Chereads / Putri Sandera Dan Raja Serigala / Chapter 13 - Pembicaraan Tentang Ratu

Chapter 13 - Pembicaraan Tentang Ratu

Ratu?

Ronan cukup terkejut dengan pertanyaan barusan. Selama ini ia menjalani hari tanpa memikirkan tentang pasangan.

Ah, mungkin beberapa kali para Duke pernah memperkenalkan putri atau kerabat wanita mereka namun berakhir dengan Ronan mengacuhkan mereka semua.

William juga beberapa kali memintanya untuk mencari pendamping hidup. Setidaknya ia butuh seseorang untuk membantunya mengurus kerajaan. Namun, Ronan masih sanggup melakukannya sendiri.

Mendiang Raja dan Ratu meninggal di usia Ronan terbilang muda. Mereka belum sempat menjodohkannya dengan seorang putri atau wanita bangsawan lainnya. Ronan naik tahta seorang diri. Ia diberkati oleh Pendeta Louise, pendeta pendahulu sebelum Pendeta Elis.

Ratu terdahulu bertugas membantu Raja dengan mengatur Istana Whitethorn juga Cathedral. Dan sekarang … ia bisa melakukannya sendiri. Ia tak butuh seorang Ratu.

"Karena aku tidak butuh?" tanyanya acuh.

"Mengapa seperti itu? Bukankah setiap Raja membutuhkan Ratu untuk mendapatkan keturunan yang akan meneruskan tahta kerajaannya?" Arielle mengerutkan keningnya mendengar jawaban yang dirasanya asal itu.

"Ah, alasan itu…."

Dan mewariskan kesialan yang mengalir di darahnya? Arielle adalah orang luar istana Northendell yang tak tahu apa-apa. Kesialan yang diwariskan oleh para leluhurnya yang membuat Ronan menjadi sendiri di usia muda. Ia kehilangan kedua orang tuanya akibat kutukan tersebut!

Ronan tak ingin repot-repot menjelaskan itu semua kepada orang asing yang akan pergi dalam waktu dekat.

Tangannya mengepal merasa tak rela dengan pikirannya sendiri. Tiba-tiba Ronan merasa ada konflik yang muncul dalam dirinya. Arielle dibawa kemari sebagai tahanan dan mengembalikannya kembali ke Kerajaannya adalah hal yang wajar, bukan? Namun mengapa ia tak rela?

"Bagaimana kalau kau saja yang menjadi ratuku?" tanya pria itu tiba-tiba, membuat Arielle menghentikan gerakannya. Mulut gadis itu terbuka dengan tangan terangkat memegangi buah Frostberry.

Arielle sangat terkejut mendengar kalimat Ronan. Otaknya tidak bisa mencerna guyonan yang dilontarkan sang raja. Ia bimbang, apakah ia harus merespons dengan tertawa atau bagaimana? Topeng itu menghalangi Arielle untuk menilai ekspresi Ronan.

Ronan merasa senang membuat gadis di depannya tak bisa berkata-kata. Diangkatnya sedikit bagian bawah topengnya. Ia mencondongkan tubuhnya untuk menggigit buah Frostberry dari tangan Arielle. Akibat tindakannya tersebut, sari buah Frostberry pun mengotori tangan sang putri.

Ronan tak membutuhkan sapu tangan. Yang ia butuhkan adalah lidahnya. Cukup dengan lidahnya, ia sudah bisa menjilati aliran sari di telunjuk juga ibu jari gadis itu.

Jantung Arielle berdetak sungguh cepat layaknya orang yang baru selesai berlari estafet!

Ronan memberikan gigitan kecil terakhir pada sela telunjuk juga ibu jari Arielle. Arielle menarik tangannya cepat. Ia menatap Ronan dengan tatapan horor membuat pria itu tersenyum singkat.

"Hmm? Bagaimana? Kau ingin menjadi ratuku?" tawar Ronan sekali lagi.

Arielle memegangi dadanya, berharap debaran itu bisa lebih tenang. Ia berdeham untuk menghilangkan kegugupannya.

"Ya-Yang Mulia! A-anda tidak boleh berbicara seperti itu!"

Ronan mengistirahatkan punggungnya pada sandaran sofa dan memperbaiki posisi topengnya. "Berbicara seperti apa?"

"Mencari Ratu bukanlah sebuah guyonan, Yang Mulia…"

"Apakah aku terlihat sedang melontarkan guyonan?"

Arielle mengamati netra merah tajam dari balik topeng itu. "A-aku tidak tahu, aku tidak bisa menilai karena topeng yang Anda kenakan."

"Lalu?"

Arielle menghirup udara panjang untuk menormalkan debaran jantungnya. Ia bangkit dari pangkuan pria itu. Arielle segera menjaga jarak saat Ronan mencoba mengulurkan tangannya untuk menyeret gadis itu kembali ke pangkuannya. Ronan hanya bisa mendesah panjang, merasa kesal saat Arielle memilih duduk di sofa depannya.

"Yang Mulia… mencari kandidat seorang Ratu tidak bisa sembarangan. Meskipun aku tidak pernah mendapatkan pendidikan di istana namun setidaknya aku tahu tentang kriteria untuk Ratu. Setidaknya seorang Ratu harus bisa membaca dan menulis!" ujar Arielle dengan tegas.

Ronan meletakkan kaki kanan di atas kaki kirinya dengan kedua tangan dikaitkan di atas pangkuannya. Meskipun pria itu tak terlalu tertarik dengan topik pembicaraan mereka namun Arielle tengah terlihat serius menceramahinya sehingga mau tak mau, ia pun menghargai Arielle dengan mendengarkannya secara seksama.

"Terlebih sebuah kerajaan besar seperti Northendell butuh seorang Ratu yang bisa memberikan kestabilan politik untuk penerus tahta saat terjadi konflik perebutan kekuasaan."

"Aku pewaris tunggal tahta Northendell. Tak perlu ada yang diperebutkan."

Arielle mengangkat tangannya meminta Ronan untuk tidak menyela ucapannya. Ronan yang mendapatkan perlakuan seperti itu untuk pertama kali cukup terkejut. Gadis ini terlihat sangat serius dan sama sekali tidak merasa bersalah bahwa ia barusan menyuruh seorang Raja menutup mulut.

Arielle sendiri terlalu terbawa suasana. Ia lupa bahwa pria di depannya adalah seorang Raja dan bukan pelayannya, Tania. Ia seharusnya tidak boleh bersikap lancang menyuruh sang raja untuk diam.

"Meskipun Anda adalah pewaris tunggal. Tapi bagaimana jika ada saudara sepupu jauh Anda yang iri dan menginginkan tahta Northendell? Anda harus memiliki bantuan dari pihak pasangan!"

Tawa Ronan pun lepas dibuatnya. Ia menganggap kata-kata gadis itu sangat lucu.

"Mereka? Aku bahkan ragu mereka berani menatap mataku," sindir Ronan.

Arielle menatap Ronan tak tertarik. Gadis itu hanya mengangkat kedua alisnya membuat Ronan kembali diam. Ah, itu adalah ekspresi yang sama yang selalu ia berikan kepada William ketika pria itu tak kunjung berhenti berbicara.

Ronan berdeham. Ia merasa aneh. Sial, apakah ini karma yang ia terima karena perlakuannya kepada William? Terbesit rasa bersalah ia pada pengawal pribadinya itu.

"Silakan lanjutkan," ujar Ronan membuat Arielle mengangguk. "Terima kasih," balasnya.

"Dan … tugas Ratu tidak hanya duduk di samping Yang Mulia. Seorang Ratu perlu ikut andil dalam mengurus Kerajaan, bukan? Ratu yang ideal adalah yang bisa menjadi pemberi nasihat seorang raja. Ia harus bijak, pandai juga berwawasan luas. Jadi… Yang Mulia tidak boleh sembarang mengangkat ratu. Aku yakin, William atau Lucas pasti memiliki deretan nama yang layak untuk mendampingi anda mengatur Kerajaan Northendell."

Ronan mengerlingkan matanya tak tertarik.

"Sudah?" tanyanya.

"Apanya?"

"Berbicara tentang seorang Ratu."

Arielle bergumam sambil berpikir apakah ada lagi yang ingin ia sampaikan atau tidak. Merasa cukup, Arielle pun mengangguk. "Yup, aku rasa semuanya sudah cukup."

"Baiklah, sekarang giliranku. Seorang raja memiliki hak prerogatif untuk memilih siapapun pasangannya. Bahkan Ratunya sekalipun. Aku yakin Tuan Putri tahu bahwa Raja Nieverdell pun bisa memilih siapapun untuk menjadi istrinya, bukan? Berapa istrinya sekarang? Tiga? Empat?"

"Lima," jawab Arielle.

"Ah, Lima. Jadi, jika pun aku memilihmu sebagai ratuku tak akan ada yang bisa menghalangiku selain dirimu sendiri."

"Selain diriku sendiri?"

Ronan mengangguk. "Aku tidak ingin memaksakan kehendakku jika Tuan Putri tidak nyaman. Jadi … Apakah Tuan Putri Arielle ingin menjadi ratu bagi Northendell?"

Arielle menggigit ibu jarinya. "Err… tapi aku tak tahu caranya mengatur sebuah kerajaan. Bahkan aku tak tahu cara membaca dan menulis."

"Itu bisa dipelajari."

Arielle teringat sebuah dongeng yang pernah Tania ceritakan tentang cinta. Sejujurnya ia sendiri tidak mengerti arti cinta yang sesungguhnya itu apa. Namun mendengarkan dongeng Tania, Arielle berharap suatu hari ia bisa bahagia dengan cinta.

Arielle tak tahu bentuk atau rasa dari cinta tapi ia bisa membayangkan bahwa ia akan bahagia jika ia bertemu dengan benda bernama cinta itu.

"Tapi aku butuh cinta untuk bahagia."

Ronan terdiam sesaat. Ia kemudian mengangguk. "Ah… cukup adil."

Ia paham apa yang diinginkan gadis itu sekarang. Putri Arielle adalah tipe yang mengutamakan cinta dibandingkan apapun.

Ronan sendiri adalah seseorang yang tak terlalu percaya dengan adanya cinta. Dari buku yang pernah ia baca, setiap pernikahan akan dikaruniai cinta. Namun melihat pernikahan orang tuanya, jelas tak ada cinta di antara keduanya. Merasa kesal dengan omong kosong bernama cinta, Ronan membakar buku tersebut.

Ia menatap kasihan gadis di depannya. Putri Arielle terlalu naif untuk percaya omong kosong bernama cinta. Pria itu pikir sudah cukup berbincang malam itu.

"Baiklah, kurasa hari sudah semakin larut dan Tuan Putri butuh istirahat."

Ronan mengitari meja di depannya untuk mendekat kepada Arielle. Ia menyentuh dagu Arielle agar mendongak menatapnya.

"Aku datang ke sini untuk meminta maaf tentang ucapanku kemarin siang. Aku sungguh tidak tahu mengenai alasan dibalik Tuan Putri memilih melukis ketimbang membaca dan menulis. Sekarang aku sudah tahu, dan merasa bersalah telah mengucapkannya begitu kasar."

"Yang Mulia… Anda tak perlu meminta maaf."

Ronan tersenyum dan mencubit pelan pipi gadis di depannya. "Meskipun aku seorang raja, jika berbuat salah maka sudah selayaknya aku meminta maaf."

Ronan tak ingin melepaskan tangannya dari pipi Arielle. Ia ingin terus menatap mata berbinar itu. Ia ikut tersenyum saat Arielle juga tersenyum ke arahnya.

"Baiklah, aku sudah memaafkan Anda."

"Terima kasih, Tuan Putri."

Tangannya naik untuk merapikan rambut silver milik Arielle. Diselipkan surai tersebut di balik telinga Arielle. Setelahnya, Ronan izin mengundurkan diri dan Arielle mengantarkan pria itu hingga halaman istana Whitethorn.

Ronan pun pergi meninggalkan istana Whitethorn menyusuri tebalnya salju menuju istana Blackthorn. Ia tersenyum merasa lucu dengan kata-katanya sendiri.

"Jika salah harus segera meminta maaf? Bagaimana aku bisa mengucapkan kata-kata itu?" gumamnya merasa bangga.

Ia jadi teringat William yang terus dirundungnya. Hm… Ronan sempat berpikiran untuk meminta maaf kepada William jika ia bertemu pria itu namun melihat wajah pengawal pribadinya itu yang tengah menaik-turunkan alisnya membuat semua senyum di wajahnya luntur tak tersisa.

"Apakah Putri Arielle memaafkanmu?" tanya William melupakan status antara keduanya.

"Diamlah," ujar Ronan begitu dingin.

William memegangi dadanya yang merasa sakit mendapatkan perlakuan dingin Rajanya barusan.