingin memberitahu bahwa lusa aku akan pulang. Lalu, aku ingin meminta maaf padamu. Aku mengirim orangku ke rumahmu untuk berjaga-jaga dari jarak aman. Hmm ... mengingat kamu bertanya perihal pembasmi hama waktu itu, aku menjadi khawatir."
Aku tersenyum senang mendengar kabar kepulangannya. "Lalu, apakah ada hal aneh yang ditemukan orangmu?"
"Hari ini, Sharoon Dash meletakkan paket di depan pintu rumahmu."
"Aku tidak menemukan apapun di pintu rumahku. Apa orangmu mengambilnya?"
"Maaf, aku hanya ingin memastikan keamananmu. Paket itu berisi sebuah album pernikahan yang setengah terbakar. Kamu pasti tidak ingin manajermu melihatnya. Dia akan sangat heboh dan menyerahkan urusan Sharoon Dash kepada agensimu. Itu akan mempersulit semuanya," kata Ruby menjelaskan. Terdengar suara Archer di latar belakang, ia sedang menanyakan menu makan malam mereka. Aku tersenyum. Mereka terdengar seperti pasangan pengantin baru. Akan tetapi, lebih baik aku berpura-pura tidak peduli saja.
"Benar. Tindakkan bagus Ruby," kataku dan diam sejenak. Aku menimbang-nimbang untuk menceritakan mimpiku. Ruby sedang bersama Archer, aku tidak bisa menganggunya. Lagipula itu hanya sebuah mimpi buruk. Aku tidak perlu bertingkah seperti seorang gadis kecil yang mengadu perihal mimpi buruknya bukan? "Bagaimana dengan pencariannya?"
"Ada North di sini," suaranya terdengar pelan. Dia sedang berbisik. "Akan kuceritakan semuanya saat aku tiba. Janji."
"Oke, segera hubungi aku dengan ponselmu sendiri."
"Ponselku sudah dibuang North," kata Ruby. Kali ini bahkan, aku tidak ingin tahu alasannya. Hanya tertawa dengan miris. Sudah pasti, itu hanya sebuah permainan antara Ruby dan Archer.
"Sulit bagiku untuk menghubungimu dalam keadaan sekarang. Belilah ponsel baru."
"Kamu pasti merindukanku ya?" Ia tertawa. "Tenang saja, kamu akan jadi orang pertama yang kutelepon setelah mendapatkan ponsel baru." Panggilan pun berakhir.
Aku melihat jam pada layar ponselku. Pukul 04.15 dini hari. Sebaiknya aku menghapal dan berlatih naskah dramaku saja. Aku tetap harus menjaga performaku disaat terburuk sekali pun. Beginilah jika kamu bekerja di industri dunia hiburan. Tak peduli bagaimana kondisi tubuh dan mentalmu, aku harus tetap terlihat sempurna atau mereka akan membuat gosip menyebalkan lagi. Tentu saja, tidak akan kubiarkan itu terjadi.
***
Aku tiba si lokasi syuting bersama Kak Rienna. Hari ini kami akan mulai syuting hari pertama.