Ronan melepaskan pelukan mereka saat pintu ruangannya diketuk. Mendengar suara William meminta izin untuk masuk, Arielle mundur beberapa langkah untuk menjaga jarak agar William tidak berpikir aneh-aneh. Ronan yang masih merasa sedikit pusing tak berniat berpindah dari tempatnya.
William pun masuk sambil memperhatikan kedua orang di depannya. Ia mengerutkan kedua alisnya bertanya-tanya mengapa wajah Putri Arielle merona?
Ah, ia berdehem saat menyadari sesuatu. Mungkin ia sudah mengganggu sesuatu yang tak boleh ia ketahui.
"Ehem, Maaf telah mengganggu waktunya, Yang Mulia. Saya membawa laporan tentang kerusakan di bawah tanah Cathedral saat malam kemarin."
"Letakkan di sana," perintah Ronan pelan.
Arielle masih khawatir karena Ronan terlihat tak baik-baik saja.
"William," panggil Arielle membuat Ronan menoleh. "Aku rasa… Yang Mulia Raja sedang tidak enak badan. Mungkin kau bisa membantunya untuk beristirahat?"
"Aku baik-baik saja, Tuan Putri," ujar Ronan berkeras kepala.
"Tidak mungkin… Yang Mulia terlihat sangat kesakitan tadi."
William menunduk meminta izin untuk mendekat dan Arielle memberikan jalan untuk pria itu mendekati rajanya.
"Yang Mulia, Anda butuh istirahat. Dua malam kemarin pasti sangat melelahkan."
"Aku tidak selemah itu," geram Ronan dan William hanya mengangguk dengan ekspresi serius.
Ronan mengusir William namun pria itu tak sedikit pun menunjukkan rasa gentar. Ronan berdecak sekali lagi barulah William mundur.
"Putri Arielle, bolehkah saya berbicara sesuatu?" tanya William saat berbalik ke arahnya.
Arielle mengintip ke arah Ronan dan merasakan pria itu tengah menatapnya namun Arielle sendiri tak yakin karena topeng yang dikenakan oleh Ronan menghalanginya melihat wajah pria itu.
"Kau tetap di sini," perintah Ronan. Arielle melirik ke arah William yang terlihat sangat memohon.
"Sebentar saja. Aku akan kembali," ujar Arielle kemudian menarik tangan William keluar ruangan Ronan membuat pria itu memanggil namanya.
"Arielle!" panggil Ronan namun Arielle berpura-pura tak mendengar panggilan itu dan menutup pintu ruang kerja Ronan.
"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Arielle kepada William yang masih merasa kagum akan keberanian Arielle meminta Ronan menunggu. Ia akan memanfaatkan keadaan ini untuk membuat rajanya beristirahat.
"Saya mohon Tuan Putri membujuk Raja Ronan untuk beristirahat. Dua malam kemarin adalah malam yang paling melelahkan untuk Raja Ronan namun tadi pagi ia bahkan tidak beristirahat sama sekali karena ingin memeriksa kerusakan bagian Cathedral bawah tanah."
"Kenapa aku? Aku bahkan tadi memintamu karena Raja Ronan tak mendengarkan kata-kataku."
William berpikir sejenak. Ia menjentikkan jarinya saat mendapatkan ide brilian. William meminta Arielle untuk mendekat kemudian membisikkan sesuatu kepada Arielle.
"Kenapa tidak kau saja, William?"
"Jika aku yang melakukannya, Raja Ronan akan memenggal kepalaku saat itu juga."
Arielle menatap horor William. "Lalu bagaimana denganku?" tanyanya panik.
William tertawa kecil. "Saya berjanji itu tidak akan terjadi," ucapnya pelan.
Ariel masih tampak ragu namun William terus mendesaknya hingga gadis itu pun menyetujui ide tersebut mau tidak mau. William menunjukkan arah sekali lagi kemudian izin mengundurkan diri.
Arielle membuka pintu kerja milik Ronan dan mengintip ke dalamnya. Pria itu kini duduk di kursinya. Tubuhnya disandarkan pada sandaran kursi menanti kedatangan Arielle. Gadis itu hanya tertawa canggung dan berjalan mendekat. Jantungnya berdebar cepat karena William memintanya untuk melakukan sesuatu.
Arielle tak mengucapkan sepatah kata pun. Ia memberanikan diir menyentuh tangan Ronan dan menariknya pelan.
"Ada apa?" tanya Ronan merasa aneh akan sikap Arielle yang tiba-tiba begitu canggung.
"Yang Mulia, kumon ikutlah denganku sebentar."
Ronan sengaja menahan tangannya sehingga Arielle butuh tenaga lebih besar untuk menariknya berdiri dari tempat duduknya. Ronan masih tak kunjung berdiri. Arielle menggigit bibirnya dan Ronan pun menarik tubuh Arielle hingga gadis itu hampir terjatuh di atas tubuh Ronan.
Merasa jarak keduanya terlalu dekat, Arielle segera bangkit dan memasang wajah memelas membuat Ronan memutuskan untuk berhenti menggoda gadis itu.
"Katakan padaku apa yang kau inginkan."
Arielle menggeleng dan Ronan pun bangkit dari duduknya membuat Arielle mendesah lega. Keduanya keluar dari ruang kerja Ronan dan berjalan menyusuri lorong mengikuti arahan yang sempat William beri tahu tadi.
Beberapa pelayan juga prajurit yang berjaga dibuat bingung akan kehadiran kedua orang itu. Jika sebelumnya Raja Ronan menarik Putri Arielle tapi kenapa sekarang justru sebaliknya?
Lucas yang juga kebetulan muncul ingin melapor diusir oleh Ronan dari kejauhan. Pria itu hanya bisa terdiam di tempatnya sambil bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Ia terlalu bingung dengan dinamika yang terjadi antara Sang Raja dan Putri Arielle. Satu hari keduanya saling menghindari dan di hari selanjutnya saling tarik-menarik.
Lucas sudah memiliki banyak pekerjaan mendesah panjang. Ia bukan William yang suka ikut campur urusan pribadi Sang Raja. Lucas pun berbalik dan melakukan pekerjaan lain.
Ronan memperhatikan sekelilingnya dan merasa aneh karena Arielle membawanya ke arah kamarnya. Kecurigaannya benar, saat Arielle bertanya, "Apakah ini kamar milik Yang Mulia?"
Ronan yang terlalu bingung hanya mengangguk membiarkan gadis itu membawanya masuk.
"Aku kira kau tidak ingin menjadi Ratu Northendell?" tanya Ronan mengingatkan Arielle pada perbincangan mereka beberapa malam yang lalu.
"Tentu saja," jawab Arielle.
"Lalu mengapa kau mengajakku ke sini?" Arielle menyuruh Ronan untuk duduk di atas ranjang dan pria itu pun menurut namun saat Arielle mencoba melepaskan genggaman tangannya, Ronan justru semakin mempererat genggaman tangan mereka.
"Karena sudah di sini, aku mohon Yang Mulia untuk beristirahat sejenak. Maka dari itu aku izin kembali agar yang Mulia bisa beristirahat dengan tenang."
Salah satu alis Ronan terangkat ia menarik tangan Arielle yang digenggamnya membuat tubuh gadis itu lebih mendekat. Salah satu tangannya terbebas niak untuk menyentuh pinggul Arielle membuat gadis itu panik.
"Um… Aku rasa aku harus segera kembali."
"Tapi kita belum selesai berbicara," ujar Ronan dengan salah satu sisi bibirnya terangkat merasa terhibur oleh kegugupan gadis di depannya. Kegugupan gadis itu membuat Ronan lupa akan kepalanya yang terasa berdenyut sakit.
"Tapi Yang Mulia tadi terlihat sangat kesakitan."
"Hm? Oh ya?" tanya Ronan berpura-pura mengingat.
Arielle mengangguk cepat. Saat Ronan melepaskan genggaman tangannya, Arielle memberanikan diri menyentuh kedua pundak Ronan untuk membuat jarak namun dengan cepat Ronan melingkarkan tangannya hingga menghapus seluruh ruang kosong di antara kedua tubuh mereka.
"Kau khawatir?" tanya Ronan dengan nada menggoda.
Arielle benar-benar kalut sekarang.Jantungnya berdetak lebih cepat dan wajah pria di depannya hanya berjarak beberapa senti saja dari dadanya. Arielle takut pria itu mendengar debaran yang ia rasakan.
"Te-tentu saja aku khawatir…. Yang Mulia adalah seorang raja dan kesehatan seorang raja harus diutamakan."
"Dan kau mengajakku ke sini untuk menyuruhku beristirahat?"
Arielle mengangguk sekali lagi. "Yang Mulia terlihat sangat kesakitan. Kata William, Anda belum beristirahat sejak kejadian dua malam ini. Aku benar-benar khawatir Yang Mulia jatuh sakit bila terus memaksakan diri untuk terus bekerja."
Ronan tersenyum. "Itu kah yang kau pikirkan? Kau khawatir akan kesehatanku?"
"Hm-hm… maka dari itu aku ingin Yang Mulia bisa beristirahat saat ini."
Ronan mengangkat tangannya untuk menyentuh pipi merona gadis di depannya.
"Maaf sudah membuatmu khawatir. Aku baik-baik saja…"
"Tapi Anda terlihat kesakitan sekali…"
Pria itu tertawa kecil dan merengkuh tubuh Arielle sekali lagi. Ronan tersenyum lebar mendengar debaran jantung gadis itu. Setidaknya bukan dirinya saja yang jantungnya berdebar cepat saat berada di dekat masing-masing.
"Bagaimana bisa aku merasa sakit jika seorang putri tengah mengkhawatirkanku?" goda Ronan
Keduanya bertahan dalam posisi yang sama untuk beberapa saat. Hingga pintu kamar kembali diketuk namun kali ini Ronan tak memberi kesempatan Arielle untuk pergi dari pelukannya seperti yang terjadi di ruang kerjanya tadi.
Arielle menjadi panik saat Ronan meminta orang yang mengetuk pintu kamarnya masuk. William yang datang membawakan ramuan pereda sakit kepala sampai menjatuhkan nampan yang ia bawa saat ia melihat kedua orang di depannya tengah berpelukan.
"Bisakah kau melakukannya dengan lebih lembut?" protes Ronan yang terganggu akan suara nampan yang terjatuh.
Untungnya reflek pria itu cukup cepat sehingga bisa menyelamatkan teko berisikan ramuan bersama gelasnya. Kepalanya kembali mendongak melihat Putri Arielle menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan Sang Raja masih memeluk erat Sang Putri.
"Letakkan di sana," ujar Ronan sembari menunjuk ke arah meja. Setelah meletakkan ramuan untuk Sang Raja, William izin mengundurkan diri. Namun sebelum ia menutup pintu ia mencuri pandang untuk terakhir kalinya. William mengulum bibirnya menahan senyum.